Letnan Hiroshi Takeda, seorang prajurit terampil dari Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II, tewas dalam sebuah pertempuran sengit. Dalam kegelapan yang mendalam, dia merasakan akhir dari semua perjuangannya. Namun, ketika dia membuka matanya, Hiroshi tidak lagi berada di medan perang yang penuh darah. Dia terbangun di dalam sebuah gua yang megah di dunia baru yang penuh dengan keajaiban.
Gua tersebut adalah pintu masuk menuju Arcanis, sebuah dunia fantasi yang dipenuhi dengan sihir, makhluk fantastis, dan kerajaan yang bersaing. Hiroshi segera menyadari bahwa keterampilan tempur dan kepemimpinannya masih sangat dibutuhkan di dunia ini. Namun, dia harus berhadapan dengan tantangan yang belum pernah dia alami sebelumnya: sihir yang misterius dan makhluk-makhluk legendaris yang mengisi dunia Arcanis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sapoi arts, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Api Dan Takdir
Setelah hampir setengah jam berjuang tanpa henti, sepuluh murid itu terengah-engah, terkapar di tanah, kelelahan dan kekalahan terpancar di wajah mereka.
Hiroshi, meski tidak menggunakan sihir, berdiri dengan tenang, katananya terangkat di sebelahnya, siap jika ada serangan susulan. Namun, melihat kondisi para murid, ia akhirnya menurunkan pedangnya dan menarik napas dalam-dalam.
Calista mendekat, matanya bersinar bangga dan kekaguman.
“Terima kasih, Hiroshi. Keterampilanmu luar biasa. Aku tidak menyangka kamu bisa melawan mereka semua sekaligus dan masih tampak segar.”
Hiroshi mengangguk, menghapus keringat yang menetes di dahinya.
“Mereka memiliki potensi yang besar. Namun, mereka masih perlu berlatih lebih banyak untuk dapat mengatasi lawan yang kuat.”
Calista tersenyum, tetapi kemudian wajahnya berubah serius.
“Kau tidak hanya datang untuk menunjukkan kekuatanmu, bukan? Ada sesuatu yang ingin kau bicarakan, kan?”
Hiroshi mengangguk, merasakan berat yang ada di dadanya.
“Ya, Calista. Sebenarnya, aku datang ke kerajaan ini dengan tujuan yang lebih besar. Setelah misi terakhirku, aku menemukan informasi mengenai portal yang bisa membawaku kembali ke dunianya.”
Calista mengerutkan dahi, memperhatikan serius.
“Portal? Bukankah itu sangat berbahaya? Apa kau yakin bisa menemukan dan mengendalikannya?”
“Misinya berbahaya, memang,” jawab Hiroshi.
“Tapi aku harus mencarinya. Aku tidak bisa tinggal di dunia ini selamanya. Ada tanggung jawab yang harus kutangani di tempat asalku. Aku juga khawatir tentang keberadaan Raja Iblis. Jika dia menemukan portal itu sebelum aku, dia bisa melakukan hal-hal yang lebih mengerikan.”
“Raja Iblis?” Calista tertegun.
“Sejauh yang aku tahu, dia adalah makhluk terkuat yang bisa mengancam segala sesuatu di dunia ini. Mengapa kamu berani mengambil risiko seperti itu?”
Hiroshi menghela napas panjang, matanya menatap jauh ke arah langit, seolah mencari jawaban dalam birunya.
“Aku tidak bisa hanya berdiri di sini dan menunggu. Aku harus bertindak, bahkan jika itu berarti menghadapi ketakutanku sendiri. Terkadang, satu langkah maju adalah satu-satunya cara untuk mencapai sesuatu yang lebih besar.”
Calista terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Hiroshi. Dia bisa merasakan tekadnya yang mendalam, yang tak terbendung.
“Jika begitu, aku akan membantumu. Mungkin aku bisa mencari informasi lebih lanjut tentang portal itu. Kita harus mempersiapkan segalanya.”
“Terima kasih, Calista. Aku tahu ini berbahaya. Namun, dukunganmu bisa sangat berarti bagiku,” kata Hiroshi, merasakan beban di dadanya sedikit berkurang.
Calista tersenyum kembali, tetapi ada kekhawatiran di matanya.
“Aku akan memanggil beberapa muridku untuk membantu mencari tahu. Namun, kamu juga harus mempersiapkan dirimu. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi di masa depan.”
Setelah pertemuan itu, para murid yang terkapar di tanah mulai bangkit satu per satu, mengumpulkan keberanian mereka untuk mendengarkan.
Meski kelelahan masih terlihat di wajah mereka, rasa hormat yang lebih dalam terlihat saat mereka memandang Hiroshi.
“Hiroshi,” salah satu murid yang terdepan berkata, “aku tidak menyangka kamu sekuat itu. Apakah kita bisa berlatih lebih banyak denganmu? Kami ingin belajar.”
Hiroshi menatap mereka, ada kebaikan di dalam hatinya.
“Tentu saja. Jika kalian ingin belajar, aku akan mengajarkan apa yang bisa kuajari. Namun, kalian harus bersungguh-sungguh.”
Para murid mengangguk penuh semangat. Momen itu menjadi titik balik dalam hubungan Hiroshi dengan mereka, bukan hanya sebagai lawan, tetapi sebagai teman yang saling mendukung dalam perjalanan mereka.
Calista tersenyum melihat interaksi itu.
“Sepertinya kita semua akan menjadi tim yang hebat. Mari kita lakukan ini bersama-sama.”
Hiroshi merasa hangat di dalam hatinya, menyadari bahwa meskipun tujuannya untuk kembali ke dunia asalnya, ia tidak sendirian dalam perjuangan ini.
Dengan semangat baru dan persahabatan yang terjalin, mereka siap menghadapi segala tantangan yang akan datang.
Setelah itu, mereka memulai rencana untuk menyelidiki portal dan mengumpulkan informasi yang diperlukan, sementara Hiroshi tetap berlatih dengan para murid, membagikan pengetahuan dan teknik samurai yang dia miliki.
Petualangan mereka baru saja dimulai, dan tantangan yang lebih besar menanti di depan.
Setelah dua jam berlalu, Calista kembali dengan wajah cerah dan mata berbinar penuh semangat.
“Hiroshi, aku baru saja berbicara dengan beberapa murid dari kelas lain. Mereka memiliki informasi berharga tentang peta yang kau miliki.”
Hiroshi mengangkat alisnya, penasaran. “Apa yang kau dapatkan?”
Calista menggelengkan kepala, sedikit kehabisan kata-kata.
“Ternyata, peta itu bukan hanya menunjukkan jalan ke portal yang kau cari. Ini juga menunjukkan beberapa kerajaan yang harus kita lewati. Dan ada beberapa rintangan yang harus dihadapi di masing-masing kerajaan itu.”
Hiroshi menatap peta yang terlipat di tangannya, melihat simbol-simbol yang menggambarkan berbagai kerajaan.
“Jadi, kita akan melewati beberapa wilayah yang mungkin penuh tantangan?”
“Ya,” jawab Calista, mengangguk.
“Setiap kerajaan memiliki kekuatan dan tradisi mereka sendiri. Beberapa mungkin tidak menerima kedatangan kita dengan baik, terutama jika mereka merasa terancam dengan kedatangan kita.”
Hiroshi menghela napas dalam-dalam, menyadari bahwa perjalanan ini akan lebih rumit dari yang dia duga.
“Aku sudah memperkirakan akan ada tantangan. Tapi aku harus melanjutkan perjalanan ini. Ada sesuatu yang lebih besar yang harus kita hadapi.”
“Apakah kau sudah memikirkan rutenya?” tanya Calista, menunjuk ke peta. “Kita harus merencanakan langkah kita dengan hati-hati.”
Hiroshi meneliti peta, mencari rute yang paling aman dan efisien.
“Sepertinya kita bisa melewati Kerajaan Elaris terlebih dahulu. Mereka terkenal dengan kebijaksanaan dan kemampuan sihir mereka. Mungkin kita bisa mendapatkan bantuan dari mereka.”
Calista mengangguk, setuju.
“Dan setelah itu, kita bisa melanjutkan ke Kerajaan lain. Mereka memiliki pasukan yang kuat dan mungkin bisa membantu kita dalam perjalanan.”
Hiroshi menggulirkan peta dan menyimpannya kembali.
“Baiklah. Terima kasih atas informasinya, Calista. Ini sangat membantu.”
Calista tersenyum, tetapi ada sedikit keraguan di matanya.
“Tetapi hati-hati, Hiroshi. Setiap kerajaan memiliki kebijakan dan tradisi yang berbeda. Kita harus siap menghadapi tantangan.”
“Tidak masalah,” jawab Hiroshi, bertekad. “Aku sudah terbiasa menghadapi tantangan. Aku akan melanjutkan perjalanan ini.”
Setelah berpamitan dengan Calista, Hiroshi melangkah keluar dari area latihan dengan perasaan campur aduk.
Di satu sisi, semangat baru menggelora dalam dirinya setelah mendapatkan informasi berharga, tetapi di sisi lain, ia menyadari tantangan yang menantinya di depan.
Hiroshi menapakkan kaki di jalan setapak yang membentang keluar dari desa, dikelilingi oleh hutan lebat yang hijau. Udara segar dan suara alam seakan membangkitkan semangatnya.
"Perjalanan ini adalah bagian dari takdirku," pikirnya, menyadari bahwa setiap langkah akan membawanya lebih dekat kepada tujuan.
Dia berjalan menyusuri jalan yang berliku, mendengarkan suara burung-burung yang berkicau dan dedaunan yang berdesir tertiup angin.
Dalam perjalanan, ia merenungkan semua yang telah terjadi. Informasi tentang peta dan kerajaan-kerajaan yang harus dilalui memberikan gambaran jelas tentang apa yang akan datang. Namun, rasa was-was juga menghinggapi pikirannya.
Setelah berjalan selama hampir satu jam, Hiroshi tiba di tepi sungai kecil yang mengalir jernih.
Dia berhenti sejenak untuk mengambil napas, merasakan kesegaran air yang membasahi kakinya. Di sini, ia merasakan ketenangan yang membantunya merenungkan langkah selanjutnya.
“Sebelum menuju ke Kerajaan Elaris, aku harus mempersiapkan diriku dengan baik,”
gumam Hiroshi pada dirinya sendiri. Dia tahu bahwa setiap kerajaan akan menawarkan tantangan unik, baik dari segi budaya maupun kekuatan sihir.
Setelah beristirahat sejenak, Hiroshi melanjutkan perjalanannya. Jalan setapak semakin menyempit, dikelilingi pepohonan yang menjulang tinggi.
Dia merasakan betapa kehidupan di hutan ini sangat beragam; hewan-hewan kecil bersembunyi di balik semak-semak, sementara kupu-kupu berwarna-warni berterbangan di sekitar bunga-bunga liar yang bermekaran.
Saat melangkah lebih jauh, Hiroshi berpikir tentang perjalanan yang akan dilaluinya.
Ia tahu bahwa tidak mudah untuk mendapatkan kepercayaan dari kerajaan lain. Dia harus membuktikan bahwa dirinya layak untuk diterima.
Setelah beberapa jam berjalan, senja mulai menyelimuti langit dengan warna oranye keemasan.
Hiroshi mencari tempat untuk beristirahat malam ini. Dia menemukan area terbuka di pinggir hutan, cukup aman untuk membuat api unggun kecil.
Sambil mengumpulkan kayu kering, Hiroshi teringat kembali pada pelatihan yang didapatnya sebagai seorang prajurit. Dia merasakan kenangan itu membangkitkan rasa percaya diri dalam dirinya.
“Aku tidak sendiri dalam perjalanan ini. Setiap pengalaman membentukku menjadi yang lebih kuat,” bisiknya sambil menyalakan api.
Sambil mengawasi nyala api, dia memikirkan Calista dan murid-murid yang telah melawannya.
Mereka mungkin masih kelelahan dari latihan, tetapi semangat mereka akan terus mengingatkan Hiroshi tentang tujuan yang harus dicapai.
Dengan tubuh yang lelah namun pikiran yang penuh semangat, Hiroshi memutuskan untuk tidur lebih awal malam ini.
Dengan satu pemikiran, ia menutup matanya, membiarkan nyala api dan suara alam menemaninya dalam perjalanan menuju mimpi.