Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Detik yang Membekukan Kata
Alvaro tersenyum kecil. “Iya iya lah, gue pesenin yang extra cheese,” gumamnya, tahu persis kesukaan Alice.
Alice mendelik, mengangkat alisnya. “Inget aja lo kalo gue suka keju,” cicitnya dengan nada menggoda.
Setelah ramen habis, Alice tiba-tiba diam, wajahnya tampak berpikir. Alvaro memperhatikannya dengan sedikit khawatir. “Kenapa?” tanyanya, nadanya serius.
Alice menghela napas sebelum akhirnya menatap Alvaro. “Emm... lo tadi ngejanjiin gue apa?”
Alvaro mengerutkan dahi, bingung. “Apa? Gue nggak janjiin apa-apa,” jawabnya, tak mengerti.
“Tau ah, gue mau ke toilet dulu,” balas Alice dengan nada sedikit kesal, lalu beranjak dari meja dengan langkah cepat.
Alvaro hanya bisa menatap punggung Alice yang menjauh, merasa bingung. Dia mengingat-ingat, tapi benar-benar tidak ingat kalau dia berjanji apa pun padanya. “Apa yang gue janjiin, ya?” gumamnya pada dirinya sendiri.
Tepat saat itu, seorang pelayan datang dan meletakkan cake kecil di meja, dengan lumeran cream rasa tiramisu di atasnya. “Ini dessert tiramisu-nya,” kata pelayan tersebut, lalu beranjak pergi.
Alvaro menatap cake tiramisu itu, mengingat kembali bahwa Alice memang suka keju, tapi dia tidak yakin apakah Alice suka tiramisu. Dia menunggu Alice kembali, masih memikirkan apa yang sebenarnya membuat gadis itu sedikit kesal barusan.
Setelah Alice kembali dari toilet, dia melangkah mendekati Alvaro yang tampak asyik memainkan ponselnya. Dalam hati, Alice menggumam pelan, “Padahal cewek-cewek di sini cantik-cantik, masa nggak ada yang bikin dia ngelirik?”
Ketika Alice sudah duduk di tempatnya, Alvaro menatapnya lembut dan bertanya, “Udah?”
Alice hanya mengangguk kecil, dan Alvaro melanjutkan, “Gue barusan pesenin lo dessert tiramisu, tapi nggak tau deh lo suka atau nggak.”
Mata Alice langsung berbinar. “Tiramisu? Emm, gue suka banget, weh! Sini, mana biar gue cobain,” serunya antusias, membuat Alvaro menghela napas lega.
Alvaro tersenyum kecil sambil berpikir dalam hati, "Tadi aja marah-marah, tiba-tiba excited gitu. Gemes banget ni orang."
Sambil menyuap tiramisu itu, Alice tersenyum lebar. “Omo, omo, enak banget!” cicitnya, terlihat sangat bahagia.
Alvaro tak bisa menahan tawa. “Alay lo, bangke,” celetuknya sambil terkekeh.
Alice mendelik kesal. “Ih, sirik aja lo liat orang bahagia!” sahutnya dengan nada manja.
“Nih, cobain,” ucap Alice tiba-tiba, menyodorkan cake di depan mulut Alvaro. Alvaro, meski kaget, pasrah menerima suapan itu.
“Gimana? Enak, kan?” tanya Alice penasaran, matanya berbinar menunggu reaksi Alvaro.
Alvaro mengangguk kecil. “E-em, enak... manis,” cicitnya, namun tatapannya tak lepas dari wajah Alice.
Alice menatapnya balik, sedikit bingung. “Kenapa?” tanyanya ketika melihat Alvaro tak berkedip menatapnya.
“Eh, ini... ada cream di bibir lo,” jawab Alvaro gugup, mengalihkan perhatiannya.
Alice tersenyum kecil sambil menghapus cream di bibirnya. “Oh, makasih. Emm, enak! Ternyata lo nepatin janji juga,” ucap Alice.
Alvaro mengernyit heran. “Hah? Berarti yang lo maksud janji itu dessert ini?”
Alice mengangguk santai. “Iya lah, apalagi coba.”
Alvaro mendengus tak percaya. “Bangke, gue udah mikir keras dari tadi anjir, badan gue sampai panas dingin,” gumamnya dalam hati.
Alvaro lalu tersenyum percaya diri dan berkata, “Iyalah, pria sejati ni, bro!”
Alice tertawa kecil sebelum menengok jam. “Idih, udah ah. Ayo kita balik, udah jam berapa nih. Ntar ibu gue marah kalau gue telat.”
Alvaro mengangguk dan segera melambaikan tangan, memanggil pelayan untuk meminta bill.
“Totalnya jadi satu juta dua ratus ribu rupiah ya, Mas. Silakan scan di sini,” ucap pelayan sambil menyodorkan struk pembayaran.
Alice yang mendengar itu langsung terlonjak kaget. “Bjirr, mahal banget,” gumamnya pelan.
Namun Alvaro tetap tenang, tanpa sedikit pun menunjukkan ekspresi terkejut. “Ayo,” ucapnya santai sambil menyelesaikan pembayaran tanpa ragu, membuat Alice hanya bisa menatapnya takjub.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor