"Tidak perlu Lautan dalam upaya menenggelamkanku. Cukup matamu."
-
Alice, gadis cantik dari keluarga kaya. Hidup dibawah bayang-bayang kakaknya. Tinggal di mansion mewah yang lebih terasa seperti sangkar emas.
Ia bahkan tidak bisa mengatakan apa yang benar-benar diinginkannya.
Bertanya-tanya kapankah kehidupan sesungguhnya dimulai?
Kehidupannya mulai berubah saat ia diam-diam menggantikan kakaknya disebuah kencan buta.
Ayo baca "Mind-blowing" by Nona Lavenderoof.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lavenderoof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 Butuh Istirahat
Pelayan berdiri canggung di hadapan majikannya, sebelum akhirnya membuka suara. "Maaf, Tuan, Nyonya. Nona Alice tidak menyentuh makanannya sama sekali sejak pagi. Menu sarapan, makan siang, hingga makan malam tidak disentuh."
Pelayan lain melanjutkan, "Saya melihat Nona terlihat lesu sejak pagi tadi, dan tidak keluar kamar kecuali saat dipanggil oleh Tuan dan Nyonya malam ini."
Kalimat itu membuat Mommy terhenyak. Wajahnya seketika berubah cemas. "Saat aku mengajaknya ke kantor tadi pagi, dia hanya bilang sedang malas keluar saja…" suaranya terdengar bergetar.
Mommy menutup mulutnya dengan tangan, matanya memerah menahan perasaan bersalah. "Bagaimana bisa aku tidak menyadari kalau salah satu putriku sedang sakit…"
Daddy segera merangkul Mommy, mencoba menenangkan istrinya yang tampak begitu terpukul.
"Tenang, sayang… Alice kita akan baik-baik saja," katanya dengan suara mantap, meskipun sorot matanya tidak mampu menyembunyikan rasa khawatir yang dalam.
Namun Cindy, yang berdiri di sisi ranjang Alice, hanya bisa diam membeku. Perasaannya bercampur aduk. Kepanikannya tak dapat ia sembunyikan, apalagi dia tahu persis apa yang menyebabkan Alice sampai seperti ini.
Mendengar yang begitu mengejutkan telah membuat adiknya syok hingga kehilangan selera makan dan akhirnya pingsan. Cindy menggenggam erat jemari Alice yang dingin, matanya memohon agar adiknya segera membuka mata.
Mommy, yang tidak tahan lagi, akhirnya menoleh ke dokter yang sedang memeriksa Alice.
"Dok, kenapa putriku belum sadar juga? Apa ada yang salah dengan keadaannya?" tanyanya dengan suara serak, penuh kecemasan.
Dokter berhenti mencatat di clipboard-nya dan menghela napas kecil sebelum menjawab.
"Nyonya, tidak perlu terlalu khawatir. Putri Anda tidak dalam kondisi yang membahayakan. Dari pemeriksaan, dia mengalami dehidrasi ringan dan kelelahan akibat kurangnya asupan makanan dan cairan dalam tubuh. Ini juga bisa diperburuk oleh stres emosional yang cukup berat."
Mommy menatap dokter dengan raut tidak percaya. "Stres? Apa itu yang membuatnya seperti ini?"
Dokter mengangguk. "Betul. Stres dapat memengaruhi tubuh lebih dari yang kita sadari. Kami sudah memberinya cairan infus dengan vitamin untuk membantu pemulihan energinya. Kondisinya akan jauh lebih baik begitu infus ini selesai, sekitar satu hingga dua jam ke depan."
Daddy yang tetap menjaga sikap tegar segera berkata, "Dok, pastikan putri bungsu kami baik-baik saja."
"Tentu, Tuan Swan." dokter menjawab dengan tenang.
"Namun, saya sarankan untuk membiarkannya istirahat sepenuhnya malam ini. Setelah infus selesai, tubuhnya akan mulai terasa segar, tapi dia tetap butuh waktu hingga besok pagi untuk benar-benar pulih. Saya juga menyarankan agar Nona Alice menghindari tekanan emosional berlebihan untuk beberapa hari ke depan."
Mommy mengangguk pelan, masih memegangi dada seakan perasaan bersalah itu menghimpitnya. Daddy menepuk bahunya lembut, mencoba memberi ketenangan.
"Do you hear that? Dia akan pulih, sayang. Kita hanya perlu memberinya waktu."
Alice masih terbaring dengan wajah pucat, cairan infus mengalir perlahan ke tubuhnya. Mommy duduk di samping tempat tidur, membelai lembut rambut putri bungsunya. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran.
"Kamu harus cepat sembuh, Alice sayang. Jangan buat Mommy khawatir seperti ini lagi," bisiknya pelan, sambil mencium kening Alice.
Namun, saat ia menoleh, pandangannya tertuju pada Cindy yang berdiri tak jauh dari sana, tampak diam namun matanya sedikit lelah.
"Bagaimana denganmu, sayang? Kau pasti kelelahan juga," tanya Mommy dengan nada lembut.
Cindy menggeleng cepat. "No, Mom. I'm okay."
Tapi sebelum Mommy bisa melanjutkan, Daddy langsung berkata, "Dok, tolong periksa putri sulungku juga. Hari ini dia bekerja di kantor seharian. Pasti dia kelelahan juga."
Dokter, yang baru selesai memeriksa Alice, melirik ke arah Cindy. "Baik, Pak. Saya akan memeriksanya."
Cindy mendesah kecil, merasa pemeriksaan ini tidak perlu, tapi ia membiarkan dokter memeriksa tensi dan denyut nadinya. Setelah beberapa saat, dokter tersenyum.
"Nona Cindy dalam kondisi baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda kelelahan serius. Namun, jika Nona mau, saya bisa memberikan infus vitamin untuk membantu menjaga daya tahan tubuh."
"Iya, pasangkan juga," ucap Daddy tegas.
Cindy buru-buru menolak. "No, tidak perlu."
"Sayang, ini demi kebaikanmu. Wajahmu juga terlihat sangat lelah, kan?" Mommy menimpali, memandangi putrinya dengan tatapan cemas.
"No, I'm totally fine, Mom. Aku hanya mengkhawatirkan adikku." Cindy berusaha meyakinkan mereka, sambil menatap Alice yang terbaring tak berdaya di ranjang.
"Kau yakin?"
Cindy mengangguk mantap. "I promise, Dad."
Setelah memastikan keadaan Alice yang sudah terawat dan Cindy yang baik-baik saja, Daddy bergantian mencium kening mereka. Lalu mengantar dokter keluar kamar.
Mommy mendekati Cindy yang masih duduk di sisi ranjang Alice, menggenggam tangan adiknya dengan penuh perhatian.
ig : lavenderoof