“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 6
“Sakit, Sialan!" semprot Lee Gun.
Pria itu mendengus. "Kukira spesies macam dirimu anti rasa sakit."
Archie Less, pria 34 tahun asal Jepun yang hampir tiga tahun ini menjadi partner kerja Lee Gun.
"Kau kira aku batu?!"
"Kau hantu." Archie membalas datar. Sehelai plester dibalutkannya ke pelipis Gun yang sedikit terluka saat bertarung melawan anak-anak buah Hwayoung di galeri lukis.
Saat ini Gun berada di kediaman Archie Less. Rumah tinggal yang berada di dalam gedung tua terbengkalai. Archie mengambil satu lahan tak terlalu besar di lantai tiga.
Kotak P3K ditaruh Archie kembali ke tempatnya di dalam sebuah nakas rendah yang ada di belakang Gun.
"Banyak surel yang masuk," celetuk Archie tiba-tiba. Salah satu dari sekian banyak komputer yang berjejer dihampiri lalu dinyalakannya. Dia menduduki kursi ergonomis bercorak macan yang terlihat lumayan nyaman. "Permintaan mereka beragam. Uang yang ditawarkan juga lumayan."
Gun mendesah kasar mendengar itu. Kepalanya dia sandarkan ke lengan sofa. Melepas lelah karena tenaganya lumayan banyak terbuang sejak semalam.
"Aku sedang tidak semangat mengambil misi. Energiku cukup terkuras dua hari ini."
Archie tak ingin banyak bertanya. Yang dilakukan seorang Lee Gun terkadang ada bagian yang tak bisa dia campuri.
"Aku mengerti," katanya tanpa mengalihkan pandang dari layar komputer. "Tapi yang satu ini, kurasa kau akan tertarik."
*
*
Sepasang kaki beralas sepatu lars, mendarat sempurna di atas tanah setelah melompat dari sebuah pohon yang cukup tinggi di balik pagar. Wajahnya mendongak ke ketinggian lantai dua di mana letak jendela yang tadi dia bobol masih menganga.
“Satu!” Dia mula menghitung. “Dua ... tiga!”
“PENCURIIII! TOLOOOONG! RUMAHKU DIBOBOL PENCURI!”
Seringai tipis tercetak di wajahnya. Sirat vivid kemenangan tergambar sinis.
“Aku pamit," katanya kemudian dengan gestur seolah memberi hormat. Langsung mencelat menuju mobil hitam yang menunggu dengan siaga, terparkir tak cukup jauh dari tempat di mana dia beraksi.
Harus segera pergi sebelum orang-orang berdatangan dan menangkapnya. Namun tentu saja hal itu hanya kiasan, kaki panjang miliknya cukup hebat untuk dipakai melarikan diri.
Jalanan lengang di angka jam sebelas malam dilewati mobil hitam itu seperti pusaran angin. Delapan kilometer berlalu hanya dengan waktu lima belas menit.
Dia sampai di sebuah bangunan panjang dengan banyak pintu berjejer. Rangkaian huruf bertuliskan; PANTI ASUHAN JEONGI, mengisi sebilah plang tinggi di dekat pagar.
Pasang kakinya melenggang turun dari dalam mobil, menginjak bebatuan yang mengukir jalanan menuju sebuah pintu. Map biru terayun tegang di tangan kiri.
Diketuknya pintu itu dengan hati-hati karena waktu yang tak sepantasnya untuk bertandang.
Ketukan ketiga, pintu terbuka dan menyembulkan seorang wanita paruh baya yang sepertinya memang masih terjaga. Terlihat ada basahan sisa air mata di pipinya yang tirus dan mulai peot.
“Anda siapa?” tanya wanita itu dengan kernyitan heran.
Seorang pria tinggi. Hoodie hitam menutupi kepala lengkap dengan masker serupa gelap.
Si wanita paruh baya perlahan menggerakkan pintu, ingin menutupnya kembali karena mulai merasa ngeri dengan tamu misteriusnya, namun tertahan karena ucapan pria itu di saat yang sama, “Aku sudah mengambil benda yang dirampas orang itu dari tanganmu.” Map biru yang tadi dipegang si pria misterius disodorkan ke hadapannya. “Ini."
Nyalak melebar mata wanita itu. Ditatap dan diamatinya map yang kini ada di tangan. “Sertifikat tanah dan bangunan panti!”
“Ya! Jaga baik-baik, jangan sampai ada orang yang mengambilnya lagi."
Menyikapi situasi yang tengah berlaku, dalam hitungan detik wajah wanita itu melengak, terkejut kedua kali. "Kau ... apakah kau ... Goblin?" Jantungnya berdentam keras mengingat dia pernah mengirim permintaan tolong melalui surel milik Goblin dengan harapan tipis akan direspon. Ditambah, uang yang dia tawarkan tak cukup banyak.
"Hmm."
Dan jawaban itu semakin mengejutkan wanita tua. "Oh, Tuhan." Dia menutup mulut tidak percaya. Dia pikir Goblin yang ramai dibicarakan hanya fiksi atau bualan, tapi saat ini dia benar-benar diselamatkan oleh hal yang tidak dia yakini.
"Spesial untukmu dan anak-anak di panti ini, aku menggratiskan jasaku, Nyonya Okju. Aku permisi."
Wanita itu tersihir, lalu sadar lima detik kemudian.
"Heyyy! Aku belum berterima kasih. Setidaknya kau minum teh buatanku dulu, Tuan!"
Sayangnya Goblin sudah lenyap ditelan kegelapan malam.
____
"Membobol rumah orang selalu jadi hal yang mengesankan," Gun bergumam seraya melepas masker dan menurunkan hoodie di kepalanya. Dua tangannya sibuk mengemudi, kali ini dengan kecepatan biasa saja.
Kelokan di depan sana ditatap sesaat, lalu tidak peduli dan melewatinya. Itu adalah jalan menuju kediaman Archie. Demikian berarti dia akan pergi ke tempat lain.
Sampai di setengah jam kemudian ....
“Segelas air putih dengan potongan lemon.”
Wanita dengan kemeja putih ketat dan apron hitam di depan perut itu melengak, berhenti sejenak dari aktifitasnya yang tengah memotong apel, lalu mendengus setelah melihat siapa mpunya suara. “Hh, seniman sialan," dengusnya. "Jadi kapan kau akan mencoba cocktail juara buatanku?”
Bomi, dulunya seorang DJ kelab malam, tapi berhenti dan memilih mengelola kafe 24 jam milik ayahnya.
“Sebelum musim dingin tahun ini," jawab pria itu--Lee Gun.
“Kenapa tidak sekalian saat kau mati saja.” Air putih lemon tetap juga dia sodorkan ke hadapan Gun yang merupakan langganan kafe-nya sejak dua tahun lalu dan mereka resmi berteman.
“Thanks!” Gun tidak.peduli dengan kicauan yang terdengar seperti angin.
“Ckk! Keparat ini!"
Di sela obrolan konyol itu, seorang gadis datang mendekat.
“Tampan! Boleh aku duduk di sini?”
Gun dan Bomi menoleh bersamaan ke satu titik.
Rambutnya pirang sebahu dengan penampilan lucu, t-shirt crop dan rok hitam di atas paha persis tokoh anime sekolahan, berdiri di samping Gun seraya menunjuk bangku kosong di sebelahnya.
Bomi melempar senyuman geli pada Lee Gun lalu menggeleng lucu. “Kuharap kau tak akan menggadaikan ketampananmu setelah ini.”
Gun tak menimpal ocehan sahabatnya, memilih beralih pada gadis yang diperkirakan usianya kurang dari dua puluh tahunan itu. “Duduklah.”
Dengan girang gadis itu duduk. Senyum senang di wajahnya terus bertahan. “Jadi, siapa namamu?”
Beberapa saat Gun menatapnya, membiuskan sihir lalu tersenyum, "Lee Gun" akunya kemudian, jujur.
Gadis itu semakin kegirangan mendapat sambutan semanis gula. "Namamu keren sekali!" pujinya dengan nada over-excited. "Aku Yurin." Dia mengulurkan tangan dan Gun menerimanya dengan kecupan sekilas.
Membuat wajah gadis itu semakin matang.
Terdengar erangan dari mulut Bomi karena hal itu. "Bedebah gila,” dengusnya untuk Lee Gun.
Belum berlanjut perkenalan mereka, ponsel di saku sweater Gun berdering. Gegas merogohkan tangan untuk mengambil lalu melihat layar ponselnya, nama seseorang terpampang di sana. Gun kemudian mengangkat panggilan itu.
Gadis di sampingnya memerhatikan tanpa menyela.
“Baiklah. Aku ke sana," kata Gun di akhir obrolan. Ponsel dimasukkan lagi ke dalam saku. “Aku harus pergi."
"Kau baru saja sampai," tegur Bomi.
"Ini darurat."
"Baiklah, lakukan sesukamu. Jangan lupa tagihan air putihku." Bomi mendengus lagi.
"Akan kuganti dengan satu keranjang lemon."
Gun sudah berdiri, tapi tangannya ditahan Yurin si gadis muda yang juga ikut berdiri “Kau mau kemana? Kita bahkan belum mengobrol. Bisa minta nomor teleponmu?”
Disikapi Gun kembali dengan senyuman. Tangan Yurin dilepas dari tangannya secara lembut. Dan gerakan berikutnya membuat gadis itu membeku diam, lalu terdengar jeritan iri banyak gadis lainnya di sekitaran.
“Kau akan dapatkan nanti," kata Gun, lalu melenggang pergi setelah kurang lebih lima detik lamanya mengecup bibir gadis itu tak tahu malu.
Bomi tak habis pikir, mengumpat dan geleng-geleng dengan rahang mengetat karena jijik. “Akan kulaporkan kelakuanmu pada Hyena. Mati kau, Bedebah!”
semoga diterima amal ibadahnya
diberi ketabahan buat keluarga yg ditinggalkan.
turut berdukacita thor /Pray//Pray//Pray/
sepertinya malah agen rahasia
lnjutkan
semoga keluarga kalian d berikan kesabaran yg luas
meski ikhlas tidaklah mudah
semangat Up
turut berdukacita thor... smogaauthor sekeluarga diberi ketabahan n kesabaran/Rose//Rose//Rose/
semangat/Determined//Determined//Determined/