NovelToon NovelToon
Raja Arlan

Raja Arlan

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Dunia Lain / Fantasi Isekai
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: BigMan

Namaku Arian. Usia? Ya... paruh baya lah. Jangan tanya detail, nanti aku merasa tua. Yang jelas, aku hidup normal—bekerja, makan, tidur, dan menghabiskan waktu dengan nonton anime atau baca manga. Kekuatan super? Sihir? Dunia lain? Aku suka banget semua itu.

Dan jujur aja, mungkin aku terlalu tenggelam dalam semua itu. Sampai-sampai aku latihan bela diri diam-diam. Belajar teknik pedang dari video online. Latihan fisik tiap pagi.

Semua demi satu alasan sederhana: Kalau suatu hari dunia ini tiba-tiba berubah seperti di anime, aku mau siap.

Konyol, ya? Aku juga mikir gitu… sampai hari itu datang. Aku bereinkarnasi.

Ini kisahku. Dari seorang otaku paruh baya yang mati konyol, menjadi petarung sejati di dunia sihir.
Namaku Arian. Dan ini... awal dari legenda Raja Arlan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BigMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 11 - Aku dan Tubuh Baruku (Bukan Judul Drama)

Malam itu... Tengah malam, Aku kembali ke perpustakaan. Duduk di pojok ruangan, menyelimuti diri dengan cahaya redup dan peta-peta tua.

Di hadapanku terbentang lembaran demi lembaran tentang wilayah kekuasaan Kerajaan Argandia. Pegunungan di utara, hutan-hutan purba di barat, gurun di selatan, dan negeri-negeri kecil yang tersebar bak bintang tak bersinar di timur.

Aku memandangi semuanya.

Dan berpikir.

"Jika aku ingin bertahan hidup... aku butuh lebih dari sekadar tubuh yang kuat."

Aku butuh kekuatan yang bisa kukontrol. Kekuatan yang bisa melindungiku... dan membantuku menyingkirkan siapapun yang mencoba menyentuh orang-orang yang ingin kulindungi.

Pasukan?

Tidak.

Aku tak bisa mempercayai sistem kerajaan sepenuhnya. Terlalu banyak mulut. Terlalu banyak mata. Aku butuh... kelompok sendiri.

Dua kelompok.

Pertama: Kelompok penjaga resmi. Yang akan terlihat oleh semua orang. Para prajurit terlatih yang ditugaskan melindungi pangeran yang lemah dan sakit-sakitan. Mereka akan dilatih dengan ketat, tapi tetap diberi batas.

Kedua: Kelompok rahasia. Tidak ada yang tahu identitasku. Mereka tak tahu bahwa yang mereka layani adalah Arlan sang Pangeran. Di mata mereka, aku adalah seseorang dari bayangan. Pemimpin yang mengajak mereka membangun sesuatu yang lebih besar dari sekadar kerajaan.

Masalahnya...

Bagaimana cara menemukannya?

Aku tak punya jaringan. Tak punya kekuatan militer. Aku bahkan belum bisa berdiri tanpa membuat semua orang panik.

Tapi malam itu... aku mendapatkan ide.

Di ruang gelap tempat eksperimen malam-malam sebelumnya, aku menyalakan lilin dan menatap kaca kecil.

"Kalau aku bisa memperkuat kaki dan tubuhku dengan memfokuskan mana... bagaimana kalau mataku?"

Aku duduk, bermeditasi. Mengatur napas, menenangkan aliran mana di tubuhku.

Lalu aku fokuskan semuanya... ke mataku.

Panas. Seperti bara kecil yang menyusup masuk ke bola mata.

"Perkuat jaringan optik... arahkan mana ke retina, aktifkan semua bagian yang berhubungan dengan reseptor cahaya dan energi..."

Aku membayangkan saraf optikku. Membayangkan aliran darah dan mana yang menyatu, mengalir ke sistem visual korteks dalam bayanganku.

Dan tiba-tiba...

Cahaya.

Tidak seperti cahaya lilin.

Tapi aura.

Aku melihat aliran samar di udara. Kabut lembut yang tak pernah kulihat sebelumnya. Saat aku menatap ke arah seorang pelayan yang sedang lewat di luar ruangan, tubuhnya diselimuti warna hijau pucat.

"Mana..."

Aku mengerjap. Segera menuliskan semua yang kulihat dan rasakan.

Jika aku bisa melihat mana seseorang... aku bisa menilai kekuatan dasar mereka. Potensi tersembunyi. Bahkan... niat jahat.

Itu artinya, aku bisa mulai memilih.

Bukan berdasarkan nama keluarga, status, atau latar belakang. Tapi dari auranya.

Dari getaran yang mereka pancarkan.

Dan yang paling penting... mereka tak akan tahu bahwa aku yang memilih mereka.

Malam itu, untuk pertama kalinya aku melihat dunia bukan dengan mata biasa.

Tapi dengan mata yang telah dibuka oleh sihir dan tekad.

Langkah pertama telah dimulai.

Dalam keheningan malam yang hanya diiringi suara halaman buku dibalik, aku mulai menulis.

Sebuah agenda—rencanaku, dan aku mulai mempersiapkan beberapa halaman kosong—Daftar Nama.

Daftar kosong... yang akan segera terisi oleh mereka yang setia padaku.

Dan aku tersenyum.

Karena... kini aku punya alat untuk memilih siapa yang layak berada di sisiku.

Aku akan bermain dalam bayangan.

Dan mereka yang hanya peduli pada kekuatan... tidak akan pernah tahu kapan aku akan berdiri di depan mereka, bukan lagi sebagai pangeran yang lemah...

Tapi sebagai sesuatu yang jauh lebih kuat.

Arlan, sang penggagas bayangan.

Dan... Ini terdengar sangat menyenangkan, bukan?

Tapi... Sebelum aku melangkah lebih jauh...

Setelah aku berhasil membangkitkan penglihatan sihir melalui mataku—mata ajaib yang tak lagi melihat hanya cahaya biasa, tapi aura, mana, dan potensi seseorang—aku kembali duduk di sudut perpustakaan, di ruang eksperimentalku yang remang dan sunyi.

Dan aku melanjutkan ritualku.

Ritual penguatan tubuh.

Tiga malam berlalu.

Tanpa jeda. Tanpa keluhan. Tanpa ada satu pun yang tahu.

Malam-malam itu dihabiskan dalam keheningan, dengan tubuh yang perlahan kutempa bukan dengan beban besi... tapi dengan irama sihir yang kupaksakan masuk ke dalam sel-selku. Otot, tulang, jaringan saraf—semuanya kupelajari, dan kualiri dengan mana dalam konsentrasi penuh.

"Arahkan mana ke sistem muskular... pastikan tidak berlebihan pada ligamen... jaga ritme di ventrikel kiri, jangan biarkan tekanan darah melonjak terlalu tinggi..."

Aku bahkan mengingat kembali pelajaran ilmu kesehatan dasar dari kehidupanku yang dulu.

Dan hasilnya...

Luar biasa.

Pagi hari di hari keempat... aku membuka mataku dan merasa... hidup. Bukan hanya sekadar hidup. Tapi penuh. Jiwaku terasa seperti menari dalam tubuh yang akhirnya bisa mengimbangi semangatku.

Kulitku...

Tak sepucat dulu. Cermin kecil di samping tempat tidurku memperlihatkan rona halus di pipiku. Bukan merah sehat seperti prajurit... tapi cukup untuk membuatku tak terlihat seperti arwah penasaran yang tersesat di istana.

Tubuhku...

Ringan. Tak lagi diseret, tak lagi dibebani oleh rasa sakit dan mual yang selama ini jadi pakaian sehari-hari.

Dan kemudian aku mencoba berlari.

Ya. Berlari.

Di lorong bawah tanah perpustakaan yang tersembunyi dari pandangan siapa pun, aku mencoba melangkah... lalu menambah kecepatan... lalu berlari seolah aku sedang dikejar monster.

Satu jam penuh.

Tanpa rasa lelah.

Tanpa pusing.

Tanpa mual.

Aku berhenti bukan karena tubuhku menyerah... tapi karena aku bingung. Bingung karena ini bukan keajaiban yang diberi padaku... tapi keajaiban yang kubentuk sendiri.

"Aku... menciptakan ini," gumamku, napasku masih teratur. "Bukan karena aku spesial... tapi karena aku tahu caranya. Karena aku memaksa tubuh ini untuk bangun. Untuk mengikuti tekadku."

Tiga jam penuh di perpustakaan setelah itu, aku menelusuri catatan-catatan, merapikan buku, mencatat semuanya... dan tidak merasa mengantuk sedikit pun.

Aku tak tahu batas tubuh ini akan meningkat sejauh apa. Tapi satu yang pasti: aku telah menciptakan pondasi.

Tubuh ini... kini bukan lagi beban.

Ia adalah senjata.

Senjata yang hanya aku yang tahu betapa tajamnya.

Dan yang paling penting...

Semua orang masih mengira aku lemah.

Dan aku tertawa.

Tertawa kecil, seperti orang yang baru saja menemukan harta karun yang tak bisa dilihat oleh mata siapa pun.

"Ini rahasia kita, ya..." bisikku pada bayangan cermin, yang menatapku dengan tatapan tajam penuh kehidupan. "Rahasia kecilku... dan kunci dari semuanya."

Tapi sebelum aku bisa terlalu larut dalam rasa puas...

TAP TAP TAP TAP—

Langkah kaki?

Eh, bukan.

Suara orang lari.

Dan satu-satunya manusia hiperaktif yang bisa menimbulkan getaran di lorong bawah tanah istana jam segini hanya ada satu.

“TUAN MUDAAAA!! Kau di siniii nggak sih!? Jangan bilang kau nyasar ke ruang mayat lagi! Atau... eh... kau sedang baca buku cara bikin racun?!!"

—Lyra.

Aku hampir saja terpeleset karena panik. Bahkan tubuh yang sudah kugembleng ini belum siap menghadapi kehadirannya yang... yah, seperti itu.

Aku buru-buru meniup lilin, merapikan beberapa kertas, dan bersandar lemah ke kursi roda.

Saat pintu perpustakaan terbuka keras dan siluet Lyra muncul dengan rambut agak berantakan dan napas ngos-ngosan, aku memejamkan mata dan menarik napas.

Waktunya kembali ke mode pangeran sakit-sakitan.

“D-dimana kau semalaman, huh!? Jantungku hampir copot! Aku bahkan nyari ke dapur—sampai kucek semua teko buat pastiin kau nggak berubah jadi teh celup!!”

Aku membuka mata perlahan, menampilkan tatapan lelah dan suara serak yang kubuat seolah baru bangun dari koma.

"...Aku hanya ingin membaca sebentar."

"MEMBACA!? TUAN MUDA, KAU ITU PASIEN BUKAN DOSEN!"

Hah… ini dia.

Alarm pagiku.

Dan seperti itu, aku kembali memakai topengku.

Topeng sang pangeran yang lemah.

Padahal jauh di dalam...

Aku sudah bangkit.

Dan permainan ini...

Baru saja dimulai.

1
budiman_tulungagung
satu bab satu mawar 🌹
Big Man: Wahh.. thanks kak..
total 1 replies
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
budiman_tulungagung
ayo up lagi lebih semangat
Big Man: Siap.. Mksh kak..
total 1 replies
R AN L
di tunggu kelanjutannya
Big Man: Siap kak.. lagi ditulis ya...
total 1 replies
y@y@
👍🌟👍🏻🌟👍
Big Man: thanks kak..
total 1 replies
y@y@
👍🏿⭐👍🏻⭐👍🏿
y@y@
🌟👍👍🏻👍🌟
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
👍🌟👍🏻🌟👍
y@y@
👍🏿⭐👍🏻⭐👍🏿
y@y@
🌟👍👍🏻👍🌟
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
⭐👍🏻👍👍🏻⭐
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
y@y@
👍🏻⭐👍⭐👍🏻
y@y@
🌟👍🏿👍👍🏿🌟
y@y@
⭐👍🏻👍👍🏻⭐
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
y@y@
👍🏻⭐👍⭐👍🏻
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!