Plak!
" Percuma aku menikahi mu, tapi sampai sekarang kamu belum juga memiliki anak. Kamu sibuk dengan anak orang lain itu!"
" Itu pekerjaanku, Mas. Kamu tahu aku ini baby sitter. Memang mengurus anak orang lain adalah pekerjaanku."
Lagi dan lagi, Raina mendapatkan cap lima jari dari Rusman di pipinya. Dan yang dibahas adalah hal yang sama yakni kenapa dia tak kunjung bisa hamil padahal pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun lamanya.
Raina Puspita, usianya 25 tahun sekarang. Dia menikah dengan Rusman Pambudi, pria yang dulu lembut namun kini berubah setelah mereka menikah.
Pernikahan yang ia harap menjadi sebuah rumah baginya, nyatanya menjadi sebuah gubuk derita. Beruntung hari-harinya diwarnai oleh wajah lucu dan tingkah menggemaskan dari Chandran Akash Dwiangga.
" Sus, abis nanis ya? Janan sedih Sus, kalau ada yang nakal sama Sus, nanti Chan bilang ke Yayah. Bial Yayah yang ulus."
Bagaimana nasib pernikahan Raina kedepannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baby Sitter 08
" Assalamualaikum, halloo anak ganteng Yayah."
" Waalaikum salam."
" Holeee Yayah uda pulaaaan."
Chan langsung menghampiri Bagus, dan memeluknya dengan erat.
Jika Bagus sudah pulang, maka ini waktunya Raina selesai bekerja. Ia pun segera mengambil tasnya dan segera berpamitan.
" Saya pulang dulu, Pak."
" Hmmm ya, oh ya Sus. Apa kamu baik-baik aja? Aku dengar, tadi suami kamu kemari nyari kamu lagi."
" Iya Pak, nggak apa-apa kok. Kalau begitu, saya pamit dulu. Permisi Pak, Assalamualaikum."
" Waalaikumsalam."
Mulut Raina memang berkata baik-baik saja namun tidak dengan sorot mata dan ekspresi wajahnya. Bagus bisa melihat kesedihan di sana.
Fyuuuh
Bagus membuang nafasnya kasar. Setiap hari baby sitter anaknya itu sama sekali tidak terlihat senang. Wajahnya terlihat murung, namun saat bersama Chan, Raina bisa tertawa dengan ceria.
Terkadang, Bagus ingin mengistirahatkan wanita itu agar bisa memiliki waktunya sendiri. Tapi, jika itu dilakukan maka tidak ada yang mengasuh Chan. Dia juga tidak ingin membuat kedua orangtuanya repot.
" Yayah, Chan mau nomon. Itu lho tadi tuh Sus Ai nanis ladi. Chan ladi mikil dimana calanya bial Sus Ai nda sedih dan nanis telus."
" Ooh gitu, terus gimana caranya?"
Bagus nampak gemas dengan putranya itu. Terlihat Chan sedang berpikir keras seolah benar-benar mencari cara.
" Sus Ai kan suka tuh sama Chan. Sus Ai katanya bahadia kalau sama Chan. Ya udah, Yayah suluh Sus Ai di sini aja. Suluh jadi bundanya Chan. Kan Sus Ai nda punya anak, nah Chan juda nda punya bunda. Cocok tuh. Menulut Yayah badaimana?"
Hah?
Bagus sangat tercengang dengan ucapan putranya. Ia tidak menyangka bahwa Chan akan mencetuskan ide seperti itu.
Ia bahkan sampai terdiam untuk beberapa saat. Dan baru kembali kepada kesadarannya saat Chan memanggilnya.
" Badaimana Yayah, Yayah setuju kan?"
" Nggak bisa gitu, Chan."
" Kenapa nda bisa?"
" Begini, Sus Ai udah punya suami. Dia udah punya keluarga sendiri. Jadi nggak bisa jadi bundanya Chan."
Duda satu anak itu sungguh bingung bagaimana harus menjawab putranya. Dia tahu bahwa Chan bisa melihat kesedihan Raina. Namun bukan seperti ini caranya.
Menjadi ibu dari Chan, sungguh hal yang tidak pernah dipikirkan oleh Bagus. Jangankan Raina yang sudah bersuami, Bagus saja tidak pernah memikirkan untuk mencari pendamping baru setelah kepergian istrinya.
" Sayang, gantengnya Yayah. Kita bisa bantu Sus Ai dengan cara lain. Jadi bundanya Chan bukan sebuah jalan keluar yang baik. Yang ada malah nambah masalah."
" Jadi badaimana don?"
" Kita pikirkan nanti ya, sekarang Chan ikut Yayah ke kamar yuk."
Chan mengangguk patuh, dia sungguh tidak ingin melihat pengasuhnya itu sedih. Tapi cara yang ia ajukan kepada ayahnya ternyata tidak di setujui.
Bocah itu menjadi termangu sembari menunggu ayahnya mandi. Dia suka dengan Raina yang selalu tertawa. Dia suka dengan cara Raina memeluknya dan bermain dengannya.
Yang Chan ingat, Raina pernah berkata bahwa Chan adalah obat sedihnya. Dan Chan juga bisa merasakan, saat bersama dirinya, Raina tidak merasa sedih. Jadi kesimpulan Chan adalah dengan mereka tinggal bersama akan membuat Raina bahagia dan tidak lagi menangis.
" Yayah," panggil Chan saat Bagus baru saja menyelesaikan sholatnya.
" Hmmm, ada apa boy?"
" Yayah, bundanya Chan tuh sepelti apa? Telus, kalau sama Sus Ai cantikan mana, baikkan mana?"
Hari ini Bagus serasa bekali-kali mendapat kejutan. Putranya yang baru berusia 4 tahun itu membuatnya jantungnya terus berpacu dengan ucapan-ucapannya.
" Bunda ya, bunda itu orang yang sangat baik. Bunda juga sangat cantik, bukankah Chan udah pernah lihat foto Bunda? Tapi sayang, Bunda lebih dulu pergi dari hidup kita. Sekarang Bunda mungkin sedang tersenyum dari surga."
Chan hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia tidak pernah melihat ibunya secara nyata, hanya melalui foto dan juga video.
" Ooooh dituuuu. Semoga Bunda di sayan sama Allah ya Yayah. Telus, apa Yayah nda mau nyaliin Chan bunda balu?"
Uhuk uhuk uhuk
Bagus yang baru saja minum air putih seketika tersedak mendengar ucapan Chan. Entah itu merupakan ungkapan hati Chan yang sebenarnya atau hanya terbawa suasana.
Dalam hati dan kepala Bagus, dia belum terbesit untuk menikah lagi. Ia belum bisa menggantikan ataupun menggeser posisi almarhumah istrinya dari hati.
Namira, wanita sederhana. Tidak neko-neko dan merupakan teman kuliahnya dulu. Bagus belum bisa mencari penggantinya.
" Jika aku nanti pergi dulu, carilah wanita yang mencintai Chan dan juga mencintaimu, Gus. Aku nggak mau kamu terus sendiri. Aku mau kamu hidup bahagia."
Bagus jadi mengingat apa yang dikatakan oleh Namira. Namira selalu berkata demikian saat menjelang akhir dari hidupnya. Siapa sangka mereka tidak bisa hidup bersama dengan waktu yang lama.
Namira yang seroang yatim piatu, sangat bahagia mendapati Bagus yang berasal dari keluarga harmonis. Seolah keinginannya untuk memiliki keluarga tercapai.
Kedua mertua yang baik dan penyayang, kakak ipar yang sangat peduli, dan tentunya suami yang begitu mencintainya.
" Aku bahagia, meski aku nggak bisa menemanimu dalam waktu yang lama, tapi aku bisa merasakan sebuah keluarga."
Tes
Air mata Bagus meluncur begitu saja saat mengingat tentang istrinya.
" Yayah?"
" Aah maaf sayang. Yayah cuma keinget sama Bunda aja. Chan, apa Chan sungguh pengen punya bunda?"
Chan menganggukkan kepalanya cepat. Menurut Bagus, mungkin ini adalah naluri seorang anak yang ingin memiliki ibu. Diusia Chan memang sangat membutuhkan sosok seorang ibu.
" Kalau Chan memang mau punya Bunda lagi, Yayah mungkin bisa coba carikan."
" Wooah yang benel? Holeee, Chan mau."
Chan nampak senang, hal tersebut membuat Bagus merasa sedikit bersalah terhadap putranya itu karena tidak bisa memberikan keluarga yang lengkap.
" Mungkin aku harus nurunin ego ku demi Chan. Dia butuh ibu, tapi aku belum butuh istri. Haah, mari kita coba dulu aja. Tapi, emangnya ada yang mau sama duda anak satu model kayak aku ini?"
Bagus mengusap wajahnya kasar. Sebenarnya dia memang kerap merasa insecure terhadap dirinya sendiri.
Padahal Bagus memiliki perawakan yang tinggi dan wajah yang lumayan. Di usianya yang sudah 33 tahun, dia masih memiliki paras yang memesona. Kalau kata para karyawannya, Bagus memiliki tipe baby face. Yakni wajah yang awet muda.
Tapi dia tetap merasa tidak percaya diri. Bukan berasal dari keluarga kaya, dan ya memang perusahaan dimana sekarang dia menjadi presiden direktur, memang bukan lah miliknya.
Hal tersebutlah yang membuat Bagus merasa minder jika ada wanita yang ingin mendekatinya.
Wajah Bagus yang nampak kalem dan terlihat agamis, tak jarang membuat para peserta umroh dan haji nya terutama yang sudah berumur ingin menjadikan Bagus sebagai menantu.
" Yayah, kalau ... kalau yang jadi bunda nya Chan itu Sus Ai aja badaimana?"
" Ya? Ya nggak bisa lah sayang. Kan tadi Yayah udah bilang kalau Sus Ai itu udah punya keluarga sendiri."
" Yaaah, tetep nda bisa ya?"
Chan tertunduk lemas ketika kembali mendapat jawaban penolakan dari sang ayah.
TBC