Di tengah gelapnya kota, Adira dan Ricardo dipertemukan oleh takdir yang pahit.
Ricardo, pria dengan masa lalu penuh luka dan mata biru sedingin es, tak pernah percaya lagi pada cinta setelah ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya menyayanginya.
Sementara Adira, seorang wanita yang kehilangan harapan, berusaha mencari arti baru dalam hidupnya.
Mereka berdua berjuang melewati masa lalu yang penuh derita, namun di setiap persimpangan yang mereka temui, ada api gairah yang tak bisa diabaikan.
Bisakah cinta menyembuhkan luka-luka terdalam mereka? Atau justru membawa mereka lebih jauh ke dalam kegelapan?
Ketika jalan hidup penuh luka bertemu dengan gairah yang tak terhindarkan, hanya waktu yang bisa menjawab.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Selina Navy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27.
Adira ingin melawan. Tapi, pikirannya terasa kosong. Setiap kali ia berusaha menarik nafas, ia seperti sedang mengangkat beban berat yang tak terlihat.
“Kau tak usah takut, kita bisa segera akhiri ini kok. Kau mau bagaimana sweet heart? Selesaikan dengan cara yang baik? Atau buruk?." lanjut Salvatore, suaranya lembut tapi mengancam.
Mendengar itu dengan seluruh keberanian yang tersisa, Adira berusaha membela diri.
"Jangan mendekat!" teriak Adira, suaranya lebih kuat dari yang dia harapkan.
Adira sedang menyembunyikan rasa takut di balik suara tegasnya. Berharap dapat sedikit membuat ciut nyali dari seorang Salvatore.
“Kalau kau berani menyentuhku seujung jari pun! Kau akan menyesal!.” ancam Adira, suaranya menggema ke seluruh ruangan.
“Ricardo tak akan membiarkanmu begitu saja!."
Namun, Salvatore hanya tertawa. Tawa yang penuh keangkuhan.
“Oh! Sweet heart...Aku tak masalah pun jika harus mati. Jika itu berarti untuk kehancuran seorang Ricardo.”
Ketakutan mulai merayap dalam diri Adira, menyaksikan kebiadaban pria di depannya.
"Sial! Gila! orang ini gila!." ucap Adira, mengutuk Salvatore dalam hati.
Salvatore pun kini sudah berada tepat di depan Adira. Jarak di antara mereka terasa menakutkan.
“Tolong..!.” teriak Adira, suaranya melengking berharap dapat pertolongan.
Namun, Salvatore dengan cepat mencengkeram rahang kecilnya, tertawa kecil sambil menjelaskan, “Haha!! Kau tau? Aku sudah menghabiskan banyak uang untuk menjebak orang-orang di sekitarmu, membuat mereka melupakan mu.”
Adira merasa seolah seluruh dunia runtuh di sekelilingnya saat Salvatore melanjutkan, “Aku telah menghabiskan banyak uang untuk membawa wanita cantik dan seksi sebagai hadiah yang aku samarkan dari El Patron."
"Kau lihat kan? Tak ada yang menjaga mu sekarang? Semua orang-orang Ricardo pasti sedang sibuk dengan nafsu mereka dan kau di sini, tak ada yang peduli.”
Adira mencoba berteriak lagi, “Tolong! Tolong!”
Namun, semua usaha itu sia-sia. Dengan gerakan cepat, Salvatore mengangkat Adira dengan satu tangan nya dan dalam sekejap, dia mencampakkan Adira ke atas kasur.
Adira terjatuh, berusaha bangkit. Tapi Salvatore dengan sigap menghimpit tubuhnya, menutupi setiap celah agar Adira tak bisa kabur.
Adira pun merasakan ketakutan yang luar biasa. Dia meronta-ronta, berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cekikan Salvatore.
“Sebenarnya, aku berniat ingin langsung membunuhmu,” ujar Salvatore.
“Tapi setelah melihat wajah mu, aku jadi berubah pikiran! Aku penasaran, senikmat apa tubuh mu ? Hingga membuat seorang Ricardo mengurung mu untuk dirinya sendiri?."
Lalu dengan satu tangan nya Salvatore menyentuh pipi kanan Adira, menatapnya dengan nafsu bejad yang membuat bulu kuduk Adira merinding.
"Ya tuhan,"
Seketika, Adira merasa dunia berhenti berputar. Ia terjebak dalam tatapan mata pria yang penuh dendam itu.
Salvatore menarik napas panjang, menghirup aroma dari wajah Adira.
"Ah...Kau punya wangi yang enak," ucap Salvatore menjilati bibir nya sendiri.
Adira merinding, namun ia juga menemukan sedikit keberanian. Adira sontak mengangkat lututnya, tepat ke inti pria itu dan meninju bola mata kanan Salvatore dengan siku kirinya.
Salvatore menjerit kesakitan. Ia melepaskan cengkeramannya dari leher Adira. Dengan cepat, Adira memanfaatkan momen itu untuk bangkit dan berlari menuju pintu.
“Tolong!” teriak Adira lagi. Suaranya terdengar penuh desakan.
Adira pun langsung meraih gagang pintu, melarikan diri dari kengerian yang memburunya. Tanpa menoleh ke belakang Adira terus berlari. Meski dia bisa merasakan langkah Salvatore mengejarnya.
Walaupun suara langkah Salvatore berat dan pincang. Adira terus berlari secepat mungkin. Irama detak jantungnya seolah ikut berteriak menyemangati agar Adira bisa selamat.
Adira pun kini menyusuri koridor markas yang sepi. Adira hanya fokus pada satu tujuan. Yaitu keluar dari tempat itu dan menemukan siapapun.
Adira akhirnya sampai ke sebuah tangga. Dia pun mempercepat langkahnya, bertekad untuk mencapai bawah tangga sebelum Salvatore dapat menangkapnya. Namun, saat Adira melangkah maju dengan semangat, kakinya tergelincir pada salah satu anak tangga yang licin.
Adira merasa tubuhnya terjatuh, kehilangan kendali. Detak jantungnya berdenyut kencang saat dia meluncur turun, tubuhnya berputar dan berguling-guling dengan cepat. Dengan suara keras, Adira menghantam beberapa anak tangga. Rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya.
"Ugh!," keluh Adira terbaring, merasakan rasa sakit yang menjalar dari punggung ke seluruh anggota tubuhnya.
Di atasnya, Salvatore melihat Adira dengan senyum jahat yang merekah. Dia pun mendekat dengan langkah lebih cepat dan lebih mantap.
Dengan segala kekuatannya, Adira menegakkan badannya, berusaha untuk berdiri dan melawan rasa sakit yang luar biasa. Namun, saat dia mengangkat pandangan nya. Ia melihat Salvatore semakin mendekat dengan senyum sinisnya, ketakutan pun merayapi seluruh tubuh Adira.
.
.
.
Bersambung...
(ehemmm/Shhh//Shy/)