The Darkest Kiss

MENINGGALKANNYA

“Bagus! Tidak sia-sia aku mengelabuhi polisi itu. Dan iya, bagaimana dengan Jax?” tanya Salvatore yang saat ini menikmati beer nya di ruang kerjanya dengan santai.

Tentu, dia baru saja mendapat kabar tentang kematian Vegas lewat seorang polisi yang berhasil dia ancam. Meski seharusnya dia ingin menyiksa Vegas, namun Salvatore menginginkan Gaby. Putri pria sialan yang sudah berani berkhianat itu, karena dia seorang detektif.

“Masih tidak ada informasi Tuan. Saat mencoba mencari tahu.” Ucap anak buahnya dengan takut.

Sementara Salvatore meremas kuat gelas kaca itu hingga membantingnya kesal.

“Cari tempat lokasinya di New York, CARI TAHU KE PARA GANGSTER LAINNYA!!” kesal Salvatore berteriak marah hingga pria berkaos hitam itu segera bergegas keluar dan membawa teman-temannya untuk pergi ke New York.

“Aku tidak akan membiarkan mangsaku di ambil.” Gumam Salvatore benar-benar memiliki ambisi dan dendam yang selalu susah hilang. Begitulah dia di kenal.

...***...

Sementara di Tabasco. Gaby dan Jax masih duduk diam di dalam mobil. Wanita itu baru saja selesai menangis dan kini merenung.

“Sekarang apa?”

Jax menoleh ketika wanita itu mulai membuka pembicaraan setelah 2 jam lebih mereka berdiam diri.

Gaby menoleh menatap ke arah Jax yang masih diam dan memandanginya. “Apa rencanamu? Kita tidak akan bisa mencari ayahku lagi. Dia sudah tewas.” Lirih Gaby menahan kesedihannya atas kematian ayahnya.

“Kita bisa mencari jasadnya jika kau mau. Dan menguburnya dengan layak.” Ujar Jax memiliki ide yang bagus, namun Gaby tak kuasa dengan semua itu.

Dia tertunduk menggigit bibir bawahnya ketika menahan tangisnya.

Melihatnya saja membuat Jax tak bisa berkutik banyak. Pria itu ikut terdiam dan ikut merasakan kesedihan yang sama. Hingga tak ada pilihan lain, Jax akhirnya menyalakan mobilnya, melaju entah kemana tujuan mereka yang penting kini dia sedang menyetir untuk menghilangkan rasa khawatirnya kepada Gaby yang bukan siapa-siapa baginya.

Sedang wanita itu masih diam saja. Sungguh! Mendengar ayahnya masih hidup lalu di bunuh, hati seorang anak yang mana tidak sedih.

.

.

.

Menempuh perjalanan yang cukup jauh, hingga saat sadar, Gaby membuka matanya dengan kepala yang lelah akibat memikirkan ayah nya. “Jax?” panggilnya pelan saat dia menyadari bahwa kini ia berada di sebuah ruangan dan di atas sofa.

Gaby mengernyit heran saat ia mulai sepenuhnya sadar dan terduduk dengan wajah panik.

“Ah, kau sudah bangun!” sapa seorang wanita paruh baya yang baru saja tiba bersama anak laki-lakinya yang masih berusia 12 tahun.

Gaby menatap bingung, hingga bahasanya pun masih membuat Gaby tak mengerti sampai wanita berkulit cokelat itu tersenyum dan menyapanya dengan bahasa Inggris.

“Aku sudah membuatkan sarapan untukmu, kau bisa menikmatinya selagi di sini!” ucap wanita bernama Moana dengan senyuman ramah, begitu juga dengan anak laki-lakinya.

“Si-siapa yang membawaku kemari? Dan, dimana ini? Di mana Jax?” tanya Gaby bertubi-tubi hingga Moana saling berhadapan dengan putranya tanpa senyuman.

“Jax pergi setelah menitipkan mu ke sini. Dia bilang kau akan kembali ke New York dengan tiket ini.” Jelas Moana memberikan secarik tiket pesawat VIP kepada Gaby.

Wanita terkejut dan melihatnya. Tiga hari lagi keberangkatan pesawat tersebut. Namun rasanya sangat aneh ketika tidak ada Jax di sampingnya.

“Dia pergi kemana?” tanya Gaby dengan sedih.

Moana menggeleng tak tahu. ”Dia bilang ada urusan penting, dan menyuruh mu untuk tetap di dalam rumah sampai pemberangkatan ke New York.” Jelas anak laki-laki itu yang rupanya sudah diberitahukan oleh Jax sendiri.

Gaby menunduk menatap tiket pesawat itu dengan tak terima. Kenapa Jax harus meninggalkannya di sini sendirian?

Tak tahu harus pergi kemana? Gaby memilih diam di rumah sederhana itu bersama Moana dan putranya, meski hatinya sedikit sedih karena Jax meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan apapun.

...***...

Menjelang malam. Jax berdiri di sebuah kotak telepon. Dengan wajah serius pria itu tengah berbincang dengan seseorang— dan orang itu adalah anak buah Salvatore.

[“Dia ada Coatzacoalcos, kalian bisa membawanya sendiri.”] Ucap Jax yang langsung mematikan panggilan tersebut dengan wajah terpaksa, pria itu itu mulai berjalan ke arah mobil putih yang dia pakai.

Jax duduk di depan mobilnya, mendongak sembari memejamkan matanya. “Lupakan dia, penjahat sepertimu tidak pantas untuknya.” Gumam Jax sadar diri.

“Hm.. Kau benar! Meninggalkan wanita itu sendirian di negeri asing. Sungguh hal tidak diduga!” ucap seorang wanita yang tiba-tiba saja muncul hingga berdiri di dekat kotak telepon tadi dengan menikmati minuman segar lewat sedotan dan gelas yang terbuat dari kelapa tua.

Jax menatapnya dengan kerutan alis saat melihat wanita itu.

“Kebetulan sekali aku menemukanmu di sini.” Balas Jax menyeringai kecil saat melihat wanita yang memang ingin dia temui.

Hattie tersenyum miring dan berjalan mendekatinya.

“Sudah mendapatkan sesuatu yang kau cari?!”

Ucapan Hattie benar-benar membuat Jax yakin bahwa wanita itu bukanlah wanita sembarangan.

“Who are you?” tanya Jax menatap tajam dan tegas.

Hattie tersenyum tipis. “Jika aku jelaskan kau tidak akan percaya! Tapi yang pasti, aku datang menemui mu untuk membantumu.” Ucapnya membuat Jax perlahan mulai tersenyum tak percaya.

“Kalau begitu pergilah.” Jax langsung berjalan kearah pintu mobilnya dan membukanya.

“Aku akan menemui mu lagi! See you again!” balas Hattie dengan senyuman lebar sehingga Jax yang ada di dalam mobilnya pun hanya menggeleng tak percaya.

“Putramu sangat menyebalkan tuan Martinez!” gumam Hattie menyeringai kecil.

Selama perjalanan, Jax tak bisa berpikir tenang dan terus mengkhawatirkan keadaan Gaby di sana. Dia mencoba mengelaknya, namun itu membuat perasaannya semakin kuat. “Shit!” umpat kesal Jax memukul setirnya sekali pukulan yang cukup keras.

Pria itu langsung memutar mobilnya ke arah yang berlawanan dengan wajah serius dan tatapan tajam.

...***...

Beberapa jam berlalu. Gaby yang sedari tadi hanya diam di sofa ruang tamu yang memang hanya ada satu kamar saja di sana untuk Moana dan putranya.

Tok! Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu membuat Gaby tersentak kaget.

Ia menoleh ke arah Moana yang baru saja keluar dari kamar usai putranya tidur. “Siapa?” tanya Moana pelan kepada Gaby.

Wanita cantik itu menggeleng tak tahu. Hingga ketika Moana hendak membuka pintu, Gaby mengehentikan nya dan menggeleng.

Tentu, dia sangat takut jika itu adalah musuh seperti Rian atau para pria dengan pakaian rapi saat itu? Entahlah, tapi yang pasti, Gaby tidak ingin gegabah.

Suara ketukan pintu kayu itu semakin keras hingga Moana sendiri terlihat panik. “Aku akan membukanya, mungkin saja itu Jax.” Bisik Moana dengan yakin.

Mereka tidak bisa melihat ke jendela, karena tidak ada jendela di dekat pintu rumah Moana.

Namun sebelum membukanya, Moana menyuruh Gaby untuk bersembunyi dan berjaga-jaga hingga akhirnya ia mulai membuka pintu dan sekelompok pria langsung saja menerobos masuk.

“Di mana wanita itu?” tanya seorang pria dengan topi koboi dan tatapan mematikan kepada Moana. Ya! Dia Rian, yang masih tak jerah dan ingin menangkap Gaby karena uang jutaan dollar nya sudah dibawa kabur oleh Ming. Dia tidak mau rugi dengan melepaskan Gaby kan.