Trisha Adalah gadis yang tinggal di sebuah desa di australia, keluarganya sangat ketat dengan pergaulannya, ia bersama sepupunya Freya hanya di perbolehkan bekerja dirumah dan membantu pekerjaan rumah, bahkan ia tidak di perbolehkan untuk bekerja atau pun kuliah. Sampai di suatu ketika Freya membawa kabar bahagia pada Trisha bahwa ia akan menikah dengan seorang lelaki yang berasal dari ibu kota. Kedua keluarga membuat perjodohan itu, dan semuanya mulai di sibukan untuk acara pernikshsn, namun tanpa disangka-sangka Trisha bertemu dengan seorang lelaki tampan di sebuah toko kue. Pandangan mereka berdua bertemu, Trisha hanya memandang lelaki itu biasa saja, namun tidak dengan lelaki rupawan bernama Adrian, yang ternyata lelaki yang akan di jodohkan dengan Frey.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Purpledee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28. Menjadi sebuah penyesalan
Sinar matahari pertama merayap masuk, mengintip melalui jendela ke arah Trisha tertidur. Situasi yang damai, nyaman dan bebas dari kekacauan, memikatnya untuk tetap tinggal. Bagi seseorang yang tidak bisa tidur nyenyak akhir-akhir ini, ketenangan dan keheningan murni menyelimuti dirinya adalah sebuah bentuk sinar keselamatan.
Trisha mengecek tubuhnya di balik selimut tebal yang menutupi tubuh telanjangnya. Ia baru tersadar jika hal itu bukanlah mimpi. Dia benar-benar melakukan hubungan intim bersama Adrian untuk pertama kalinya setelah hampir satu tahun menikah.
Adrian tidak ada disampingnya, itu membuat Trisha memiliki waktu untuk mencerna kejadian liar tadi malam, meskipun itu sebenarnya hal yang normal untuk dilakukan oleh sepasang suami istri.
“Akhirnya aku melakukannya.” gumam Trisha pasrah sambil menatap langit-langit.
Derit pintu sampai ketelinganya. Trisha yang grogi terbangun, berusaha menghilangkan bekas rasa kantuknya.
“Aku membawakanmu sarapan pagi.” kata Adrian sambil berjalan menghampiri Trisha.
Ia menyelimuti dirinya. Adrian dengan lembut menyuapi Trisha, dan Trisha tidak menolak. “Apa tubuhmu terasa sakit? Kau tampak pucat.”
Trisha dengan cepat menggeleng, seketika pipinya memerah, tampak seperti akan pecah. Trisha dengan cepat meraih bantal dan membenamkan wajahnya karena sangat malu.
“K-kau kenapa?” tanya Adrian. Trisha menggeleng. “Makananya tidak enak?” tanya Adrian lagi.
“Aku benar-benar sangat malu padamu!”
“Malu? Malu kenapa?”
Trisha menyingkirkan bantal dan menatap Adrian dengan wajah yang merah padam.” kau tidak mengingat tadi malam…”
“Tentu saja aku mengingatnya. Kau malu gara-gara-”
“Jangan bicara!”
Trisha beranjak dan berlalu ke kamar mandi dengan selimut yang menggulung tubuhnya, dan Adrian hanya menahan tawanya.
...○○○...
Pantai Di hawai tidak mereka lewatkan. Mereka menghabiskan hari itu di sekitar pantai, mulai dari berenang di pantai, makan siang dan menikmati berbagai hiburan lainnya. Selayaknya sepasang suami istri yang tengah menikmati bulan madu, hari itu penuh dengan hal manis dan kemesraan.
Terutama Trisha yang merasa jika dia bisa merasakan bagaimana rasanya memiliki suami yang benar-benar mencintainya dan di perlakukan spesial. Semua masalah yang ada seolah-olah menghilang terkubur oleh kebahagiaanya.
Ketika langit mulai berubah, mereka kembali ke hotel. Makan malam sudah tersaji rapih di meja mereka, namun ketika mereka akan memulai makan malam, ponsel Trisha berdering, panggilan itu dari adiknya, Solon.
Ia pergi ke balkon untuk mengangkat telpon itu, sementara Adrian duduk menunggunya. Ia menatap Trisha dari kejauhan sambil menumpu kepalanya dengan tangan, tiba-tiba ia teringat dengan kejadian malam itu.
Namun tiba-tiba Trisha kembali setelah mengakhiri telpon itu, air wajahnya dirundung dengan rasa khawatir, ia segera mengemas semua barangnya. Adrian beranjak dan segera menghampiri Trisha.
“Trish? Ada apa?”
Trisha tidak menjawab pertanyaan Adrian, ia hanya fokus mengemasi barang. Sampai Adrian menarik lengannya dan menemuka kedua mata Trisha yang berlinang. “Katakan padaku!” Kata Adrian.
“I-ibu…ibuku adrian…”
Adrian langsung menarik Trisha ke dalam pelukannya.
...○○○...
Di malam itu Trisha terlambat, ibunya sudah di pindahkan ke rumah duka. Ia datang dengan wajah yang pucat, Solon berhambur untuk memeluknya, Trisha hanya menatap foto ibunya yang sudah di pajang di atas peti mati. Semua keluarga Jeradin pun ikut hadir. Trisha hanya terdiam matanya memerah berlinang air mata. Ia menyeseli semuanya, seandainya ia tidak pergi untuk berbulan madu, dia sudah pasti ada disamping ibunya di saat-saat terakhirnya.
Trisha menjadi lebih murung dan pendiam dari sebelumnya, untuk beberapa hari ia menginap di rumah Freya, tanpa Adrian. Ia terus mengurung diri di kamar ibunya sambil memeluk foto sang ibu, ada lingkaran hitam dimatanya. Ia tidak berbicara dengan siapapun. Tanpa ia duga ponselnya berdering, telpon dari orang yang tidak di kenal. Trisha mengangkat telpon itu dan menunggu seseorang bicara dari sebrang sana.
“Halo kami dari pihak rumah sakit…”
Setelah mendapatkan telpon dari rumah sakit, ia langsung menuju rumah sakit. Disana ia bertemu dengan seorang dokter. Dokter itu yang mengerjakan tes DNA yang Trisha minta. Trisha duduk menatap dokter itu dengan lingkaran hitam di matanya dan wajah yang pucat.
“Sepertinya anda sedang tidak begitu sehat Nyonya.”
“Apa hasil tes DNA nya?” tanya Trisha langsung pada intinya.
“Silahkan di buka-”
“Katakan saja.”
Dokter itu mengerjapkan matanya menatap Trisha. “Hasil tes DNA nya menunjukan hasil 99% cocok.” Trisha terdiam, tubuhnya menjadi kaku.
“Cocok?” tanya Trisha memastikan. “Iya, Cocok.” Trisha terdiam beberapa saat lalu beranjak, dan meninggalkan ruangan dokter, ia berjalan dengan pandangan kosong, hingga akhirnya ia terjatuh dan tidak sadarkan diri.
Beberapa orang mulai mengerumuninya sampai anggota medis di rumah sakit itu membawanya pergi untuk di periksa. Trisha tersadar saat dia sudah dikamarnya. Ada Esme, Adrian, dan anggota keluarga lainnya. “Trish? Kau sudah sadar?” tanya Adrian yang terus menggenggam tangannnya. Trisha segera menarik tangannya lalu memeluk Esme dan menangis dalam pelukannya.
“Tidak apa-apa Trish. Menangislah.” kata Esme.
“Ayo semuanya, biarkan dia beristirahat.” Kata Ny. Audy.
Yang lainnya keluar kecuali, Esme dan Adrian. Perlahan ia melepaskan pelukannya dan mencoba menenangkan diri. “Tenangkan dirimu, nak.” kata Esme. Trisha menutup wajahnya dan kembali menangis. Adrian memyentuh bahu Trisha, namun dengan cepat Trisha menepisnya.
Esme terkejut dengan reaksi Trisha pada Adrian. “Jangan sentuh aku!” kecamnya. “Trish kau kenapa?” tanya Adrian tidak mengerti. “Oke, kau ingin tau kenapa aku seperti ini sakarang? Akan aku tunjukan.”
Esme yang ada di antara mereka tidak tau harus bagaimana bahkan ia tidak memahami situasi macam apa yang tengah terjadi. Trisha mengambil sesuatu dari dalam tasnya, lalu memberikan hasil tes DNA itu pada Esme. “Apa ini, nak?”
“Bu, beberapa hari yang lalu, sebelum kami pergi berbulan madu. Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Lydia dan Adrian di samping halaman. Dan Lydia mengatakan jika anaknya Rinda adalah anak Adrian.”
“Tris, apa maksudmu aku-”
Esme tanpa berbicara apa pun langsung membuka hasil tes DNA itu, ia terdiam beberapa saat. Lalu memegang keplanya, Esme bahkan menutup matanya dengan kuat, berharap semua ini hanyalah mimpi.
“Adrian, katakan padaku yang sebenarnya!” kata Esme. “Ibu Rinda tidak mungkin anakku.” tapi penjelasan itu tidak bisa meredam amarah Esme. Tamparan keras melayang pada wajahnya. “Apa aku gagal membesarkanmu Adrian? Apa yang selama ini kau lakukan! Lihat ini! Lihat! Dia anakmu!” cecar Esme, Sementara Trisha hanya bisa menangis dengan semua rasa sakitnya.
Adrian bersipuh di hadapan Trisha “Trish, aku mohon maafkan aku, semua itu masa laluku. Aku minta maaf Tish, aku sangat mencintaimu-”
“Adrian!” Esme menariknya menjauh dari Trisha.
“Kau tau dia baru saja kehilangan ibunya, dan sekarang… Adrian, aku tidak mau yang lain tau tentang masalah ini, apa lagi sampai terndus oleh media. Selesaikan semuanya! Mengerti?”
“Ibu tap-”
“APA KAU MENGERTI?!” bentak Esme
Adrian mengangguk cepat. Esme kembali pada Trisha dan memeluknya.
...○○○...
Adrian berdiam diri di gazebo sambil berusaha menghubungi Lydia. Namun telponnya tak kunjung terhubung, sampai kesekian kalinya ia menelpon Lydia, dan akhirnya telponnya terangkat.
“Hallo Lydia?”
“Tuan, ada apa menelpon saya?”
“Dengar! Bawa Rinda ke amerika untuk pengobatan. Aku akan mentransfer semua biayanya-”
“Tap-”
“Trisha sudah mengetahui semuanya, dia tau jika Rinda adalah anakku. Aku hanya takut semuanya menyebar, apa lagi sampai ke telinga suamimu. Aku mohon bawa Rinda ke amerika.”
Tidak ada jawaban apa pun dari Lydia.
“Baiklah tuan, hal yang terpenting bagi saya adalah kesembuhan Rinda. Saya tidak peduli anda akan mengakuinya atau tidak, Rinda tetap anak saya.”
“Oke, aku akan mengirimkan uangnya.”
Adrian mengakhiri telponnya Lalu mentransferkan beberapa uang pada rekening Lydia. Untuk beberapa saat ia bisa menghela nafas lega, sebelum Izel datang dan menyampaikan sesuatu.
...○○○...
To Be Countinue...