NovelToon NovelToon
Cinta Dan Kultivator

Cinta Dan Kultivator

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Penyelamat
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: J.Kyora

Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Nadia melangkah di halaman luas rumahnya, menuju pintu besar dari rumah yang hampir dapat dikatakan seperti sebuah istana. Ia membuka pintu dan masuk ke dalam.

Lantai dengan keramik mahal, langit-langit tinggi, perabotan mewah, lukisan besar tergantung di dinding, di satu sudut sebuah grand piano diam dengan elegan.

Seorang pelayan yang kebetulan lewat menyapa Nadia.

"Nona, tuan besar menyuruh nona

menemuinya kalau sudah pulang," ujarnya sangat sopan.

"Di mana papa?" tanya Nadia sambil terus berjalan.

"Di ruang makan, Nona," jawab pelayan itu.

Nadia mengangguk, lalu terus naik ke kamarnya dilantai dua.

Bernyanyi ia mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi, hatinya berbunga-bunga, makan malam itu sangat berkesan.

...

Papanya sedang berbincang dengan mamanya di ruang makan ketika Nadia datang.

"Papa,"

"Nah anak Papa sudah pulang," Papanya menyambut dengan tersenyum.

Nadia menarik satu bangku dan duduk di sebelah mamanya, ia mencium pipi mamanya, mamanya tersenyum.

Mama Nadia berumur sekitar 50 tahunan, masih terlihat cantik meski ada beberapa garis halus di wajahnya. Rambutnya lurus persis seperti Nadia, dengan tubuh tidak gemuk namun agak berisi.

Papa Nadia berumur sekitar 50 atau 60 tahun, sorot matanya tajam, rambutnya rapi disisir ke belakang, garis wajahnya tegas dengan sedikit cambang di rahangnya, menambah penampilannya yang gagah dan kaya.

"Nadia, Papa ingin bicara denganmu," ia berkata, suaranya tidak keras namun juga tidak lembut.

"Ada apa, Pa?," jawab Nadia sambil mencomot buah anggur di atas piring dan memasukan ke dalam mulutnya. Mamanya disebelah mengusap usap rambut Nadia.

"Papa mendapat laporan yang harus kita diskusikan dengan serius," lanjut Papanya.

Nadia tertegun dan berhenti mengunyah, Tentang aku?" ia bertanya dan menatap mata papanya.

"Iya ini tentang Nadia, ada yang melaporkan kepada Papa, kalau Nadia bergaul dengan seorang anak yang sembarangan, tidak punya masa depan dan bukan dari keluarga yang memiliki latar belakang yang bagus," suara Papa Nadia terdengar agak berhati-hati.

Wajah Nadia berubah, ia langsung terbayang Nero, namun ia menunggu papanya melanjutkan. Ia tidak yakin papanya akan mempermasalahkan pertemanannya dengan Nero.

"Awalnya Papa tidak terlalu memikirkan, Papa rasa anak-anak yang bersekolah di sana tidak akan membuat kamu menjadi terpengaruh, tetapi hari ini papa menjadi khawatir, khawatir dengan sangat khawatir, dan termasuk mama juga mengkhawatirkan masalah ini," Papa Nadia menegakkan punggungnya.

"Langsung saja, Pa, Nadia akan mendengarkan. Nanti aku jelaskan," kata Nadia tidak sabar, perasaanya menjadi tidak nyaman.

"Intinya, Papa tidak ingin kamu bergaul dengan anak itu lagi," ujar Papanya, masih ingin melihat reaksi Nadia.

"Tunggu, siapa teman Nadia yang Papa maksudkan," tanya Nadia penasaran.

"Nero," jawab papanya singkat.

Wajah Nadia berubah, ia menjadi sangat serius, lalu memandang mamanya, mamanya balas memandang dengan wajah tanpa ekspresi.

"Ada apa dengan Nero? Dia anak yang baik, paling baik malah di sekolah," bela Nadia, kembali memandang papanya.

"Papa percaya, tapi Papa tidak bisa membiarkan anak gadis Papa dipengaruhi olehnya."

"Dipengaruhi bagaimana, Pa? Nadia hanya berteman, pengaruh apa yang Papa maksudkan?" suara Nadia agak naik.

"Jangan katakan kalau Nadia suka anak itu?" papanya balik bertanya.

Nadia tertegun sejenak, lalu wajahnya menjadi merah, "Kami hanya berteman," sanggahnya, ia menatap mata papanya sesaat namun mengalihkannya kembali. Ia tidak berani menatap mata papanya.

"Nadia akan mendengarkan Papa? jauhi anak itu mulai dari sekarang, dia sama sekali tidak baik untuk Nadia," suara Papa Nadia mulai terdengar tegas.

Nadia agak merasakan sesak dihatinya.

Menjauhi Nero? Mustahil! Nero satu satunya sahabat dekatnya.

"Mama omong kosong apa ini?" Nadia melihat ke mamanya, meminta pembelaan dari mamanya dan berdiri untuknya.

"Dengarkan Papa, Nak. Ini untuk kebaikan Nadia sendiri," mamanya berkata mendukung papa Nadia.

"Kenapa Papa harus mengatur Nadia berteman dengan siapa? Nadia bukan anak kecil, Pa. Nadia bisa jaga diri, dan Nero Nero bukan anak yang sembarangan seperti yang Papa tuduhkan," Nadia hampir menangis.

"Tentu saja Papa harus mengaturnya, apalagi kalau sudah sampai dititik ini, papa tidak ingin keluarga kita direndahkan, dan sangat tidak ingin lagi anak papa nanti dimanfaatkan orang tidak berguna," jelas papanya.

"Papa! Nero anak yang baik, jangan Papa mengatakan seperti itu," Nadia benar-benar hampir menangis, air mata mulai menggenang di sudut matanya.

"Siapa yang mengatakan kepada Papa tentang Nero? Meskipun banyak orang yang tidak senang kepadanya, mereka semua hanya anak-anak sombong dan jahat," sambung Nadia lagi, hatinya benar-benar sakit.

Papa Nadia memandang mamanya, mereka saling berpandangan, hampir serempak mereka menghela napas, tidak bisa tidak, anaknya telah menyukai bocah laki-laki itu.

Papa Nadia mengambil ponselnya, mengutak atik dan mendorongnya kepada Nadia. Nadia melihatnya, video Nadia duduk di bangku dekat danau dengan seorang bocah yang penampilannya sederhana. Nadia terus menonton, dan muncul adegan Nadia menyuapi bocah laki laki itu, mereka bercanda dan nampak mesra.

Deg

Wajah Nadia merah padam, ia mendorong smartphone itu kembali ke papanya. Siapa yang bahkan mengirim video beginian ke papanya? Nadia sangat tidak percaya.

"Kami tidak berpacaran," lirih Nadia putus asa,, ia mengusap air matanya. Namun bagaimanapun ia menjelaskan, papa dan mamanya tidak akan percaya. Akan lebih buruk jika mereka tidak punya hubungan tapi menjadi mesra.

Keheningan sesaat, suara detik jam di dinding bahkan terdengar, bagi Nadia itu seperti pukulan palu yang menghantam di tiap detiknya.

"Nadia dari mana barusan?" tanya papanya.

Pertanyaan itu memukul jantungnya, ia tidak bisa menjawabnya.

"Bertemu dengan anak itu?" desak papanya.

"Jawab papa Nadia," rahang papanya mengatup.

"Tidak ada yang salah dengan kami," Nadia masih berusaha menjelaskan. Air matanya bercucuran sekarang, rasa sebak naik ke tenggorokkannya.

"Cukup! Papa akan tegaskan Nadia, jangan dekati anak itu lagi, dia dengan jelas akan mempengaruhi kamu, mungkin saja di awalnya baik, tapi ujung-ujungnya nanti memanfaatkan mu. Tidak sampai disitu, tahu kita keluarga dengan status tinggi, bisa saja dia akan merusak mu untuk memaksa menjadi bagian dari kita," suara Papa Nadia terdengar lantang, lalu lanjutnya,

"Yang terjadi keluarga kita akan malu, Papa akan malu, Mama akan malu, mau di mana akan Papa letakkan muka papa sementara Nadia tahu Papa adalah ketua komite sekolah, tetapi tidak mampu menjaga anaknya sendiri!"

"Papa berlebihan!" jerit Nadia, ia tidak mampu lagi membendung emosinya, tangisnya pecah.

"Terserah, ini untuk kebaikan kamu sendiri, nanti kamu juga akan mengerti. Ingat, jika kamu masih dekat dengan anak itu, bergaul dengannya, Papa tidak akan segan-segan memaksa sekolah untuk mengeluarkannya. Papa tidak peduli apa kata orang-orang, tapi selama papa hanya melindungi anak papa sendiri, Nadia dengarkan, papa tidak akan main-main, akan memaksa sekolah untuk mengeluarkannya" pungkas papanya, papanya bangkit dan pergi.

"Papa!" Nadia seperti merasa tersambar petir mendengar kata-kata papanya.

"Mama!" ia memandang mamanya, dengan tergugu meminta dukungan. Ia hendak memeluk mamanya namun menyadari mamanya tidak akan membela, Nadia berlari keluar dari ruang makan.

Nadia membanting pintu kamarnya, lalu menangis tersedu-sedu, hatinya benar benar hancur, siapa yang menghasut papanya sampai sampai harus mengirim video itu, dan siapa yang sembunyi-sembunyi merekam mereka saat itu? Ia tidak mengerti.

Ia hanya mengingat ancaman papanya akan mengeluarkan Nero dari sekolah jika mereka masih berteman, apa yang harus dilakukannya? Tidak bisa tidak ia teringat Nero, alangkah kasihannya jika sampai Nero dikeluarkan dari sekolah, Nadia makin tersedu.

...

1
Rahmat Anjaii
lanjut thioorrr, klo prlu tambah babnya.
dear: diusahakan
total 1 replies
Rahmat Anjaii
lanjut thoorr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!