Mahesa Sura yang telah menunggu puluhan tahun untuk membalas dendam, dengan cepat mengayunkan pedang nya ke leher Kebo Panoleh. Dendam kesumat puluhan tahun yang ia simpan puluhan tahun akhirnya terselesaikan dengan terpenggalnya kepala Kebo Panoleh, kepala gerombolan perampok yang sangat meresahkan wilayah Keling.
Sebagai pendekar yang dibesarkan oleh beberapa dedengkot golongan hitam, Mahesa Sura menguasai kemampuan beladiri tinggi. Karena hal itu pula, perangai Mahesa Sura benar-benar buas dan sadis. Ia tak segan-segan menghabisi musuh yang ia anggap membahayakan keselamatan orang banyak.
Berbekal sepucuk nawala dan secarik kain merah bersulam benang emas, Mahesa Sura berpetualang mencari keberadaan orang tuanya ditemani oleh Tunggak yang setia mengikutinya. Berbagai permasalahan menghadang langkah Mahesa Sura, termasuk masalah cinta Rara Larasati putri dari Bhre Lodaya.
Bagaimana kisah Mahesa Sura menemukan keberadaan orang tuanya sekaligus membalas dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lembah Seribu Bunga
"Guru ku punya istri muda?", gumam lirih Mahesa Sura setengah tidak percaya tetapi masih terdengar oleh telinga Dewi Kipas Besi.
" Tentu saja. Aku ini istri keduanya setelah kami saling jatuh cinta usai pertarungan di tepi Selat Rahtawu.
Cuma.... ", Dewi Kipas Besi terlihat ragu untuk meneruskan omongan.
" Cuma apa? Bicara yang jelas jangan setengah-setengah ", ujar Mahesa Sura setengah tidak sabar.
Dewi Kipas Besi menghela nafas panjang sebelum melanjutkan ceritanya.
Nama asli Dewi Kipas Besi adalah Rara Surtikanti, seorang anak bangsawan penguasa wilayah Kadipaten Rahtawu, wilayah seberang laut dari Kerajaan Lasem. Surtikanti muda yang gemar olah keprajuritan, menjadi putri satria yang akhirnya menjadi salah satu tulang punggung Kadipaten Rahtawu.
Suatu waktu ia harus menanggulangi masalah perompakan di Selat Rahtawu yang mengakibatkan banyak pelaut yang lewat di Selat Rahtawu menderita kerugian besar. Tetapi kekuatan para perompak ini sedemikian besar hingga nyaris saja ia kehilangan nyawa.
Saat itulah muncul Ki Kidang Basuki Si Iblis Berjari Perak dengan kekuatan besar nya, mampu menghabisi pimpinan perompak sekaligus menyelamatkan hidup Rara Surtikanti. Para perompak itu akhirnya berhasil dihancurkan oleh pasukan Kadipaten Rahtawu.
Rara Surtikanti pun jatuh cinta pada Ki Kidang Basuki meskipun lelaki itu telah memiliki seorang istri. Rara Surtikanti tidak peduli dengan semua itu dan menggunakan segala cara untuk mendapatkan cinta Ki Kidang Basuki. Setelah menikahi Rara Surtikanti, Ki Kidang Basuki membawa istri muda nya itu ke Perguruan Dewa Iblis di wilayah Kabalan.
Istri Ki Kidang Basuki, Nyi Ageng Kemanggisan, marah besar dengan hal ini. Hingga ia akhirnya bersekutu dengan Gajah Mungkur yang juga merupakan kakak nya untuk mencelakai Ki Kidang Basuki. Menggunakan Racun Pelemas Tulang, Nyai Ageng Kemanggisan berhasil membuat kekuatan Si Iblis Berjari Perak melemah hingga Gajah Mungkur yang sebelumnya tidak bisa berbuat apa-apa saat melawannya, mampu membuat Ki Kidang Basuki luka parah dan terpaksa melarikan diri meninggalkan Rara Surtikanti.
Rara Surtikanti pun sempat disiksa habis-habisan oleh Nyai Ageng Kemanggisan sebelum akhirnya dibuang ke Alas Kabuh yang banyak dihuni oleh serigala. Beruntungnya Rara Surtikanti di tolong oleh Mpu Sentana dan dijadikan sebagai muridnya. Setelah kematian Mpu Sentana, Rara Surtikanti mengembara dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari keberadaan Ki Kidang Basuki sampai ia bertemu dengan Mahesa Sura sekarang ini.
"Begitulah ceritanya, Anak muda...
Sekarang katakan pada ku, dimana Kakang Kidang Basuki berada? Aku sangat merindukan nya.. ", Dewi Kipas Besi menatap Mahesa Sura penuh harap.
" Maaf mengecewakan mu, Nini. Tetapi Guru sudah meninggal setahun yang lalu. Ia meninggal setelah berjuang melawan Racun Pelemas Tulang yang terus menggerogoti tubuhnya di Lembah Embun Upas yang ada di kaki Gunung Kampud ", jawab Mahesa Sura.
Lemas dengkul Rara Surtikanti mendengar omongan Mahesa Sura. Harapannya untuk bisa bersama dengan laki-laki yang dicintainya kini musnah sudah. Bertahun-tahun harapan itulah yang membuat nya tetap bisa bertahan hidup.
" Kakang Basuki... hiks... "
Luruh air mata Dewi Kipas Besi membasahi pipinya. Dia yang akhirnya menemukan keberadaan orang yang paling ia cintai harus menerima kenyataan pahit bahwa lelaki itu sudah meninggal dunia dalam penderitaan yang dialami akibat cinta mereka.
"Sudahlah Nini. Jangan jadikan kesedihan mu sebagai beban hidup. Guru sudah tenang di alam keabadian sana.
Yang terpenting sekarang adalah membalas dendam atas perlakuan yang guru terima. Aku bersumpah bahwa siapapun yang membuat guru ku menderita akan mendapatkan balasan yang setimpal "
Mendengar omongan Mahesa Sura, Dewi Kipas Besi bangkit sambil menyeka air mata nya. Wajahnya pun berubah kelam karena memendam amarah.
"Kau benar, Anak muda. Kita harus membalas dendam pada orang-orang yang sudah mencelakai Kakang Kidang Basuki. Racun Pelemas Tulang adalah buatan Dewi Upas. Dia juga terlibat dalam kematian nya.
Oh iya, kalian sebenarnya kesini untuk menemukan perempuan racun itu bukan? ", tebak Dewi Kipas Besi.
" Nini benar, aku memang kemari mencari keberadaan Dewi Upas. Selain Guru Kidang Basuki, dia juga mencelakai kakak seperguruan nya yang juga menjadi guru ku, Nini Rengganis. Perempuan setan itu harus menerima buah dari perbuatan jahatnya ", jawab Mahesa Sura segera.
" Kalau begitu, kalian ikut aku. Aku tahu dimana Lembah Seribu Bunga tempat tinggalnya"
Mahesa Sura sumringah mendengar ajakan Dewi Kipas Besi. Hari ini ia mendapat sekutu baru untuk membalaskan dendam guru guru nya. Setelah itu mereka bergegas meninggalkan tempat itu, menyusuri jalan di pinggiran Sungai Kapulungan ke arah timur laut.
Jauh dari wilayah Desa Tanjung Karang, tepatnya di sebuah rumah tua yang dikelilingi semak belukar berduri, dengan beberapa rumah kecil sederhana dari kayu di sekelilingnya, membuatnya terlihat seperti sebuah pulau ditengah lautan padang bebungaan yang ada di sekitarnya. Ya inilah yang disebut dengan Lembah Seribu Bunga.
Di dalam rumah utama itu seorang wanita paruh baya sedang duduk bersila memusatkan tenaga dalamnya. Mata nya tertutup rapat sedangkan mulut nya terus-menerus merapalkan mantra. Tubuhnya yang ramping nampak berkeringat hebat yang membuat bajunya yang berwarna hitam dan hijau basah. Kedua jari jemari tangannya membentuk cakar di atas dua gendok tanah liat berisi cairan hijau berbau busuk.
Terlihat cairan hijau berbau busuk itu menguap dan terserap ke dalam jari jemari perempuan tua itu. Meskipun sangat lambat, tetapi sedikit demi sedikit cairan hijau berbau busuk itu terus di serap oleh perempuan tua ini.
Usai mencapai batas nya, perempuan tua itu segera menghentikan penyerapan cairan hijau berbau busuk itu sembari menghela nafas panjang. Sepertinya penyerapan cairan hijau berbau busuk itu sangat menguras tenaga dalam nya.
"Tinggal sedikit lagi aku menyelesaikan penyerapan racun untuk mencapai tahap akhir Ajian Tapak Wisa ku. Andai guru masih hidup dan menurunkan keseluruhan tahap Ajian Tapak Wisa, pasti aku tidak perlu tersiksa seperti ini.
Hemmmmm, Kangmbok Rengganis kau memang pantas untuk mati! ", ucap perempuan itu sembari bangkit dari tempat duduknya.
Mata perempuan tua itu nyalang menatap sekelilingnya. Dalam rak-rak kayu di sekelilingnya terdapat beraneka jenis binatang beracun yang sudah diawetkan dalam wadah kaca. Beberapa jenis ular berbisa, kalajengking hitam, kelabang merah dan laba-laba adalah beberapa diantaranya.
Selain itu ada juga beberapa jenis racun dalam wadah wadah khusus. Ini semakin menambah seram nya tempat itu.
Perempuan tua ini adalah Gandari atau dunia persilatan Tanah Jawa mengenalnya sebagai Dewi Upas, seorang pendekar perempuan yang tersohor sebagai ahli racun. Perempuan tua ini terkenal dengan sifat licik dan kekejaman nya yang tidak segan-segan untuk menghabisi nyawa siapapun yang membuatnya tidak senang.
Dewi Upas segera melangkah keluar dari dalam tempat itu. Sudah 3 hari ia berlatih tahap akhir Ajian Tapak Wisa dan tidak keluar kamar. Perutnya sudah terasa keroncongan.
"Lestari, Rukmini..!!! "
Mendengar teriakan keras Dewi Upas, dua orang wanita berbaju minim yang memamerkan lekukan tubuh mereka yang sintal segera bergegas mendatangi tempat itu. Keduanya segera menghormat pada Dewi Upas.
"Guru memanggil kami? ", tanya si perempuan bertubuh sintal dengan pakaian hitam segera.
" Hemmmmmm, mana Si Dewani dan Raminten?", tanya Dewi Upas segera.
"Dewani dan Raminten sedang keluar mencari beberapa barang kebutuhan guru. Mungkin sore nanti mereka sudah kembali", sahut si perempuan baju putih yang ada di sebelahnya dengan penuh hormat.
" Hemmmmmm baiklah. Siapkan makan untuk ku. Aku tunggu disini ", perintah Dewi Upas sembari berbalik badan dan masuk ke dalam rumah tua ini.
" Baik Guru.. ", ucap si baju hitam Rukmini dan si baju putih Lestari sembari menghormat. Keduanya bergegas menuju ke arah sebuah bangunan kecil disamping bangunan utama yang berfungsi sebagai dapur. Tak lama kemudian asap segera muncul dari dapur menjadi bukti bahwa dua orang perempuan itu sedang menyiapkan makanan untuk guru mereka.
Dua perempuan muda berbaju putih dan hitam ini bukanlah perempuan sembarangan. Selain terkenal karena kemolekan tubuhnya, keduanya juga pendekar wanita dengan kemampuan beladiri tinggi. Bersama dengan dua saudari seperguruannya Dewani dan Raminten, Rukmini dan Lestari dikenal sebagai,
Empat Dewi Beracun.
/Smile//Chuckle/
yg penting up trs kg ebez😂