Ini kisah tentang kakak beradik yang saling mengisi satu sama lain.
Sang kakak, Angga Adiputra alias Jagur, rela mengubur mimpi demi mewujudkan cita-cita adik kandungnya, Nihaya. Ia bekerja keras tanpa mengenal apa itu hidup layak untuk diri sendiri. Namun justru ditengah jalan, ia menemukan patah hati lantaran adiknya hamil di luar nikah.
Angga sesak, marah, dan benci, entah kepada siapa.
Sampai akhirnya laki-laki yang kecewa dengan harapannya itu menemukan seseorang yang bisa mengubah arah pandangan.
Selama tiga puluh delapan hari, Nihaya tak pernah berhenti meminta pengampunan Angga. Dan setelah tiga puluh delapan hari, Angga mampu memaafkan keadaan, bahkan ia mampu memaafkan dirinya sendiri setelah bertemu dengan Nuri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Alan pergi dari sana tanpa pamitan. Bila sudah kecewa manusia akan keluar perangai aslinya. Beda dari sebelumnya yang masih semangat mengejar, kini Alan melenggang pergi dengan hati yang remuk.
Bertahun-tahun dia menyimpan rasa kepada Nuri, namun wanita itu tidak sedikit pun membalas perasaannya. Malah Angga yang datang baru beberapa waktu sudah bisa mencuri hati Nuri. Alan menganggap Angga hanya lah seorang pencuri.
"Den Alan mau kemana?"
Rupanya kepergian Alan dipergoki bibi ART. Alan tidak menoleh, dia hanya bergumam tidak jelas karena omongannya bercampur tangis. Bibi ART hanya bisa mendengar suara Alan yang nelangsa.
Sebelum lanjut berjalan meninggalkan rumah Nuri, Alan menengok sebentar ke arah sumber tawa pertemuan dua keluarga. Orang-orang enak berbahagia, sedangkan dia menanggung sakit tiada tara. Alan melengos lalu pergi dari sana dengan tangan terkepal menahan kesal.
Duh gusti, semoga saja den Alan tidak ambil jalan pintas. Bibi ART cemas setelah melihat kilatan marah di mata Alan. Ia tahu bagaimana ugal-ugalannya Alan menyukai sang majikan. Selain melihat pandangan Alan ke Nuri yang penuh cinta, Alan juga kerap bercerita padanya kalau dia memposisikan diri sebagai pasangan Nuri kelak. Sudah bisa dibayangkan bagaimana sesaknya Alan dengan kenyataan malam ini.
...***...
Sepeninggal keluarga Angga pulang dari rumah Nuri, wanita yang baru saja dilamar langsung ingin pergi begitu mendengar cerita orang tuanya mengenai perasaan Alan. Sudah tahu perasaan Alan yang sesungguhnya pun, tidak bisa mengubah perasaan Nuri terhadap laki-laki itu. Sekalinya teman tetap teman. Kalau mau lebih dari itu, Nuri tidak bisa memberikannya karena perasaan tidak bisa dipaksakan.
"Kamu mau kemana nduk?" Ibu bertanya pada Nuri yang sedang memakai jaket terburu-buru habis mengambil kunci mobil. Apalagi saat bibi ART bilang bagaimana raut muka Alan saat pergi dari rumah Nuri, wanita itu jadi merasa khawatir.
"Mau ke tempat Alan bu. Aku mau lihat kondisinya."
"Tapi ini kan sudah malam. Besok pagi saja, bagaimana?" ada kecemasan di kalimat Ibu.
Nuri melirik ayahnya, meminta pendapat bagaimana baiknya.
"Sudahlah bu, ijinkan saja. Wis kamu pergi saja sana Nuri. Bapak percaya sama kamu."
Sekarang Nuri menatap ke wanita yang telah melahirkannya.
"Bu," lirihnya.
Ibunya Nuri menarik nafas, "Yo wis. Ibu ijinkan kamu pergi asal ada syaratnya."
"Apa bu syaratnya?"
"Kamu harus pulang dengan selamat. Bisa?"
Nuri segera mengangguk untuk mempersingkat waktu. Sudah mengantongi ijin orang tua, hati menjadi lega rasanya. Padahal kalau orangtuanya sedang tidak menginap di rumah, Nuri kadang-kadang tidak pulang ke rumah. Bahkan dia pernah bermalam di tengah hutan.
Sampai di kediaman Alan, Nuri mencari-cari keberadaan pemuda itu namun tidak nampak batang hidungnya. Nuri sudah cari ke setiap penjuru, juga teman-teman Alan Nuri hubungi tidak ada yang tahu dimana keberadaannya. Nuri akhirnya kepikiran suatu tempat yang ia curigai. Dia segera meluncur kesana walaupun tempatnya terbilang cukup jauh, juga malam semakin malam.
Sambil terus berusaha menelpon Alan yang tak kunjung diangkat, Nuri masuk lagi ke mobil untuk bertolak ke tempat yang ingin ia tuju. Ia mengambil jalan pintas melewati jalanan cukup sepi yang membelah antara dua desa.
Ciiiiit..
Mobil Nuri berhenti ketika lampu menyorot wanita yang sedang jalan sendirian malam-malam di jalanan yang kanan kirinya gelap.
"Mbak mau kemana? kenapa jalan sendirian malam-malam begini?" apa sedang hamil juga ya? Mata Nuri menyelidik saat melihat perut buncit wanita yang ditemuinya.
"Iiih kamu siapa? jangan dekat-dekat." Si wanita mendengus tajam. Melihat Nuri sudah seperti melihat penjahat yang harus diusir.
"Tenang Mbak, saya bukan orang jahat. Saya bisa melindungi, dan mengantar ke tempat tujuan Mbak, daripada malam-malam sendirian jalan kaki di tempat gelap seperti ini."
"Jahat? kamu jahat ya? kamu siapa, aku ndak kenal."
Nuri mengetahui keadaan lain ketika si wanita diajak bicara seperti orang yang tidak sehat mentalnya. Dengan hati-hati Nuri bertanya lebih mendalam tentang kondisi wanita itu. Nuri merasa sebagai abdi negara, ia bertugas mengayomi, serta menjaga keamanan masyarakat.
"Mbak ikut saya saja ya. Nanti banyak makanan dan buah-buahan yang bisa di makan."
"Buah? warnanya ada banyak ndak?" matanya berbinar.
"Iya buah. Warnanya ada banyak dong, ada merah, kuning, hijau, ungu, dan banyak lainnya."
Akhirnya si wanita hamil itu mengangguk semangat dan setuju ikut dengan Nuri sambil bergumam 'jangan sakiti aku' dengan ekspresi berubah-ubah. Kadang tertawa, kadang ketakutan. Baru membuka pintu mobil, Nuri kembali menutupnya lantaran kedatangan seseorang.
"Mau dibawa kemana istri saya?" ujar lelaki setengah tua yang mengaku suaminya.
"Bapak siapa ya?"
"Saya nyebut istri, berarti saya suaminya to. Memang istri saya ini alami gangguan jiwa. Setiap malam-malam begini minta jalan-jalan ke sini dan kalau tidak dituruti akan ngamuk."
Nuri yang tidak mudah percaya, melayangkan tatapan skeptis. Si bapak tentu merasakan keraguan Nuri.
"Kalau ndak percaya, mari ikut dengan saya pulang. Di rumah kami ada berkas-berkas pernikahan kami, juga bukti foto pernikahannya. Atau sekarang mau lihat KTP?" habis panjang lebar mengatakan ini, si bapak terlihat meniupkan udara ke arah Nuri. Dan..
"Ah tidak usah Pak. Maaf sudah mengganggu kenyamanannya. Kalau begitu saya permisi." Si bapak hanya mengangguk sebagai respon ucapan maaf. Nuri bergegas melanjutkan perjalanan. Mobil yang dikendarainya sudah cukup jauh, si bapak tadi berbalik badan sambil mendumal.
Mengganggu saja!
Sementara wanita hamil yang mentalnya terganggu, hanya menertawai kepergian Nuri. Dia bilang Nuri tidak waras.
"Iiih, ndak waras. Wong gendheng. Masa bicara sendiri tadi. Hahaha, huhuuhu, hikss..hiks.. kemana.. anaku..kemana.."
Kemudian si bapak tadi berubah wujud asli menjadi sosok hitam besar dan nangkring diatas pohon. Dia setaan yang sama saat berdebat dengan balong.
Bersambung.
seriusss??? end?????
btw.. nanya dong kak Zenun,, tas gemblok apaaan?? ransel bukan?
miris amat si dirimu.. gabung ma Jeff aja sana😅😅😅
Alan bakal jadi bapak asuh sembara si putra manusia dan Setengahnya jin....
Semangat berkarya akak Ze ayank....🫶🫶🫶🫶🫶