WANTED DILARANG JIPLAK !!! LIHAT TANGGAL TERBIT !!!
Karena ketidaksengajaan yang membuat Shania Cleoza Maheswari (siswi SMA) dan Arkala Mahesa (guru kimia) mengikat janji sehidup semati di hadapan Tuhan.
Shania adalah gadis dengan segudang kenakalan remaja terpaksa menikah muda dengan gurunya Arka, yang terkenal dingin, angkuh dan galak.
Tapi perjuangan cinta Shania tak sia sia, Arka dapat membuka hatinya untuk Shania, bahkan Arka sangat mencintai Shania, hanya saja perlakuan dingin Arka di awal pernikahan mereka membuat lubang menganga dalam hati Shania, bukan hanya itu saja cobaan rumah tangga yang mereka hadapi, Shania memiliki segudang cita cita dan asa di hidupnya, salah satunya menjadi atlit basket nasional, akankah Arka merelakan Shania, mengorbankan kehidupan rumah tangga impiannya ?
Bagaimana cara Arka menyikapi sifat kekanakan Shania.Dan bagaimana pula Arka membimbing Shania menjadi partner hidup untuk saling berbagi? ikuti yu asam manis kehidupan mereka disini..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menang banyak loe !
Shania tidak begitu saja menandatangani perjanjian itu, ia menghitung untung ruginya untuk dirinya.
Ia kembali meraih selembar kertas penentu nasibnya ke depan, entah berapa lama. Apakah ia akan mampu menjalani kehidupan rumah tangga pura pura ini, hanya demi ayahnya dan kejadian memalukan tempo hari.
"Ini point pentingnya mana ?" sentak Shania, alisnya menukik tajam seperti belati yang siap ditancapkan di dada.
"Point apa ?" tanya Arka mengernyitkan dahinya, semua point penting untuknya sudah dijelaskan disitu.
"Bersentuhan lah pak, enak aja ! kalo sewaktu waktu bapak khilaf, saya yang rugi, meskipun ga rugi rugi amat sih," selorohnya tertawa. Bahkan disaat seperti ini saja Shania masih bisa tertawa, apa yang lucu pikir Arka, lagipula siapa yang ingin menyentuh bocah berisik sepertinya.
"Oke tinggal tambah saja, " jawab Arka pada kolom yang masih kosong.
"Ya bapak, lah yang tambah Shania males, " senyumnya. Arka mengangkat alisnya, belum apa apa sudah menyusahkan.
Arka menghela nafasnya, "oke, nih !" Arka meraih pulpennya dan menambahkah point tambahan, tak ada kontak fisik antara dia dan Shania.
"Sudah, puas ? " sungut Arka mendongak.
"Oke, dimana aku tanda tangan ?" tanya Shania merebut pulpen dari tangan Arka.
"Disini, di atas nama kamu, " Arka menunjuknya.
"Sha...ni..a...done !" ucap gadis itu. Dengan begitu 2, 3 pulau terlampaui, pikir Shania. Bisa berdekatan dengan lelaki yang ia kagumi, dan memenangkan taruhan.
Ada rasa menyesal di hati Arka setelah Shania menanda tangani, ia sempat ragu untuk menadatangani surat itu. Pernikahan sejatinya bukan untuk dipermainkan, ia juga hanya ingin menikah satu kali dalam hidupnya.
Sebelum ia benar benar menandatanganinya, Arka buru buru melipat kertas itu dan memasukannya ke dalam tas laptopnya, biar nanti saja ia pikirkan kembali, yang penting Shania sudah setuju.
"Saya pulang duluan, " ucap Arka memecah keheningan antara dia dan Shania, yang sama sama sibuk dengan pikiran sendiri.
"Tunggu ! bapak ga niat apa nganterin calon istri ?!" Shania mengedip ngedip seperti orang cacingan.
"Apa tuh maksudnya ? kamu kelilipan ?" tanya Arka menaikkan alisnya sebelah.
"Ish ! ga peka, ga ngerti. Saya sampe bela belain kabur dari rumah, cuma gara gara pertemuan ini ! jadi ga punya uang lebih buat balik !" jelas Shania berapi api.
"Gitu aja ga ngerti, " masih dumelnya mencicit.
Bukannya mau mengantarkan Arka justru memberinya uang ongkos untuk Shania pulang.
"Ini masih sore, nih ! ongkos taxi kamu buat pulang, soalnya saya masih punya pekerjaan, " jawab Arka menyerahkan selembar uang merah pada Shania.
"Ish, ganteng sih ganteng tapinya dinginnya ga ketulungan," kembali cibirnya menggumam.
"Kalau begitu nanti malam saya ke rumahmu, catat alamatmu ! " jawab Arka langsung berdiri tanpa menunggu persetujuan Shania.
"Nih ! jangan sampe nyasar !" sengitnya tak mau kalah.
Ternyata cowok seperfect di novel yang sering ia baca benar benar hanya fiktif belaka, karangan dan kehaluan para penulisnya saja, jaman begini tak ada kata sempurna, sempurna mah cuma merk tembakau.
Shania harus segera pulang kalau tidak, yang mulia raja pasti akan menyadari kepergiannya, karena ia hanya menyalakan kran shower saat ia pergi, seolah olah ia sedang di kamar mandi. Jangan sampai ada yang menyadari jika ia tak ada di kamar.
Shania cepat cepat menghentikan taxi dan melesat pulang. Untung saja orang rumah tidak menyadari kepergiannya. Shania merebahkan badannya di ranjang, menatap langit langit kamarnya nyalang. Akan seperti apa kehidupan ia kedepannya. Memikirkan ini membuatnya pusing sendiri.
"Sha !!! turun, makan !" pekik bunda dari bawah.
"Iya bun, " pekiknya tak kalah kencang, tak tau saja bunda, kalau Shania baru saja makan.
*********************
Disinilah mereka, ayah Shania duduk di kursi ruang tamu bersama bundanya, dengan Arka datang bersama ibunya.
"Maafkan anak saya atas kejadian yang tidak sengaja sebelumnya pak, bu..." ibu Arka menunduk hormat pada kedua orangtuanya Shania.
"Ini bukan hanya kesalahan Arka saja, tapi mungkin anak saya juga ambil andil dalam kejadian tak mengenakkan ini. Saya yang kurang menjaganya, karena kejadian ini sudah terjadi..maka yang sudah berlalu biarlah berlalu sekarang bagaimana bertanggung jawab atas apa yang sudsh terjadi, dan agar aib ini tidak berlanjut, " jawab ayah Shania.
Shania hanya diam, tak mau angkat bicara, meskipun hatinya sudah sangat gemas dengan ayahnya. Ingin rasanya Shania bicara, jika ia tidak melakukan apapun dengan guru juteknya ini. Tapi ia tak bisa membuktikan jika ia dan Arka tak melakukan apapun.
Kini bagian ibu Arka melirik putra sulungnya itu.
"Maaf atas kejadian dan kesalahpahaman sebelumnya, saya tau yang bapak khawatirkan. Tapi saya bersumpah itu sama sekali tidak terjadi, namun saya pun mengerti, saya sudah memandang yang bukan hak saya. Saya pun tau seorang ayah tidak akan rela jika anaknya yang dijaga selama ini, di cela kan seperti itu, apalagi di depan orang lain, mencoreng nama keluarga Shania sekeluarga, " jujur Arka sempat menikmati apa yang ia lihat, buktinya saja darahnya sampai berdesir tak karuan melihat kemolekan leku kan tubuh Shania. Sialnya lagi yang memergoki mereka beberapa orang, kejadian itu merupakan aib untuknya maupun Shania.
"Sebagai bentuk tanggung jawab saya, maka malam ini dengan membawa ibu saya, saya ingin melamar Shania, " ucap Arka, tenggorokannya sempat tercekat beberapa kali untuk mengucapkannya.
Shania memejamkan matanya, tangannya sedari tadi tak mau diam. Saling bertautan untuk menenangkan kegugupannya, tapi rupanya tak banyak membantu. Perasaannya tak jelas.
****************
"Arka, meskipun pernikahan ini bukan atas kehendakmu, tapi ibu tau, jika Allah berkehendak sudah pasti untuk kebaikan hambanya. Meskipun awalnya pernikahan ini terjadi atas bentuk tanggung jawabmu saja, tanpa ada embel embel cinta ataupun yang lainnya, ibu minta jangan permainkan janji di depan Allah, nak."
Jujur kata kata ibunya membuat Arka semakin jatuh ke dalam lubang dalam yang kecil dan gelap, membuat dadanya sesak, apakah keputusannya sudah tepat ? sesampainya di rumah, Arka langsung memasuki kamarnya. Ia mengusap wajahnya kasar. Lalu bagaimana dengan Alya ? ia sungguh belum siap untuk memutuskan hubungannya, perasaannya pada Alya?
Arka memijit pelipisnya yang berdenyut, dan menjatuhkan badan kekarnya di ranjang, kemana ia akan membawa biduk rumah tangganya bersama Shania? ia melirik sebuah kertas yang sudah dibubuhi tanda tangan Shania, makin jauh saja niatnya untuk menandatanganinya.
Arka hanya menyimpannya di sebuah map, lalu memasukkannya di laci meja kerjanya kemudian ia kembali merebahkan badannya yang lelah padahal tidak sedang atau habis beraktivitas berat, hingga pikirannya membawa ia masuk ke alam mimpi.
"Assalamualaikum, pagi bu !" Arka turun keluar dari kamarnya, mendapati sang ibu yang tengah menyiapkan sarapan.
"Waalaikumsalam, sarapan dulu."
Arka mengangguk seraya mengancingkan kancing di pergelangan tangan bajunya. Ia menarik kursi, tapi sebelum benar benar menarik menu sarapannya, Arka memberikan kartu kreditnya pada sang ibu.
"Bu, untuk kebutuhan pernikahan atau seserahan, Arka minta tolong ibu urusi. Minta bi Atun untuk menemani, karena untuk beberapa hari ke depan Arka akan sibuk," imbuhnya menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
"Boleh nak, insyaallah ibu urus. Uang untuk mengurus NA, dan mahar sudah kamu bicarakan dengan Shania ?" tanya ibunya ikut duduk.
"Untuk urusan resepsi, NA, dan mahar biar jadi urusan Arka. Sepertinya hanya resepsi kecil kecilan saja bu, mengingat status kami di sekolah, mungkin hanya orang orang yang kemarin melihat kejadian kami saja," Mana mengerti bocah itu tentang masalah beginian, yang ia tau mungkin hanya berulah dan membuat orang orang di sekitarnya stress.
"Iya, gimana baiknya saja, jangan lupa selesaikan urusanmu dengan Alya, jangan sampai ke depannya malah akan menjadi masalah, " ibu tersenyum getir seraya tangannya yang mulai mengeriput mengusap usap tangan Arka.
"Insyaallah bu, Arka hanya butuh waktu saja. Jujur sulit buat Arka, " jujurnya menatap nyalang nasinya di piring, sudah tak selera untuk menyendokkan makanan ke dalam mulutnya lagi.
.
.
"Sha !!!" pekik Inez memintanya menunggu agar bisa berdampingan.
"Buruan !" jawab Shania.
"Sha, kasus loe kemaren gimana? gue ga janji ada yang bocor, kayanya ada yang tau deh selain kemarin yang pada masuk ke ruang kepsek,"
"Aduh jangan sampe bocor deh, cuma ga sengaja satu kamar mandi bareng aja ko sampai gini !" omel Shania.
"Lagian loe sama pak Arka kepergoknya lagi pada buka bukaan ! meskipun kalian ngakunya ga ngelakuin apa apa, tapi engga sama yang lain ! lagian loe ngapain masuk kamar mandi deket ruang guru, itu kan khusus guru ?" Inez mendengus merutuki kekonyolan Shania.
"Abisnya gue udah ga kuat pengen ke toilet, gue gedor gedor toilet lain pada dikunciin. Ya udah yang paling deket yang kosong cuma itu aja, karena udah ga tahan, gue ngunciinnya kurang bener, pak Arka masuk juga. Sial banget ga sih gue sama pak Arka, bisa ngalamin kejadian sekmvreet ini ?" cibir Shania tersenyum miris.
"Terus sekarang ayah loe gimana?" tanya Inez.
"Semalem pak Arka sama ibunya ke rumah, dia lamar gue.." Shania cemberut dan memainkan kuku tangannya. Antara senang dan sedih.
"Dih, loe mau meritt sama pak Arka ?" tanya Inez tak percaya menghentikan langkahnya, Shania mengangguk.
"Menang banyak loe !"
.
.
.
.