NovelToon NovelToon
The Secret Of Possessive Man

The Secret Of Possessive Man

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta
Popularitas:981
Nilai: 5
Nama Author: Citveyy

Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.

Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.

Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 20 Temu Kangen

Vanya memutuskan kembali bersikap seperti biasanya pada Devan. Ia juga rindu dengan cowok itu. Seperti ada yang beda jika tidak ada Devan yang merecokinya.

Sekarang ia berdiri di depan ruangan yang di tempati Devan. Beberapa teman Devan menyapanya dan Vanya balas menyapa mereka. Vanya masih tetap berdiri di sana karena menunggu semua teman kelas Devan keluar. Vanya mengintip dan terlihat ada Devan dan beberapa orang temannya seperti sedang membicarakan sesuatu.

"Eh Vanya."

Vanya tertangkap basah. Ia menyembunyikan dirinya malu. Terdengar suara langkah kaki dengan cepat membuat Vanya seperti sedang ingin berhadapan dengan dosen killer.

"Monyet!"

Devan langsung memeluk Vanya dengan erat membuat Vanya yang awalnya sesak langsung terbawa suasana.

"Kangen banget gue sama lo."

Makin bersalah gue.

Mereka berdua masih saling memeluk dan tak sadar kalau beberapa teman Devan menonton mereka sejak tadi.

"Ehem."

"Eh," Vanya langsung mendorong Devan dan langsung tersenyum malu.

"Ganggu banget kalian," Gerutu Devan dan tangannya kini melingkar di bahu Vanya.

"Ya lo sih gak tahu tempat. Malah mesra-mesraan lagi di depan orang jomblo," Seru Cika.

Devan memutar bola matanya malas. "Lebay."

"Eh gimana sama kerja kelompoknya?" Tanya Lamia mengalihkan pembahasan karena panas melihat suasana sekarang.

"Iya sampai lupa. Yaudah kita berangkat sekarang." Kata Rafi.

"Mau kemana?" Tanya Vanya pada Devan.

"Ini kita punya tugas kelompok."

Vanya ganggu kalau begini. Ia merasa bersalah pada teman Devan karena tadi menganggu diskusi mereka.

"Yaudah kalau gitu gue balik aja. Semoga tugas kalian cepat selesai ya."

"Eh siapa suruh lo pulang,"

"Lo ikut. Kalian gak keberatan kan?"

"Gak kok. Boleh aja, siapa tahu lo lebih semangat kalau ada Vanya di sini," Setuju Rafi membuat Devan berseru senang.

"Makasih Raf. Yuk kita jalan sekarang.'

"Tapi kak."

"Gak papa kali Vanya. lo boleh gabung kok. Benar kan Lamia?" Cika meminta persetujuan pada Lamia yang ia ketahui pasti sedang kepanasan.

"Boleh kok."

"Oh kirain gak boleh," Sindir Candra yang langsung mendapatkan tatapan dari Lamia.

Sial. Lamia mengumpat kesal. Mereka apa-apaansih menyetujui Vanya ikut. Padahal kan Lamia berencana ingin di bonceng oleh Devan tapi kedatangan Vanya membuat rencananya jadi gagal.

•••

Sudah lama ia dan Devan tidak jalan menggunakan sepeda motor. Vanya sangat senang hari ini karena bisa kembali berdua dengan Devan. Mungkin kemarin itu kesalahan besarnya karena sudah menjauhi Devan tanpa alasan yang tidak ia ketahui.

Devan pun turut bahagia. Mereka berdua tak banyak bercerita karena lebih menikmati momen ini. Devan menarik tangan Vanya melingkar pada pinggangnya karena sebelumya Vanya hanya memegang jaketnya.

"Senang gak?" Tanya Devan.

"Senang."

"Kangen gue pasti kan?"

"Iya banget."

Duh pengen rasanya Devan mengunyel-mengunyel pipi Vanya. Gemes rasanya mendengar Vanya yang mengatakan rindu padanya.

"Kirain enggak."

Dahi Vanya mengerut. "Kok enggak?"

"Ya kan kemarin lo cuek sama gue. Bilangnya sibuk terus."

Vanya mencebbikkan bibirnya. "Maaf."

"Gak terima permintaan maaf."

Haha rasain

Devan tertawa dalam hati. Ia melirik ke kaca spion. Sumpah demi apapun Vanya masih saja gemesin di saat sedang seperti ini, mana keadaan sangat panas lagi. Memang ya Vanya gak pernah sekalipun gak pernah gemesin orangnya.

"Gue harus apa supaya lo maafin."

"Mmmm nanti gue pikirin pulang nanti."

"Serius ya?"

"Iya."

"Siniin deh tangannya," Suruh Devan karena keadaan sedang lampu merah.

"Mau ngapain."

"Lama banget sih." Dengusnya ia menarik tangan Vanya kemudian mengecupnya kedua tangan Vanya bergantian.

Vanya melotot kaget. Ia menarik kedua tangannya karena bisa-bisanya Devan melakukan hal memalukan di saat keadaan sedang ramai seperti ini, untungnya mereka semua sibuk menunggu lampu berwarna hijau tapi Vanya tak yakin sepenuhnya kalau tak ada orang yang melihat kelakuan mereka.

"Devan ih," Vanya mencibit perut Devan hingga ia meringis.

" Apa sih? Sakit tahu."

"Lo ngapain cium tangan gue, kalau ada yang lihat gimana hah."

"Gue Refleks."

"Gak tahu tempat aja."

"Oh lo mau gue cium kalau tempatnya sudah sunyi gitu?"

"Ya.....enggak," Vanya tergagap menjawab pertanyaan Devan.

"Bilang dong kalau mau di cium tapi gak di sini," Devan semakin menggoda Vanya yang semakin kesal dibelakang.

"Enggak ih!"

Tit Titt

"Iyaiya tunggu!" Pekik Devan kembali menyalakan motornya karena lampu sudah berwarna hijau.

•••

Lamia memberenggut kesal di belakang. Ia melihat semuanya mulai dari berangkat tadi. Tidak bisakah Devan menghargai dirinya sedikit saja. Vanya pun pasti tahu kalau ia menyukai Devan tapi kenapa gadis itu tak menjaga perasaanya sebagai orang yang menyukai sahabatnya.

Sangking kesalnya Lamia meremas pundak Candra yang sedang memboncengnya. Cowok itu langsung memekik dan hampir oleng.

"Lo kenapa sih Lamia?"

"Sorry-sorry gue cuma pegangan aja."

"Kalau cemburu jangan lampiasin ke gue dong," Sewotnya.

"Cemburu? Sama siapa?" Tanya Lamia pura-pura polos.

"Sok gak tahu lagi. Cemburu sama Vanya lah."

"Gue gak cemburu," Elaknya.

"Alah gue tahu kali. Dari tadi gue lihatin muka lo yang merahnya persis kayak cabe."

"Terserah."

Lamia tak ingin berdebat dengan Candra karena dirinya akan semakin sakit hati jika meladeni cowok bermulut pedas seperti Candra ini.

Candra itu suka sekali julid padanya. Dari dulu malah. Cowok ini secara terang-terangan selalu mengatainya. Entah apa salahannya sehingga cowok itu seperti sangat membencinya.

"Lo itu harus sadar diri."

Tuh kan. Baru saja di bilangi.

"Mereka itu saling suka. Apalagi Devan. Jangan ditanya lagi gimana perasaanya sama Vanya. Besarnya melebihi lautan."

Cih alay banget

"Devan juga kayak risih didekatin terus sama lo. Kalau dia cowok jahat mungkin dia sudah lama mempermalukan lo karena selalu buntutin dia kemana-mana,"

"Jangan asal ngomong lo."

Lamia tak terima. Bagaimana bisa Candra tahu kalau ia selalu membuntuti Devan kemana-mana. Padahal perasaanya ia sudah bermain aman.

"Gue ngomongin fakta. Gue pernah beberapa kali lihat lo ikutin dia di apartemennya,"

"Lo tuh Gila. Lo terkesan kayak orang terobsesi kalau kayak gini."

"Lo kenapa sih selalu julid sama gue. Gue pernah ada salah sama lo?"

"Menurut lo? Gue tuh risih sama kasihan lihat lo selalu minta dicintai sama Devan. Murahan tahu gak."

Lamia menitikkan air matanya. Kok ada ya orang sejahat seperti Candra. Apa mencintai Devan adalah sebuah kesalahan? Ia hanya mencoba memperjuangkannya.

"Lo jahat."

"Gue cuma berusaha nyadarin lo. Berhenti atau lo bakal semakin rasain sakit."

•••

Vanya paham mengapa banyak mahasiswa yang suka mengeluh dan banyak berhenti. Tugasnya memang bukan main-main.

Saat Vanya mengikuti Devan dan teman kelompoknya meneliti dan mewawancarai masyarakat kota, Vanya jadi sedikit paham. Kata teman kelompok Devan meneliti itu tidak boleh asal meneliti. Karena dari penelitian itu jadi suatu pembuktian untuk di berikan kepada dosen kalau mereka benar-benar meneliti.

"Susah ya jadi anak semester lima?" Tanya Vanya pada Cika teman kelompok Devan.

"Ya gitu deh, nanti lo bakal rasain juga."

"Ka---"

Vanya mengerutkan dahinya melihat Lamia yang membuang muka padanya kemudian pergi menjauh dari sini. Padahal Vanya ingin bertanya pada Lamia karena sejak tadi gadis itu hanya terdiam.

"Lo dekat sama Lamia?"

"Kenal doang kak, kan dia senior sama kayak lo."

"Maksud gue lo dekat gitu selain kenal sama Lamia?" Tanya Cika karena ia merasa ada sesuatu antara Lamia dan Vanya.

"Dekat. Dia juga pernah bantuin gue kerjain tugas. Kami juga sering chatan setiap malam."

"Oh....dekat ternyata." Cika mengangguk-anggukan kepalanya.

"Emang kenapa kak?"

"Gak-gak. Gak ada apa-apa kok."

Cika sudah curiga saat Vanya terus memberi senyum pada Lamia sejak tadi tapi Lamia tidak membalasnya. Entah apa rencana Lamia sehingga berniah mendekati Vanya tapi pada intinya ia harus memberitahukan pada Devan.

•••

"Mami!"

Vanya langsung berlari memeluk wanita yang duduk di ruang tamunya. Sudah lama ia tidak bertemu dengan ibu dari sahabatnya ini. Terakhir sekitar delapan bulan yang lalu.

"Papi, Devin!"

"Halo Calon mantu."

Devan memeluk Michel setelah itu memeluk Devin, bocah yang berusia dua tahun tiga bulan adik dari Devan.

"Mami," Panggilnya pada Vanya namun Vanya sama sekali tak mempermasalahkannya karena memang Devin selalu memanggilnya seperti itu.

"Devin dia kak Vanya bukan Mami." Beritahu Lena pada putra kecilnya.

"Nenek."

Devan langsung tertawa. Bukannya memberi salam dan memeluk kedua orangtuanya. Dia malah menertawainya, benar-benar anak durhaka.

"Devan ih. Papi lihat anakmu ini," Adu Lena sehingga Devan langsung mendapatkan tatapan tajam.

"Maaf-maaf Mami. Devan cuma berca---- aduh!

Semuanya tertawa melihat Lena yang menarik telinga Devan termasuk Devin juga.

"Mau kamu Mami kutuk jadi batu tawas?"

"Enggak mau Mami."

"Makanya jangan durhaka jadi anak."

Devan mengerucutkan bibirnya. "Devan cuma bercanda Mami. Gitu aja marah."

"Devan," Michel meloloti Devan.

"Eh Mami sama Papi kok gak ngabarin kalau mau datang," Devan mengalihkan pembicaraan takut jika uang jajannya diturunkan oleh Michel.

"Mami mau kasi suprise sama kamu. Lagian Mami itu rindu sama kamu kingkong. "

"Ih sosweet banget sih Mami ku," Devan mencubit gemas kedua pipi Maminya.

"Ih apaansih."

"Sudah-sudah jangan berantam lagi. Mending kita makan aja. Aku sudah lapar dari tadi hehehe," Vanya menyengir lebar setelah mengatakan itu.

"Benar juga ayo." Setuju Denis

"Ayo sayang." Ajak Vanya pada Devin yang langsung digendongnya. "Ayo Papi."

Devan langsung bengong. Itu ditujukan untuknya kan? Vanya tadi mencoleknya sebelum berjalan pergi dari ruang tamu.

"Woi jangan bengong Papi," Michel mengagetkan putranya yang bengong.

"Iya tahu tuh Papi, jangan diam baek aja kamu dipanggil tuh sama Mami." Tambah Lena ikut menggoda putranya.

"Mami!" Pekik Devan begitu kesal.

1
Istiy Ana
Perempuan tuh butuh kepastian Dev, lebih baik nyatakan ke Vanya apapun yg terjadi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!