> "Rei Jaavu, apakah anda siap meninggalkan dunia ini dan pergi menuju negeri impian anda sekarang?"
"Jepang? Beneran aku bisa ke Jepang?"
> "Jepang? Ya, Jepang. Tentu saja."
Kata-kata itu muncul di layar laptop Rei, seperti tawaran menggiurkan yang nggak mungkin ia tolak. Sebuah sistem bernama "AniGate" menjanjikan hal yang selama ini cuma ada di dalam imajinasinya. Jepang klasik, negeri isekai, atau bahkan jadi tokoh kecil di dalam novel klasik yang selalu ia baca? Semua seperti mungkin. Ditambah lagi, ini adalah jalan agar Rei bisa mewujudkan impiannya selama ini: pergi kuliah ke Jepang.
Tapi begitu masuk, Rei segera sadar... ini bukan petualangan santai biasa. Bukan game, bukan sekadar sistem main-main. Di tiap dunia, dia bukan sekadar 'pengunjung'. Bahaya, musuh, bahkan rahasia tersembunyi menghadangnya di tiap sudut. Lebih dari itu, sistem AniGate seolah punya cara tersendiri untuk memaksa Rei menemukan "versi dirinya yang lain".
"Sistem ini... mempermainkan diriku!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RE-jaavu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta Tanpa Cinta: Bagian 2
Bagian 2: Menyusun Langkah Pertama
Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi langkah kakiku terus membawaku menjauh dari aula. Suara-suara riuh mahasiswa yang baru selesai orientasi memudar perlahan, digantikan oleh hembusan angin lembut yang membawa aroma segar taman kampus.
Aku berhenti di dekat sebuah bangku kayu yang menghadap ke danau kecil di tengah taman. Air danau berkilauan di bawah sinar matahari pagi, dan aku bisa mendengar suara gemericik air dari pancuran kecil di tengahnya.
“Sayuri Kanzaki…” gumamku, mencoba mencerna situasi ini.
> “Rei, mengapa Anda berdiri seperti itu? Anda tampak bingung.”
Aku menghela napas panjang, lalu menjatuhkan diri ke bangku kayu. “Bingung? Tentu saja. Kau baru saja memberitahuku bahwa aku harus menjalin hubungan dengan gadis yang bahkan baru kukenal tadi pagi. Apa kau tidak merasa ini... sedikit aneh?”
> “Hubungan selalu dimulai dengan perkenalan, Rei. Anda harus memulai dari langkah pertama.”
Aku mengusap wajahku dengan tangan. “Kau membuatnya terdengar begitu sederhana. Padahal ini jauh dari kata "sederhana". Kau tahu bagaimana kehidupanku sebelumnya, kan?”
> “Justru karena itu. Sistem ini dirancang untuk menantang Anda agar tumbuh dan berkembang. Sekarang, mari kita fokus pada strategi.”
Aku memejamkan mata, mencoba menenangkan pikiranku. Tapi kata-kata AniGate hanya membuatku semakin gugup.
“Bagaimana aku bisa mendekatinya tanpa terlihat aneh?” tanyaku, meskipun aku tahu jawaban AniGate mungkin tidak akan membantu.
> “Gunakan pendekatan alami. Anda sudah memulai interaksi dengan cukup baik. Pertahankan momentum itu.”
Aku membuka mata, menatap permukaan danau yang tenang. “Pendekatan alami, ya? Kau tahu aku payah dalam hal ini, kan?”
> “Itulah gunanya misi ini. Anda akan belajar.”
Aku mendengus, merasa seperti sedang berbicara dengan mentor yang terlalu percaya diri. Tapi aku tahu tidak ada gunanya berdebat dengan AniGate. Aku harus melakukannya, entah bagaimana caranya.
...****************...
Setelah beberapa saat merenung, aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kampus. Gedung-gedung modern dengan desain minimalis menyatu dengan taman-taman hijau yang memberikan kesan damai. Aku melihat mahasiswa lain sibuk dengan aktivitas mereka. Beberapa berbicara di grup masing-masing, sementara yang lain sibuk membaca di bawah bayangan pohon.
Ketika aku berbelok di tikungan dekat perpustakaan, aku hampir menabrak seseorang.
“Ah, maaf!” kataku spontan, mundur selangkah.
Gadis itu menatapku, dan aku langsung mengenalinya. Rambut panjang hitam yang terurai, mata tajam yang penuh percaya diri. Sayuri Kanzaki.
“Takuto-kun,” katanya sambil tersenyum kecil. “Kita bertemu lagi.”
Aku mencoba tersenyum meskipun hatiku berdebar. “Ah, iya. Maaf hampir menabrakmu.”
Dia menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Aku ingin pergi ke kafe kampus. Kau sudah makan siang?”
Aku terdiam sejenak, mencoba memutuskan apakah ini kebetulan atau bagian dari skenario AniGate. Tapi sebelum aku bisa memikirkannya terlalu jauh, dia melanjutkan, “Kalau belum, mau ikut? Aku bisa menunjukkan tempat yang bagus.”
Ajakan itu begitu santai, seperti percakapan biasa antara teman. Tapi bagi aku, ini adalah kesempatan emas untuk memulai misi.
“Boleh,” jawabku, mencoba terdengar santai meskipun hatiku terasa seperti drum yang dipukul keras.
...****************...
Kafe kampus terletak di dekat gedung perpustakaan, dengan desain modern yang terasa nyaman. Meja-meja kayu kecil berjejer rapi di dalam ruangan, sementara jendela-jendela besar memberikan pemandangan taman di luar.
Kami duduk di salah satu meja dekat jendela. Sayuri memesan secangkir kopi latte, sementara aku memilih teh hijau.
“Jadi, kau baru pindah ke Tokyo?” tanyanya setelah pesanan kami datang.
Aku mengangguk. “Ya, aku berasal dari daerah Osaka. Ini kali pertama aku tinggal di Tokyo.”
Dia mengaduk kopinya pelan, tampak seperti memikirkan sesuatu. “Kau tampak cukup nyaman berbicara dalam logat Kanto. Kau belajar di mana?”
Aku tersenyum kecil. “Aku sudah belajar selama beberapa tahun. Tapi aku masih sering merasa gugup saat berbicara. Dan terkadang sedikit dialek Kansai masih terucap.”
“Nggak juga, kok." katanya sambil tersenyum. “Kau cukup lancar.”
Obrolan kami mengalir dengan mudah. Dia bercerita tentang kehidupannya sebagai mahasiswa Psikologi, dan aku berbagi sedikit tentang latar belakangku di Sastra Jepang. Semua jadi mudah karena tabel informasi dari AniGate tentang karakter yang sedang aku perankan. Tapi di tengah percakapan, aku tidak bisa mengabaikan perasaan aneh yang muncul.
Setiap gerakannya, cara dia berbicara, bahkan senyumnya... terasa familiar. Seolah-olah aku pernah bertemu dengannya sebelumnya, meskipun aku tahu itu tidak mungkin.
“Kau kenapa?” tanyanya tiba-tiba, membuatku tersentak.
“Ah, tidak. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu,” jawabku cepat.
Dia memiringkan kepalanya sedikit, ekspresinya penuh rasa ingin tahu. Tapi dia tidak mendesak lebih jauh.
...****************...
Setelah makan siang, kami berjalan keluar bersama. Matahari siang terasa hangat di kulit, dan angin sepoi-sepoi membuat dedaunan bergoyang lembut.
“Takuto-kun,” katanya tiba-tiba.
Aku menoleh, melihatnya menatap lurus ke depan.
“Kalau kau butuh bantuan tentang apa pun, jangan ragu untuk bertanya, ya,” katanya dengan nada lembut.
Aku merasa ada sesuatu dalam kata-katanya yang lebih dari sekadar keramahan biasa. Tapi aku hanya mengangguk. “Terima kasih, Sayuri-san. Aku akan ingat itu.”
Dia tersenyum kecil, lalu melambaikan tangan sebelum berbalik dan pergi. Aku memandang punggungnya yang semakin menjauh, merasa dadaku dipenuhi campuran perasaan yang sulit dijelaskan.
> “Rei, interaksi awal Anda cukup baik. Tapi Anda harus meningkatkan usaha Anda jika ingin menyelesaikan misi ini.”
Mendadak suara AniGate muncul begitu aku baru merilekskan badan. Aku menghela napas panjang. “Kau tahu, aku sebenarnya merasa cukup bangga dengan diriku sendiri hari ini. Tapi kau selalu tahu cara merusaknya, ya.”
> “Saya hanya memberikan fakta. Jangan terlalu emosional, Rei.”
Aku tertawa kecil. “Tentu, siapa yang butuh perasaan ketika ada sistem seperti kau.”
Dengan itu, aku melangkah pergi, mencoba merancang langkah berikutnya untuk mendekati Sayuri.
aku mampir ya 😁