Diputuskan begitu saja oleh orang yang sudah menjalin kedekatan dengannya selama hampir tujuh tahun, membuat Winda mengambil sebuah keputusan tanpa berpikir panjang.
Dia meminta dinikahi oleh orang asing yang baru saja ditemui di atas sebuah perjanjian.
Akankah pernikahannya dengan lelaki itu terus berlanjut dan Winda dapat menemukan kebahagiaannya?
Ataukah, pernikahan tersebut akan selesai begitu saja, seiring berakhirnya perjanjian yang telah mereka berdua sepakati?
Ikuti kisahnya hanya di lapak kesayangan Anda ini.
Jangan lupa kasih dukungan untuk author, ya. Makasih 🥰🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencapai Puncak Nirwana
"Itu rumah Mama Arsen, Bunda!" seru Arsen ketika mereka tiba di area pemakaman.
Ya, karena sudah saatnya Arsen pulang sekolah, Bisma pun mengajak bocah kecil itu untuk ikut serta. Tadi, Winda yang diminta Bisma untuk turun dan menjemput Arsen di pintu gerbang. Dan ketika wanita itu kembali ke mobil, bibirnya terlihat mengerucut hinga Bisma tak tahan untuk tidak bertanya.
"Itu, guru-gurunya Arsen kayak ngeledek, gitu, Mas, menatapku ketika Arsen memanggilku Bunda," jawab Winda pelan sambil melirik ke belakang, ke arah Arsen yang memilih untuk duduk sendiri di bangku belakang. Winda tentu tidak ingin jika Arsen mendengar apa yang dia katakan.
"Terus, tadi ada yang bilang gini, "Paling, dia bunda pengasuh Arsen. Nggak mungkinlah si Tampan milih Upik Abu daripada kita-kita." Winda mendengkus kemudian. Jelas sekali terlihat kejengkelan dari raut wajahnya.
Bisma pun tak kalah kesal. Hampir saja lelaki itu putar balik ke sekolah Arsen untuk memperingatkan para guru centil itu. Namun, Winda melarang.
"Nggak perlu, Mas! Aku nggak apa-apa, kok, dikatai mereka seperti itu."
"Tapi mereka harus tahu kebenarannya, kalau kamu itu istriku. Bukan pengasuh Arsen!"
"Istri sungguhan atau ...."
"Ya istri sungguhanlah!" sahut Bisma. "Masak kamu masih belum bisa menilai sikapku?" Bisma yang melajukan mobil dengan kecepatan sedang, menoleh beberapa saat ke arah Winda.
Winda mengangguk. "Bisa, sih, Mas. Tapi —" Sejenak, Winda menjeda ucapan.
"Tapi, apa?"
"Belum terbukanya Mas sama aku, itu yang membuatku jadi ragu."
Kita ke tempat Mama dulu, ya. Setelah itu, aku akan ceritakan semua."
"Mamanya Arsen maksudnya?" tanya Winda memperjelas.
"Hem." Hanya gumaman yang diberikan Bisma sebagai jawaban.
"Bun. Kita beli bunga dulu, yuk!" Ajakan Arsen kemudian memaksa Winda yang tadinya masih bengong di tempatnya berdiri di samping pintu mobil, mengikuti langkah bocah laki-laki itu.
Setelah membeli dua ikat bunga segar, Arsen membimbing Winda menuju makam mamanya. Di belakang mereka, Bisma mengekor dengan tatapan yang tak beralih dari Winda. Entah apa yang laki-laki itu pikirkan.
***
Sementara di rumah sakit Jiwa, tepatnya di ruangan terbaik tempat Lisa dirawat, wanita itu sedang terlibat perbincangan serius dengan seseorang.
"Jangan gegabah dan jangan sering mengunjungiku, Roland! Aku nggak mau Bisma curiga, lalu mendepakku begitu saja. Aku udah nggak punya apa-apa dan nggak punya siapa-siapa. Sementara hingga detik ini, aku belum berhasil meyakinkan dia agar mau menerimaku kembali jika aku sembuh. Aku tahu itu dari sikapnya yang masih menjaga jarak denganku," kata Lisa.
"Aktingmu kurang meyakinkan, kali, Lis."
"Kurang meyakinkan bagaimana? Aku ini aktris hebat, Land."
"Iya-iya. Aku tahu itu. Kamu memang aktris hebat dan paling cantik di negeri ini," puji Roland sembari menoel dagu lancip Lisa, membuat wajah wanita itu yang tadinya masam kini tampak bahagia.
"Lis, aku kangen," kata Roland kemudian.
"Tapi ini udah saatnya Suster mengunjungiku, Land," tolak Lisa ketika Roland mulai mendekatkan wajahnya.
"Santai aja, Lis. Aku udah kasih uang sama perawatmu yang mata duitan itu. Dan hari ini, Om Ryan 'kan jadwalnya malam," kata Roland sambil memegangi tangan Lisa yang tadi menepis pelan wajahnya.
"Yang bener? Yakin akan?" Lisa kemudian mengedarkan pandangan ke arah pintu.
"Aman. Bentar, aku kunci pintu dulu, ya." Dengan tergesa, Roland segera mengunci pintu ruang perawatan itu. Tak lupa, lelaki lawan main Lisa di beberapa film itu mengunci jendelanya, lalu menutup tirainya.
"Lis, nggak usah pakai karet, yah. Aku bawain kamu pil," kata Roland sambil melepaskan pakaian atasnya. Laki-laki itu terlihat sangat tidak sabar.
"Pilnya bagus, gak? Aku nggak mau, ya, kalau sampai kebobolan dan menghancurkan impianku untuk bisa menjaga Nyonya Bisma."
"Ck! Kenapa ngejar-ngejar dia terus, sih? Dulu aja, kamu campakkan dia!" kata Roland yang terlihat cemburu.
"Karena dulu Arsen masih bayi dan masih butuh perhatian ekstra. Tentu saja aku malas, kalau harus mengurus bayi merah seperti itu. Merepotkan pastinya!" Sejenak, Lisa menghentikan ucapannya dan mulai menikmati sentuhan yang diberikan Roland.
"Lalu, kenapa aku mau menikah sama Om Rizal, itu karena dia sangat royal. Selain itu, dia juga berjanji akan menjadikan aku sebagai pemeran utama dalam sejumlah film. Ah —" Lisa mendesah tertahan.
"Tapi ternyata, baru jalan tiga satu film aku bintangi, Wanita mandul itu sudah mengendus perbuatan suaminya," lanjut Lisa sambil menepis tangan Roland yang hendak masuk ke dalam pakaian bagian bawahnya.
"Sabar, dong, Sayang. Jangan buru-buru ke bawah," kata Lisa sambil menarik tangan Roland agar kembali ke dadanya.
Meski dengan berdecak kesal karena lelaki itu sudah sangat tidak sabar ingin segera membuat Lisa basah agar dia pun bisa cepat-cepat menuntaskan hasrat yang sudah mencapai ubun-ubun, Roland tetap menuruti keinginan selingkuhannya tersebut.
"Kenapa, sih, semua wanita sama aja. Maunya pemanasan berlama-lama," gerutu Roland sambil mencubit dengan gemas puncak dada Lisa hingga membuat wanita itu menjerit kecil.
"Apa istrimu juga seperti itu?" tanya Lisa dengan bibir cemberut. Ya, setiap kali menyebut istri Roland, Lisa selalu saja cemburu.
Roland tak menjawab karena mulutnya telah penuh dengan dada Lisa yang membusung. Dalam hitungan detik, ruangan itu mulai dipenuhi suara seksi Lisa yang mendesah manja. Lalu, diikuti suara geraman Roland kala tangan nakal Lisa memainkan miliknya.
Satu jam hampir berlalu. Roland dan Lisa yang baru saja mencapai puncak nirwana, dikejutkan dengan suara gedoran pintu yang disertai dengan teriakan seorang perempuan yang sangat mereka kenali.
"Land ...."
"Lis ...."
Keduanya kemudian saling pandang sambil mencengkram erat selimut yang menutupi tubuh tanpa busana di bawahnya.
bersambung ...
Maaf, yah, seuprit. Lagi riweh di RL 😊🙏
Jgn smp deh Bisma kelamaan percaya sm perempuan ulet kadut modelan Lisa begini.. Cepet kebongkar deh kelakuannya.. 😡😡😡
Semangat terus Kak.... qt selalu nungguin Bisma-Winda Up lg...❤🌹