Attention!! Lapak khusus dewasa!!
***
Vincent tanpa sengaja bertemu dengan Valeska di sebuah bar. Niat awalnya hanya untuk menyelamatkan Val yang diganggu laki-laki, namun akhirnya malah mereka melakukan 'one night stand'.
Dan ketika paginya, Vincent baru sadar kalau gadis yang dia ambil keperawanannya tadi malam adalah seorang siswi SMA!
***
Tolong bijak dalam memilih bacaan. Buat bocil gak usah ikut-ikutan baca ini, ntar lu jadi musang birahi!
Gak usah julid sama isi ceritanya, namanya juga imajinasi. Halu. Wajar saja kan? Mau kambing bertelor emas juga gapapa. :"D
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon agen neptunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Kehangatan Di Kamar Mewah
Vincent melepas jasnya sembari menghela napas panjang. Hari ini capeknya luar biasa, sampai rasanya secangkir kopi triple shot pun nggak bakal cukup menghilangkan rasa lelahnya.
Satu per satu lampu apartemen ia nyalakan. Bukannya beranjak ke dapur atau kamar mandi, Vincent malah menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidur. Posisi terlentang, tangan direntangkan, tatapan kosong mengarah ke langit-langit.
"Valeska ...," lirihnya nyaris seperti gumaman yang nggak disengaja.
Seolah refleks, ia langsung menutup wajah dengan kedua tangan. Memikirkan gadis itu rasanya sama stresnya seperti ketika ia harus menyelesaikan laporan keuangan yang kacau. Tangan Vincent turun, lalu matanya menatap langit-langit lagi dengan pandangan menerawang.
"Gimana caranya biar bisa lupain dia?" gumamnya lagi, tapi kali ini suaranya lebih dalam, seolah bertanya ke dirinya sendiri.
Setelah beberapa menit bengong nggak jelas, dia bangkit. Langkah pertamanya sederhana yang harus dia lakukan adalah kembali ke bar itu. Ia perlu jawaban. Kenapa gadis SMA kayak Valeska bisa masuk bar? Harus ada penjelasan.
***
Mobil melesat membelah jalanan Jakarta malam itu. Vincent menginjak gas lebih dalam dari biasanya, bukan karena buru-buru, tapi karena ia nggak sabar. Ketegangan di dadanya bikin dia pengen cepat sampai.
Begitu tiba, ia langsung keluar tanpa basa-basi. Jalanannya menuju pintu bar yang dijaga security berbadan kekar. Udara malam sedikit menusuk, tapi Vincent nggak peduli. Fokusnya cuma satu.
"Permisi," panggilnya sambil mengangkat dagu. "Saya mau tanya. Tadi malam, yang jaga pintu ini siapa?"
Security itu kelihatan bingung sesaat, lalu menggeleng. "Maaf, Pak. Semalam bukan saya yang tugas."
Vincent mendecak, jelas kecewa. Tapi dia bukan orang yang gampang menyerah. Tanpa membuang waktu, dia masuk ke dalam bar, matanya langsung mencari sosok Mr. Harold—manager yang dikenal ramah dan selalu sigap kalau dia datang.
"Pak Vincent!" seru Mr. Harold begitu melihatnya, senyumnya lebar seperti biasa. "Selamat malam. Tumben sendirian? Pak Desta mana?" Ia menanyakan keberadaan tamu VVIP-nya.
Vincent memberi senyum tipis. "Desta sibuk," jawabnya singkat.
"Oh, begitu." Mr. Harold menganggukkan kepala. "Kalau begitu biar saya antar ke table lima, ya?" ucapnya mempersilakan.
"Sebentar, Mr. Harold," potong Vincent. Ia mengangkat tangan, menghentikan langkah lelaki paruh baya itu. "Saya kesini bukan untuk minum. Saya mau tanya soal gadis yang sama saya tadi malam."
Sejenak senyum Mr. Harold memudar. Ekspresinya berubah serius, bahkan terlihat sedikit cemas.
"Kenapa dengan gadis itu?" tanya Vincent hati-hati ketika melihat reaksi Mr. Harold.
"Hmm … Tadi pagi dia pulang sambil nangis," jawab Mr. Harold akhirnya. Suaranya pelan tapi jelas.
Deg.
Kalimat itu seperti pukulan telak buat Vincent. Dia membayangkan wajah Valeska—cantik, polos, tapi penuh air mata. Dadanya mendadak sesak. Apa dia sebrengsek itu sampai bikin gadis itu menangis?
"Dia sempat ngomong sesuatu?" Vincent bertanya, kali ini nadanya terdengar semakin penasaran.
"Tidak ada. Dia cuma lewat sambil nangis, saya sempat panggil, tapi dia tidak menjawab," kata Mr. Harold sambil menggeleng.
Vincent mengepalkan tangan. Rasa bersalahnya makin besar. Kalau saja ia bisa menarik waktu mundur, ia ingin meminta maaf secara tulus dan siap bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa sama gadis itu.
"Tapi ada yang aneh tadi siang," kata Mr. Harold tiba-tiba.
Vincent mengangkat alis. "Aneh gimana?"
"Ada seseorang yang mencari rekaman CCTV soal anda tadi malam," jelas Mr. Harold.
"CCTV?" Vincent merasa darahnya mendidih. "Siapa?"
Mr. Harold mengangkat bahu. "Dia bilang dia utusan anda."
Shit! Vincent langsung tahu siapa pelakunya. Megan. Perempuan itu memang suka mencampuri urusan yang bukan haknya.
Vincent menyumpah dalam hati. Tanpa menunggu lama, ia mengucapkan terima kasih pada Mr. Harold dan segera pamit. Satu hal yang jelas: dia harus bicara dengan Megan. Sekarang juga
***
Sekarang Vincent telah tiba di sebuah rumah yang besar. Ia mengetuk pintu kamar tidur Megan dengan hati yang berdebar-debar. Rumah mewah itu terasa sunyi, hanya ada pelayan yang merawatnya, dan tentu saja Megan yang tinggal sendirian karena orang tuanya tidak berada di Indonesia. Mereka semua tahu siapa Vincent, jadi tanpa ragu, mereka membiarkan pria itu masuk.
"Megan!" panggil Vincent dengan suara sedikit terburu-buru.
Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Megan muncul mengenakan lingerie hitam transparan yang hampir membuat Vincent kehilangan fokus. Matanya langsung tertuju pada sosok yang berdiri di depannya, tubuh rampingnya yang terbungkus pakaian tipis, dan senyum menggoda yang ia lemparkan. Jelas sekali kalau perempuan itu tidak memakai dalaman, karena dua hal yang mungil di dadanya terlihat jelas di mata Vincent.
"Vincent? Ada apa? Kenapa datang malam-malam gini?" tanya Megan, pura-pura terkejut, namun nada suaranya lebih terdengar menggoda daripada bingung.
Vincent menelan ludahnya. "Kamu minta rekaman CCTV sama petugas bar?" tanyanya langsung, tak ingin berputar-putar.
Megan tertawa, suara sinis yang keluar dari bibirnya menunjukkan bahwa ia sudah menebak apa yang akan terjadi. Ia melangkah ke dalam kamarnya dan mengisyaratkan Vincent untuk mengikuti.
“Kenapa kamu melakukan itu? Kamu mau melanggar privasiku?” tanya Vincent, marah. Dia bisa merasakan emosi yang mulai mendidih.
Dengan santai, Megan mengikat rambutnya ke atas, memperlihatkan leher jenjangnya yang memikat. Senyum nakalnya kembali muncul saat ia mendekati Vincent, langkahnya pelan namun penuh kepercayaan diri.
"Memangnya kenapa?" jawab Megan sambil mendekat, suaranya menggoda. "Apa salahnya aku menyelidiki calon suamiku?"
Vincent memalingkan wajah. Ia tahu betul kalau Megan bisa menjadi godaan yang sangat sulit ditahan. Tapi ia harus tetap fokus. Harus!
Megan melangkah lebih dekat lagi, dengan tangan lembut ia menyentuh pipi Vincent, dan bisikannya yang lembut, "Tenang aja, Vincent. Aku belum menemukan siapa gadis yang tidur bersamamu malam itu."
Vincent menutup matanya sejenak. Nafas Megan yang hangat menggoda telinganya. Dan, di saat itu Vincent merasakan sesuatu yang mulai menggeliat di balik celananya.
Shit, jangan sampai goyah! batin Vincent.
"Vincent," panggil Megan lagi, suaranya semakin memikat, berbisik seperti melodi yang sulit ditolak. "Jangan khawatir, aku tahu kalau gadis itu penting untukmu. Benar, kan?"
"Jangan pernah ganggu gadis itu. Ingat pesanku!" tegas Vincent, mencoba menjaga jarak dan menahan dorongan dalam dirinya. Dia berbalik dan siap keluar, tapi tiba-tiba tangannya ditahan, membuat tubuhnya berputar kembali menghadapi Megan.
Tanpa ragu, Megan langsung mendekat dan mendaratkan bibirnya di bibir Vincent. Awalnya, Vincent ingin menolaknya, tapi Megan bergerak cepat menarik tangan Vincent untuk memegang dadanya yang halus dan kenyal. Mata Vincent terbelalak kaget.
Semuanya terasa begitu cepat, begitu menggoda. Dia ingin melawan, tapi tubuhnya sepertinya sudah terperangkap dalam godaan Megan yang sempurna. Terlebih saat tangan Megan dengan lincahnya mulai menyentuh bagian luar celananya yang mengeras. Vincent terbelalak, tapi permainan lidah Megan membuatnya hilang kendali.
***