S 2. "Partner"
Kisah lanjutan dari Novel "Partner"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca novel ini. Agar bisa mengikuti kisah lanjutannya.
Bagian lanjutan ini mengisahkan Bu Dinna dan kedua anaknya yang sedang ditahan di kantor polisi akibat tindak kejahatan yang dilakukan kepada Alm. Pak Johan. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk lolos diri dari jerat hukum. Semua taktik licik dan kotor digunakan untuk melaksanakan rencana mereka.
Rencana jahat bisa menjadi badai yang menghancurkan kehidupan seseorang. Tapi tidak bagi orang yang teguh, kokoh dan kuat di dalam Tuhan.
¤ Apakah Bu Dinna atau kedua anaknya menjadi badai?
¤ Apakah mereka bisa meloloskan diri dari jerat hukum?
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Menghempaskan Badai"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. MB 28
...~•Happy Reading•~...
Apa yang terlintas di benak Lianty membuat dia memegang dadanya. 'Kalau Tuhan tidak menolongku, mengeluarkan mereka dari rumah, mungkin mereka bisa lakukan hal itu juga padaku.' Lianty membatin sambil memikirkan apa yang dilakukan kedua anak Pak Gustav selama hidup bersamanya dalam satu rumah.
Bu Dessy melihat perubahan sikap dan wajah Lianty. "Mulut mereka sama jahatnya dengan hati mereka. Jadi berhati-hatilah, Jeng. Gak usah bersinggungan dengan mereka, supaya gak gatal mata dan makan hati pahit." Bu Dessy coba mengurangi rasa tegang dengan ucapan kiasannya.
Lianty jadi menurunkan tangannya dari dada dan coba tersenyum. "Terima kasih sudah mengingatkan, Bu. Aku akan lebih berhati-hati terhadap mereka." Lianty jadi ingat yang dikatakan Mamahnya. 'Apa yang keluar dari mulut berasal dari hati. Jadi pahit atau manis kata-kata seseorang bersumber dari rasa hatinya.' Lianty membatin.
Bu Dessy terus mengingatkan Lianty seperti seorang ibu kepada putrinya, membuat Lianty terharu. "Oh iya, Bu. Apa mau sekalian makan siang sebelum pergi belanja?" Lianty menawarkan setelah melihat minuman sudah habis dan mau tiba waktu makan siang.
Bu Dessy merasa sedikit lega melihat Lianty mulai tenang. "Terima kasih, Jeng. Ibu langsung beli yang diperlukan saja. Lagi pingin makan masakan rumahan." Bu Dessy menepuk pelan tangan Lianty dan jadi memikirkan masakan yang sudah disiapkan di rumah.
Lianty mengangguk, lalu berdiri diikuti oleh Bu Dessy. "Nanti kalau sudah di rumah ibu ingat sesuatu tentang mereka, ibu telpon Jeng Anty. Hati-hati jaga diri dan jagoannya, ya. Kiranya Tuhan lindungi." Ucap Dessy sebelum berpisah.
Lianty jadi tersentuh mendengar ucapan Bu Dessy, lalu memeluknya. "Sama, Bu. Tuhan lindungi Ibu dan keluarga juga. Jaga kesehatan, ya, Ibu." Lianty mengusap punggung Bu Dessy.
Setelah Bu Dessy menuju Swalayan, Lianty kembali ke tempat pemasaran dimana Rally sedang menunggunya. "Kau sudah evaluasi tempat ini dan pegawai?" Tanya Lianty kepada Rally yang datang mendekatinya.
"Sudah, Bu. Saya sudah bicara dengan para pegawai yang sedang bertugas di sini. Ada beberapa masukan yang perlu saya bicarakan dengan Ibu." Rally memperlihatkan catatan di tangannya.
Mendengar itu, Lianty langsung melihat sekitar. "Kalau begitu, mari kita bahas setelah makan siang. Tolong reservasi tempat buat kita." Lianty ingin membahas, sebab rencananya tidak kembali ke kantor.
Rally lakukan permintaan Lianty. "Baik, Bu. Silahkan." Rally mempersilahkan Lianty menuju restoran yang sudah direservasi.
Setelah berada dalam restoran, Rally memperlihatkan beberapa foto yang diambil dan juga mendengarkan wawancaranya dengan pengunjung yang datang ke tempat pemasaran.
Lianty mengangguk puas dengan kinerja Rally, sebab dia tahu apa yang harus dilakukan tanpa diminta. "Baik. Kirim gambar dan rekamannya buat saya. Nanti saya pelajari di rumah, karena saya tidak kembali ke kantor."
Sambil menunggu menu mereka disajikan, Rally mengirim yang diminta Lianty. Sedangkan Lianty melihat-lihat pengunjung Mall lewat jendela kaca restoran. Tiba-tiba dia terkejut dan kembali melihat ke arah yang baru dilihatnya. "Ada apa, Bu?" Tanya Rally yang melihat perubahan wajah bossnya.
Lianty menggeleng, tidak yakin. "Tadi saya seperti melihat seseorang yang dikenal di luar." Jawab Lianty lalu menggerakan tangannya agar tidak perlu dibahas.
Namun Lianty tidak bisa mengalihkan pikirannya dari apa yang terpikirkan, walau dia berusaha memperhatikan foto yang dikirim Rally. Perasaannya jadi tidak enak dan tidak tenang, walau tidak ada yang dikenal di luar restoran.
...~°°°~...
Beberapa waktu kemudian Rally mengantarkan Lianty pulang ke rumah. "Terima kasih, Rally. Besok saya telpon, mau ke kantor jam berapa." Ucap Lianty sebelum turun dari mobil. "Siap, Bu. Kalau begitu, saya langsung pamit." Rally mengerti maksud boss nya yang sudah bilang belum punya mobil.
Setelah masuk ke rumah, Lianty menuju kamar untuk istirahat sebelum jemput Felix yang masih ada di rumah Omahnya. Dia sudah mengirim pesan kepada Mamahnya, bahwa akan jemput Felix agak sore. Sebab apa yang didengar dari Bu Dessy sangat mengganggu pikirannya.
Berulang kali dia memikirkan kedatangan Gina di rumahnya dan kepergian suaminya yang tiba-tiba tanpa mengatakan apa pun padanya. 'Apakah mereka semua sudah dibebaskan? Tapi mengapa hanya Gina yang datang ke sini? Mengapa tidak bersama Oseni?'
'Apakah Gina hanya umpan untuk memancing Mas Gustav keluar dari rumah untuk membiayai mereka?' Banyak pertanyaan dalam pikiran Lianty tentang kedua anak tirinya.
'Mengapa aku jadi berpikir negatif?' Tanya Lianty sambil menggelengkan kepalanya. 'Tuhan, tolong bersihkan hatiku.' Lianty terus berkata dan berdoa setelah berada dalam kamarnya.
Ketika meletakan tas di atas meja rias, Lianty jadi ingat cerita Bu Dessy tentang Oseni dan Gina yang dituduh mencuri perhiasan Bu Penny. 'Jika yang dituduhkan benar, berarti mereka memang tangan panjang. Jangan-jangan yang ambil uangku dulu adalah mereka.' Lianty membatin. Dia ingat uangnya sering hilang dari dalam dompet, saat Oseni dan Gina masih tinggal bersamanya.
^^^Saat itu dia tidak mau tanyakan kepada Pak Gustav, agar tidak tersinggung. Dia juga juga tidak bertanya kepada Oseni atau Gina, agar tidak terjadi keributan dalam rumah.^^^
^^^Dia berpikir mungkin Pak Gustav ambil untuk beli bensin dan lupa bilang padanya. Tapi karena terjadi beberapa kali dan suaminya tidak mengatakan apa pun, dia tidak menyimpan lagi uang tunai di rumah. Dia berharap, dengan demikian Pak Gustav akan bertanya jika tidak menemukan uang dalam tasnya. Namun sampai kedua anaknya pergi dari rumah, Pak Gustav tidak pernah menyinggung hal itu.^^^
Mengingat itu, dia sangat bersyukur tidak menuruti permintaan Pak Gustav agar Gina tinggal dengan mereka lagi. Lianty menghembuskan nafas lega, lalu melepaskan blazernya untuk mandi dan istirahat.
Namun sebelum dia melepaskan rok dan menuju kamar mandi, pintu kamarnya diketuk. Lianty segera melihat siapa yang datang lalu membuka pintu. "Ada apa, Mbak?" Tanya Lianty kepada ART yang berdiri takut-takut di depan kamarnya.
"Bu, bapak ada datang di depan. Kami belum buka pintu seperti yang ibu bilang." ART menjelaskan. "Papa Felix datang?" Lianty jadi terkejut dan heran. "Iya, Bu. Masih di depan." ART kembali menjelaskan.
Lianty segera menutup pintu kamar, lalu berjalan cepat ke pintu depan. Ketika melihat dari jendela, Pak Gustav sedang berjalan mondar-mandir di halaman, dia bersyukur tidak jadi menjemput Felix dari rumah orang tuanya. Dia yakin Pak Gustav pulang ke rumah bukan untuk bermaksud baik, sebab wajah marah dan gelagatnya seperti banteng terluka.
Lianty meminta ART berdiri di belakang pintu untuk berjaga-jaga, lalu membuka pintu dan mengunci pintu di belakangnya.
Pak Gustav yang sedang berusaha menahan marah, karena tidak dibukakan pintu oleh pelayan, langsung mendekati Lianty yang berdiri melihatnya dari teras. "Apa maksudmu bilang ke pelayan, aku tidak boleh masuk rumah? Apa aku ini tamu? Aku ini suamimu." Bentak Pak Gustav, emosi.
Namun ucapan Pak Gustav membuat Lianty marah. "Suamiku? Berulang kali kau bilang suamiku. Apa kau tahu artinya?"
...~°°°~...
...~●○♡○●~...
pada akhirnya pak gustav menyesal🤣🤣🤣🤣
terpaksa dech pak gustav ke kantor naik ojol🤣🤣🤣🤣🤣🤣
kasihan pak gustav🤣🤣🤣🤣🤣🤣