Sofia Amara, wanita dewasa berusia 48 tahun yang hanya dipandang sebelah mata oleh suami dan anak-anaknya hanya karena dirinya seorang ibu rumah tangga.
Tepat di hari pernikahan dirinya dan Robin sang suami yang ke-22 tahun. Sofia menemukan fakta jika sang suami telah mendua selama puluhan tahun, bahkan anak-anaknya juga lebih memilih wanita selingkuhan sang ayah.
Tanpa berbalik lagi, Sofia akhirnya pergi dan membuktikan jika dirinya bisa sukses di usianya yang sudah senja.
Di saat Sofia mencoba bangkit, dirinya bertemu Riven Vex, CEO terkemuka. Seorang pria paruh baya yang merupakan masa lalu Sofia dan pertemuan itu membuka sebuah rahasia masa lalu.
Yuk silahkan baca! Yang tidak suka, tidak perlu memberikan rating buruk
INGAT! DOSA DITANGGUNG MASING-MASING JIKA MEMBERIKAN RATING BURUK TANPA ALASAN.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DAAP 28
Beberapa bulan setelah kontrak kerja sama dengan Rex Corporations, bisnis Sofia berkembang dengan pesat. Koleksi desainnya semakin diminati, butik yang dulu kecil kini berubah menjadi lebih luas, lebih profesional, dan lebih mudah dijangkau oleh pelanggan dari berbagai kalangan.
Kini, Sofia tidak lagi bekerja hanya dengan Yaya dan Lia. Ia telah memiliki tim yang lebih besar, termasuk beberapa penjahit berbakat serta staf khusus yang menangani pengemasan dan administrasi. Dengan sistem kerja yang lebih terorganisir, butik Sofia semakin efisien dalam menangani pesanan yang terus berdatangan.
Semua ini tidak akan tercapai tanpa bantuan Edward dan Elleanor.
Dua anak kembar itu dengan segala sumber daya dan koneksi mereka membantu Sofia mendapatkan tempat baru yang lebih strategis. Berkat mereka, butik Sofia kini berada di lokasi yang lebih luas, dengan fasilitas yang jauh lebih memadai.
Hari ini, seperti biasa, Sofia tengah sibuk di ruang kerjanya. Jemarinya lincah menggambar sketsa desain baru di atas tablet, fokusnya tertuju sepenuhnya pada pola dan detail yang sedang ia susun.
Tiba-tiba, suara langkah cepat terdengar dari luar.
"Tante Sofiaaa!"
Sofia hampir terlonjak kaget saat Elleanor tiba-tiba menerobos masuk dan langsung berdiri di sampingnya. Gadis itu terkekeh melihat ekspresi terkejut Sofia.
"Kamu ini, bisa nggak sih masuk dengan lebih tenang?" Sofia menggelengkan kepala, tetapi tidak bisa menyembunyikan senyum kecil di bibirnya.
Elleanor, dengan mata berbinar penuh antusias, langsung menyodorkan ponselnya ke hadapan Sofia.
"Lihat ini, Tante! Ada lomba desain fashion skala nasional! Pemenangnya bakal dapat kesempatan memperkenalkan brand mereka di event internasional!"
Sofia mengernyit. "Lomba desain?"
Elleanor mengangguk cepat. "Iya! Dan kalau Tante menang, butik ini akan semakin terkenal! Ini kesempatan besar!"
Sofia menatap layar ponsel Elleanor, membaca detail lomba tersebut. Hatinya sedikit ragu—sudah lama sekali ia tidak mengikuti kompetisi. Ia dulu pernah bermimpi menjadi desainer besar, tetapi kehidupan pernikahannya dengan Robin menghancurkan semua impiannya.
Namun sekarang … ia sudah bukan Sofia yang dulu.
Ia menatap Elleanor yang masih menunggu dengan penuh harap. Gadis itu benar—ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh ia lewatkan.
Sofia menarik napas panjang, lalu mengangguk.
"Baiklah, Tante akan ikut lomba ini."
Elleanor bersorak senang. "Yeay! Tante Sofia pasti menang!"
Sofia tersenyum. Ia tahu, ini bukan hanya tentang memenangkan lomba—ini tentang membuktikan pada dunia, dan pada dirinya sendiri, bahwa ia mampu.
*****
Butik Vanessa yang dulu sempat berjaya kini semakin sepi. Tidak ada lagi antrean pelanggan, tidak ada pesanan yang membanjiri, bahkan sekadar lalu lalang orang yang sekadar mampir pun nyaris tidak ada.
Dari balik kaca kantornya, Vanessa melihat pegawainya hanya duduk santai, memainkan ponsel tanpa ada pekerjaan yang bisa dilakukan.
Ia mengernyit kesal. "Kenapa semua orang malah santai?! Tidak ada pelanggan bukan berarti kalian bisa bermalas-malasan!" bentaknya.
Para pegawai hanya saling pandang, tidak ada yang berani menjawab. Vanessa mendengus, mengambil laporan keuangan yang baru saja diberikan oleh asistennya, Cindy.
Saat matanya membaca angka-angka di dalamnya, wajahnya seketika berubah.
Keuangan butik ini sedang berada di ambang kehancuran.
Vanessa mengepalkan tangannya, mencoba menahan rasa panik. "Kenapa bisa begini?! Bukankah dulu butik kita selalu laris?!"
Seorang pegawai akhirnya memberanikan diri berbicara. "Bu Vanessa … sekarang semua orang membeli di butik S.A. Itu yang sedang viral sekarang."
Vanessa mengerutkan kening. "S.A?"
Cindy mengangguk cepat. "Iya, Bu. Butik S.A sedang booming di mana-mana."
Sambil berkata begitu, Cindy menunjukkan layar ponselnya kepada Vanessa.
Vanessa menatap deretan foto pakaian butik S.A yang memenuhi sosial media. Desainnya … sangat bagus. Bahkan, terlihat lebih elegan, eksklusif, dan berkelas dibandingkan desainnya sendiri. Banyak selebriti, influencer, hingga sosialita yang mengenakan pakaian dari butik tersebut.
Vanessa terdiam.
Dalam hati, ia terpaksa mengakui—desain butik S.A memang lebih menarik dan inovatif. Tapi egonya terlalu besar untuk menerima kenyataan itu.
"Hah! Biasa saja," katanya dengan nada meremehkan. "Hanya karena sedang viral, semua orang ikut-ikutan beli. Nanti juga bosan sendiri!"
Namun, rasa penasaran mulai tumbuh di dalam dirinya.
Ia menyipitkan mata. Siapa sebenarnya pemilik butik S.A?
"Apakah kita tahu siapa pemilik butik itu?" tanya Vanessa dengan nada dingin.
Cindy menggeleng. "Tidak ada informasi yang jelas tentang pemiliknya, Bu. Semua orang hanya mengenalnya sebagai S.A. Tapi beberapa sumber mengatakan kalau pemiliknya wanita yang sangat berbakat."
Vanessa menyeringai tipis. "Kalau begitu, cari tahu siapa dia. Aku ingin tahu … siapa yang berani bersaing denganku."
Dalam hatinya, ia merasa tak nyaman.
Entah kenapa … nama S.A terdengar begitu familiar.
***
Langit sore mulai berubah jingga saat Vanessa mengendarai mobilnya menuju rumah. Wajahnya masih terlihat kesal setelah melihat laporan keuangan butik yang terus merosot. Kejayaannya kini terancam, dan itu semua gara-gara butik S.A.
Tapi semuanya berubah ketika matanya tanpa sengaja menangkap sosok yang begitu familiar di trotoar.
Sofia.
Vanessa langsung mengerem perlahan dan memperhatikan dari balik kaca mobilnya.
Di samping Sofia, berdiri seorang gadis muda yang sangat cantik. Rambutnya panjang tergerai, posturnya anggun, dan wajahnya… sangat mirip dengan Sofia.
Vanessa mengerutkan dahi.
Siapa gadis itu?
Dari sudut pandangnya, gadis itu tampak berbicara akrab dengan Sofia, sesekali tertawa bersama. Mereka terlihat begitu dekat—seperti kakak dan adik.
Namun, sebuah pikiran licik langsung muncul di kepala Vanessa.
Jangan-jangan … Sofia punya anak dari masa lalunya?
Atau lebih buruk lagi…
Sofia berselingkuh dari Robin dan memiliki anak di luar nikah?
Vanessa menutup mulutnya, hampir tertawa. Ini bisa menjadi senjata yang sangat bagus!
Jika ia bisa meyakinkan Robin dan kedua anaknya, Mikaila dan Reno, bahwa Sofia memiliki masa lalu yang kotor, maka citra Sofia akan hancur.
Vanessa menyeringai sinis.
"Menarik …." gumamnya.
Tanpa membuang waktu, ia langsung menancap gas mobilnya dan melaju pulang dengan semangat baru. Ia akhirnya punya cara untuk menjatuhkan Sofia.
Vanessa menggenggam setir mobilnya erat. Matanya menatap lurus ke depan, tapi pikirannya terus bekerja, memikirkan dua musuh besar yang harus ia singkirkan—Sofia dan pemilik butik S.A.
Sofia…
Wanita itu sudah cukup membuatnya muak. Setelah berhasil merebut Robin, seharusnya kehidupan Vanessa berjalan mulus. Tapi kini, malah terasa semakin buruk.
Awalnya, ia mengira Sofia akan hancur setelah ditinggalkan, tapi kenyataannya? Sofia malah semakin bersinar.
Dan sekarang, ia melihat Sofia dengan gadis muda yang wajahnya terlalu mirip dengannya. Ini bisa menjadi celah besar untuk menjatuhkan mantan istri Robin itu.
Lalu, ada satu musuh lagi …
S.A.
Pemilik butik itu adalah penghalang terbesar bisnisnya saat ini. Sejak butik S.A viral, butik miliknya mulai sepi, omzet menurun drastis, dan ia bahkan kesulitan membayar pegawai.