Cerita Tiger and Crane mengikuti kisah seorang anak bernama Hu Zi yang merupakan seorang anak yatim piatu yang cerdas dan ceria. Namun, suatu hari ia tak sengaja menelan mutiara merah, sebuah harta dari energi Yang terdalam. Kejadian ini, lantas menuntun dirinya kepada seorang master iblis yang suram bernama Qi Xuao Xuan. Dalam dunia hantu dan setan, kepribadian antara Hu Zi (Jiang Long) dengan Qi Xuao Xuan (Zhang Linghe) adalah dua pemuda yang memiliki kepribadian yang berbeda. Mereka akhirnya terpaksa berpetualang bersama karena mutiara merah. Sedangkan Hu Zi dan Qi Xuao Xuan yang diawal hubungan saling membenci menjadi bersatu hingga bersinar satu sama lain. Terlebih setelah mereka melalui banyak ujian hidup dan mati, membuat keduanya tumbuh menjadi lebih kuat satu sama lainnya. Hingga suatu hari, Qi Xuao Xuan masuk penjara karena melindungi Hu Zi. Hu Zi beserta teman-temannya akhirnya mengikuti seleksi nasional untuk master iblis, yang pada akhirnya mereka justru mengungkap konspirasi besar yang merupakan sebuah kebenaran seputar perang iblis yang telah terjadi pada 500 tahun lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bisikan dari Kegelapan
Puing-puing altar hitam itu kini hanya tinggal serpihan yang berserakan di atas tanah. Angin malam berhembus, membawa serta aroma hangus dan dingin yang menyelimuti udara. Tetapi meskipun tempat itu terlihat hening, Hu Zi tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa sesuatu masih mengintai.
“Sudah selesai?” tanya Shen Yue, suaranya penuh keraguan sambil memandang altar yang hancur.
“Belum,” jawab Qi Xuao Xuan dengan dingin. “Hancurnya altar ini hanya awal. Ini seperti membuka pintu ke kegelapan yang lebih besar.”
“Pintu?” Hu Zi mengulang, keningnya berkerut.
“Energi yang kita lawan tadi hanyalah serpihan kecil,” Qi Xuao Xuan menjelaskan sambil menatap ke arah sisa-sisa altar. “Bayangkan, jika altar ini hancur, sesuatu yang lebih besar bisa saja dibebaskan. Kita tidak tahu pasti apa yang ada di sisi lain.”
Yan Zhao mendekat, mencoba mengumpulkan napasnya. “Kau bilang kita menghancurkan sumber kegelapan, tapi kenapa rasanya seperti ada yang salah?”
Sebelum Qi Xuao Xuan bisa menjawab, tanah di sekitar mereka mulai bergetar. Dari retakan-retakan di tanah, muncul kabut hitam pekat yang perlahan menyebar, melilit pohon-pohon di sekitarnya dan menjalar ke kaki mereka.
Hu Zi melangkah mundur dengan panik. “Apa ini?!”
Pria tua yang menemani mereka tampak membeku di tempat, wajahnya memucat seolah-olah melihat sesuatu yang tidak seharusnya ada. “Tidak... ini tidak mungkin...!”
“Apa maksudmu?” Shen Yue mendesak.
“Energi ini... lebih tua dari yang pernah aku rasakan,” pria tua itu bergumam, suaranya bergetar. “Ini bukan sekadar bayangan biasa. Ini adalah roh penjaga kegelapan. Mereka tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja.”
Tiba-tiba, suara bisikan terdengar dari segala arah. Bisikan itu tidak jelas, seperti kata-kata yang terpotong-potong, tetapi semakin lama terdengar semakin keras, membuat Hu Zi merasa seperti ada ribuan jarum yang menusuk pikirannya.
“Berhenti! Berhenti!” Hu Zi menutupi telinganya, tetapi bisikan itu terus merasuk ke dalam pikirannya.
“Hu Zi, fokus!” teriak Qi Xuao Xuan. “Jangan biarkan mereka mempengaruhimu!”
Shen Yue mencoba mendekati Hu Zi, tetapi langkahnya terhenti ketika kabut hitam itu mulai membentuk sosok-sosok manusia yang melayang di udara. Mereka tidak memiliki wajah, hanya mata merah menyala yang menatap langsung ke jiwa mereka.
Yan Zhao mengangkat pedangnya, bersiap bertarung. “Kita lawan mereka, seperti sebelumnya!”
“Tidak semudah itu,” kata Qi Xuao Xuan. “Mereka bukan makhluk fisik. Serangan biasa tidak akan mempan.”
Hu Zi menggenggam pedangnya, mencoba mengumpulkan keberanian. Tapi bisikan itu semakin mengganggu, seperti ada suara-suara yang memanggil namanya dengan penuh kebencian.
“Kau tidak bisa melawan kami...” suara itu berbisik, seolah-olah langsung masuk ke dalam pikirannya. “Kau hanya anak kecil... mutiara merah itu tidak akan menyelamatkanmu...”
Hu Zi menggigit bibirnya, berusaha mengusir suara itu. “Diam! Aku tidak akan mendengarkanmu!”
Cahaya merah dari mutiara di dalam tubuhnya mulai bersinar, melawan kabut hitam yang mencoba melilit tubuhnya. Sosok-sosok itu tampak mundur sedikit, tetapi bisikan mereka tidak berhenti.
“Aku akan membuatmu diam!” teriak Hu Zi sambil menebaskan pedangnya ke arah salah satu sosok.
Cahaya merah itu menyambar sosok bayangan tersebut, menghancurkannya dalam sekali serangan. Tetapi, sebelum Hu Zi sempat menarik napas lega, dua sosok baru muncul menggantikan yang hilang.
“Tidak ada habisnya!” Shen Yue berteriak sambil mencoba melindungi pria tua yang hampir jatuh pingsan karena ketakutan.
“Karena ini bukan pertarungan fisik!” Qi Xuao Xuan berteriak. “Kita harus menemukan sumbernya!”
Mata Hu Zi beralih ke altar yang hancur. Meski sudah menjadi puing-puing, ada sesuatu yang berdenyut di sana—seperti sisa energi yang masih hidup.
“Qi Xuao Xuan!” Hu Zi memanggil dengan panik. “Sumbernya masih di altar! Kita harus menghancurkan semuanya!”
Qi Xuao Xuan menoleh, matanya menyipit ke arah puing-puing itu. “Itu masuk akal. Tapi kita harus bekerja sama. Mereka akan mencoba menghentikan kita!”
Hu Zi, Shen Yue, dan Yan Zhao saling bertukar pandang sebelum mengangguk. Mereka tahu bahwa ini adalah pertarungan hidup dan mati.
“Hu Zi, gunakan kekuatan mutiara itu untuk menyerang langsung!” Qi Xuao Xuan memerintah. “Shen Yue dan Yan Zhao, lindungi dia! Aku akan mengalihkan perhatian mereka.”
Tanpa ragu, Qi Xuao Xuan melompat ke tengah kabut, menyerang sosok-sosok bayangan dengan pedangnya yang bersinar biru. Sementara itu, Hu Zi berlari ke arah altar dengan Shen Yue dan Yan Zhao melindunginya di kedua sisi.
Setiap langkah terasa seperti mendekati jurang kematian. Sosok-sosok bayangan terus menyerang mereka, tetapi Shen Yue dan Yan Zhao bertarung mati-matian untuk menahan mereka. Hu Zi merasakan energi dalam dirinya semakin panas, seolah-olah mutiara merah itu tahu apa yang harus dilakukan.
“Cepat, Hu Zi!” Shen Yue berteriak, tubuhnya mulai lelah.
Hu Zi akhirnya sampai di depan altar yang hancur. Ia mengangkat pedangnya yang kini bercahaya merah terang.
“Ini untuk semua orang yang kalian sakiti!” teriaknya sebelum menebaskan pedangnya ke altar.
Cahaya merah yang luar biasa terang meledak, menyelimuti seluruh area. Kabut hitam mulai menghilang, dan sosok-sosok bayangan itu lenyap satu per satu.
Ketika cahaya itu mereda, Hu Zi jatuh berlutut, terengah-engah. Altar itu kini benar-benar hancur, tidak menyisakan apa pun kecuali debu.
“Kita berhasil?” tanya Yan Zhao, masih memegang pedangnya dengan napas tersengal.
Qi Xuao Xuan mendekat, luka-luka di tubuhnya terlihat jelas tetapi matanya penuh dengan keyakinan. “Untuk saat ini, ya.”
Shen Yue memandang sekeliling, masih waspada. “Tapi kenapa rasanya tidak seperti kemenangan?”
Hu Zi menatap tangannya yang gemetar. Dalam hati, ia tahu Shen Yue benar. Perasaan gelisah itu tidak hilang. Sebaliknya, ia merasa seperti baru saja membuka pintu yang tidak seharusnya dibuka.
“Ini belum selesai,” gumam Hu Zi.
“Belum,” Qi Xuao Xuan setuju. “Tapi untuk malam ini, kita telah selamat. Itu sudah cukup.”