Mira adalah seorang IRT kere, memiliki suami yang tidak bisa diandalkan, ditambah keluarganya yang hanya jadi beban. Suatu hari, ia terbangun dan mendapati dirinya berada di tubuh wanita lain.
Dalam sekejap saja, hidup Mira berubah seratus delapan puluh derajat.
Mira seorang IRT kere berubah menjadi nyonya sosialita. Tiba-tiba, ia memiliki suami tampan dan kaya raya, lengkap dengan mertua serta ipar yang perhatian.
Hidup yang selama ini ia impikan menjadi nyata. Ia tidak ingin kembali menjadi Mira yang dulu. Tapi...
Sepertinya hidup di keluarga ini tak seindah yang Mira kira, atau bahkan lebih buruk.
Ada seseorang yang sangat menginginkan kematiannya.
Siapakah dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rina Kartomisastro, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
"Aku mau bicara dengan suamiku. Haha." Theo mendengus meniru kata-kata Mira kemarin.
"Kamu sudah menyindirku lebih dari lima kali, Theo!" Mira melirik kesal dari tempat duduknya.
"Kurasa Tante Mira yang asli harus segera kembali ke tubuhnya. Kalau tidak, kamu benar-benar akan merasa bahwa kamu adalah Mira Mahalia yang asli--"
Mira menjejalkan makanan miliknya ke mulut Theo. Ia tak tahan lagi mendengar celotehan pria muda itu. Apalagi saat ini mereka tengah berada di sebuah kafe. Lengah sedikit saja, ada yang mengetahui rahasia mereka itu.
"Ini terlalu manis," Theo bicara sambil mengunyah potongan cake yang diberi Mira. "Sebaiknya kamu mengurangi asupan gula. Aku gak mau Tante Mira kena diabetes karena pola makanmu yang sembrono itu."
"Kuberi tahu sesuatu. Tante Mira-mu ini sepertinya jarang makan. Lihat badannya kurus kering begini. Aku banyak makan karena peduli padanya. Biar badannya sedikit berisi."
Theo menggeleng pelan, tampaknya ia mulai menyerah menanggapi Mira.
"Oya, kamu harus ingat, Janu hanya aku beri tahu tentang rencana kita untuk mencari pelaku sebenarnya. Dia sama sekali gak tahu menahu soal jiwaku yang tersasar di tubuh ini."
Theo mengangguk sambil meneguk kopinya, "Tentu, kamu takut cinta pertamamu itu shocked saat tahu selama ini dia mengobrol dengan teman SMA yang dulu sering dia ganggu, kan?"
Mira menggigit bibir, menahan kekesalannya pada Theo. Tampaknya ia terlalu banyak menceritakan tentang dirinya kepada pria tengil itu.
"Selamat siang, Tuan dan Nyonya. Ada yang mau dipesan lagi?"
"Gak perlu, yang ini saja belum hab-", Mira menoleh dan terperanjat. "Janu! Ditungguin dari tadi..."
Januari menarik kedua sudut bibirnya. Ia lantas menarik kursi di sebelah Mira, untuk duduk di situ. "Maaf saya terlambat. Baru saja selesai meeting dengan perusahaan kalian."
"Meeting untuk apa?" sela Theo.
Janu menoleh ke arah Mira, lantas wanita itu mengangguk. "Kita satu tim, jadi kamu bisa menjawab semua pertanyaannya."
Pria itu kemudian berbisik, "Kamu yakin kita akan kerjasama dengan dia? Kita bahkan belum ada gambaran tentang siapa orang yang mengincarmu. Dia adalah bagian dari keluarga besar Bratadikara, Mira."
"Tapi sudah jadi rahasia umum kalau dia gak pernah akur dengan yang lain. Kamu sendiri yang pertama memberitahuku," Mira menjawabnya dengan berbisik juga.
Theo mengorek telinganya, "Kalau mau bisik-bisik, bisa lebih dikecilin lagi volumenya? Aku masih bisa mendengarnya dengan baik loh."
Januari memutar bola matanya, menghindari tatapan Theo yang mengintimidasi.
Tak lama, seorang pelayan mendekati meja mereka, menanyakan pesanan Janu yang baru saja tiba. Tentu saja Janu tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menghindar. Ia segera memesan segelas mochacino untuk dirinya.
***
"Jadi, dalam waktu dekat ini mereka akan mengadakan perombakan di jajaran direksi dan manajemen?" tanya Theo memastikan, setelah mendengar cerita Janu.
Janu mengangguk setelah menyesap minumannya, "Ya, beberapa bulan lalu, sebelum anda datang kemari, perusahaan heboh dengan kasus penyelewengan dana yang cukup besar. Maka sekarang diputuskan akan segera dirombak."
"Tunggu," Mira menyela. Janu dan Theo menoleh bersamaan. "Kamu adalah penyanyi, bagaimana bisa tahu masalah perusahaan?"
Janu tertawa kecil, "Saya belum pernah bilang sama kamu, ya? Ayah saya memiliki saham di perusahaan itu dari dulu. Tapi sejak Ayah sakit, saya yang menggantikan di setiap pertemuan perusahaan."
Oh iya, aku baru ingat kalau Janu berasal dari keluarga kaya. Tapi ternyata keluarganya jauh lebih kaya daripada yang aku bayangkan.
"Tante! Sepertinya aku sudah menemukan cara yang tepat untuk memancing pelaku."
"Eh?"
Mira dan Janu berpandangan dengan muka penuh tanya, lantas menatap Theo lekat-lekat.
"Aku cukup yakin apapun motif pembunuhan itu, tujuan akhirnya adalah perusahaan."
"Kenapa menargetkanku? Aku bahkan tidak memiliki sepeserpun saham di sana."
Theo menatap langit-langit kafe, sebelum meneruskan kata-katanya. "Kita akan cari tahu tentang itu sama-sama. Tapi mungkin kamu lupa, dulu Kakek Roy sangat dekat denganmu. Bisa saja Kakek memberimu sesuatu."
"Benar juga. Sayangnya kamu masih amnesia, Mira, " sahut Janu.
"Iya, MASIH amnesia. Entah kapan bisa ingat lagi, " sindir Janu yang segera mendapatkan tatapan tajam dari Mira.
"Jadi apa caramu?" Mira berusaha membuat obrolan kembali ke topik utama.
"Aku akan merebut posisi Om Ben di perusahaan."
"Wow," seru Janu, tampaknya ia speechless mendengar itu.
"Gila kamu! Walaupun amnesia, aku bisa melihat Ben sangat melindungi posisinya di perusahaan. Virgo saja gak diijinkan macam-macam, apalagi kamu, Theo. Kamu mau cari pelaku apa cari mati?"
"Sudah kubilang, kita harus memancing untuk mengetahui pelaku, bukan benar-benar ingin merebut posisinya. Kebetulan timing- nya pas. Saat aku melakukan itu, siapapun pelakunya, dia akan bertindak lebih brutal, dan kita bisa mengetahuinya dengan mudah."
Tepuk tangan Janu memecah suasana. Pria itu menarik kedua sudut bibirnya sambil menggeleng pelan. "Gak sia-sia saya mengagumi anda, Tuan Theo. Anda memang secerdas itu!"
Theo mengangkat kedua alisnya.
"Jadi kita akan sepakat dengan rencana itu?" tanya Mira lagi, tak yakin.
"Menurut saya, rencana itu agak beresiko. Tapi tidak ada cara yang lebih baik dari itu, Mira," jawab Janu yang disambut anggukan Theo.
Theo baru saja akan menimpali lagi, namun obrolan mereka terputus karena Rey muncul.
Pengawal pribadi sekaligus teman sekolah Theo selama di Amerika itu, datang dengan air muka yang muram.
"Tuan, ada masalah."
"Kita akan bicarakan dalam perjalanan pulang nanti, Rey."
Rey meremas gawai yang tengah digenggamnya. "T-tapi ini juga menyangkut Nyonya Mira."
Pria itu melirik takut-takut ke arah Mira.
Mira lantas menunjuk wajahnya dengan telunjuk, "Aku? Ada apa?"
Theo meraih gawai yang disodorkan Rey. Sebuah artikel dengan judul yang menggunakan huruf besar itu terpampang begitu nyata sekarang.
Air muka Theo berubah seratus delapan puluh derajat. Bibir pinknya pun segera berubah pucat.
"Ada apa, Theo?"
Theo tak sanggup menjawab pertanyaan Mira. Ia hanya bisa menatap Mira tanpa suara.
Mira yang tak sabaran, lantas merampas gawai dari tangan Theo. Wanita itu melihatnya bersama dengan Janu, dan...
Mata Mira membulat seketika.
"K-kenapa bisa begini?"
Sementara itu, Janu mencoba membaca dengan seksama. Kemudian ia pun memberanikan diri bertanya dengan tatapan curiga...
"Kalian check in di hotel berdua? Kalian pasangan selingkuhan?"
***