Ayuna, seorang mahasiswi berparas cantik dengan segudang prestasi yang pastinya selalu menerima beasiswa setiap tahunnya, sekarang ia duduk di bangku kuliah semester 5 di usianya yang telah masuk 19 tahun. Cerita hidupnya memang selalu dipenuhi kejadian-kejadian di luar dugaannya, seperti menikah dengan salah satu most wanted di kampusnya, Aksara Pradikta.
Aksara, laki-laki yang dikenal dengan ketampanannya yang mempesona, ia adalah orang yang tertutup dan kadang arogan. Ia menikah dengan Yuna tentu bukan berdasarkan rasa cinta, melainkan karena suatu alasan yang dipaksakan untuk diterima oleh dirinya. Dan tentunya setiap pernikahan selalu memiliki jalan terjalnya sendiri, begitupun untuk Aksa dan Yuna. Permasalahan yang awalnya hanya datang dari sisi mereka berdua rupanya tak cukup, karena orang-orang di sekitar mereka hingga masa lalu mereka justru menjadi bagian dari jalan terjal yang harus mereka lewati. Apakah akan tetap bersama sampai akhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andi mutmainna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28>>
Sampailah Aksa di lantai dua panti, satu tangannya hendak mengetuk pintu kamar berwarna biru laut itu, tetapi tiba-tiba pintunya sudah lebih dulu dibuka dari dalam.
Aksa mundur beberapa langkah saat yang keluar adalah wanita paruh baya. Wanita itu tersenyum ke arah Aksa dan tentu saja Aksa membalasnya, walaupun dengan kikuk. Ia mengingat wajah wanita ini, dia adalah Ibu Risa, ibu asuh Yuna di panti harapan ini, di acara pernikahan kemarin Ibu Risa juga ikut hadir.
"Nyari Yuna, ya?" tanya Ibu Risa.
Aksa mengangguk kaku, dan tak lama Ibu Risa menarik Aksa untuk ikut berjalan di sampingnya.
"Yuna ada di kamar Lila di lantai satu," ucap Ibu.
Hais ... bocah sialan!
Aksa mengumpat dalam hati, ia baru sadar kalau ia dipermainkan oleh Azil. Terus mengikuti Ibu Risa, akhirnya ia sampai di kamar Lila. Ibu Risa membuka pintu, dan Aksa bisa melihat Yuna yang duduk di kasur, dia sedang memangku gadis kecil yang tengah tidur di pelukannya.
"Sana masuk, Ibu mau ngurus anak-anak dulu," suruh Ibu Risa seraya tersenyum pada Aksa.
"Iya, makasih, Bu."
Melihat Ibu Risa beranjak pergi, Aksa pun melangkahkan kakinya masuk ke kamar Lila. Yuna yang menyadari kehadiran Aksa langsung menoleh dan tersenyum, kemudian menepuk tempat di sampingnya.
Aksa yang mengerti isyarat Yuna, langsung ikut duduk. Ia menatap wajah Lila yang sedang tertidur di pelukan istrinya, wajahnya disenderkan di bahu Yuna membuat Lila makin terlihat menggemaskan.
Melihat Yuna saat ini, Aksa tak bisa bohong kalau hatinya tersentuh dengan kelembutan hatinya. Yuna begitu lembut dengan anak kecil, membuat Aksa jadi menginginkan satu anak kecil juga, maksudnya anak.
"Dia sakit apa?" tanya Aksa akhirnya membuka suara.
"Ssstttt .…"
Suara Aksa barusan mengusik telinga Lila hingga gadis kecil itu melenguh dan perlahan membuka matanya. Merasa telah membuat masalah Aksa berdiri dari duduk, ia ingin keluar saja dari kamar Lila.
"Papa .…" Langkah Aksa terhenti saat mendengar suara lirih dari gadis kecil itu. Ekspresinya tak bisa didefinisikan sekarang, satu-satunya laki-laki di ruangan ini adalah dirinya, jadi tentu saja yang dipanggil ‘Papa’ barusan adalah dirinya.
"Lila, kakak itu bukan pa--"
"Papa!" panggil Lila lagi saat Aksa sudah membalas tatapannya.
Tatapan gadis kecil itu terlihat sayup, satu tangannya menjulur ke arah Aksa, membuat Aksa perlahan mendekat. Yuna tahu Lila ingin digendong oleh Aksa, makanya ia dengan lembut memindahkan Lila ke pangkuan laki-laki itu.
"Papa, Lila kangen," gumam Lila memeluk Aksa, wajahnya ia usap-usapkan di dada Aksa, membuat sang empu kegelian tetapi bingung harus berbuat apa.
Yuna tersenyum sambil membelai lembut surai Lila, dari tadi adik kecilnya ini belum bicara apa pun dengannya. Saat ia datang Lila hanya minta dipeluk dan terus diam.
"Kayaknya dia suka sama kamu, Sa," bisik Yuna di telinga Aksa, ia merapatkan duduknya dan bersender di bahu sang suami.
"Papa anak ini ke mana?" tanya Aksa, ia penasaran rupanya.
Lila yang tadinya diam di pelukan Aksa tiba-tiba menegakkan duduknya.
"Ini Papa Lila, kenapa tanya Papa Lila ke mana?!" ujarnya menatap lekat mata Aksa.
Tak tahu harus menjawab apa, Aksa menoleh ke Yuna untuk meminta bantuan. "Aku jawab apa?" tanyanya lewat gerakan bibir.
Yuna tersenyum gemas melihat ekspresi panik suaminya, ia mencium pipi Lila lalu mengusapnya lembut.
"Iya, ini Papa Lila, Papa Aksa," ucap Yuna sukses membuat Aksa melongo.
Lila tersenyum kemudian menangkup pipi Aksa dan mencubitnya, tangan kecilnya itu bahkan masih tak puas, ia mencubit hidung Aksa, mengusap matanya, dan kembali memeluk Aksa.
Aksa tahu gadis di pangkuannya ini merasa sedih, tangannya yang hangat menandakan dia benar-benar mengharapkan kehadiran seseorang. Perlahan Lila tidur kembali, hampir satu jam Aksa memangku Lila sambil mengusap punggungnya dengan lembut. Bukan keinginan Aksa, tetapi Yuna.
***
"Hwaaa, nggak mauuu!"
"Lila nggak mau Papa pergi, Papa harus di sini bareng Lila"
Gadis kecil yang bergelayut di gendongan Aksa mulai merengek histeris. Ia tak ingin Aksa pergi meninggalkannya, pelukannya makin erat ketika Ibu Risa mulai menariknya agar ia mau melepas pelukannya dari Aksa.
"Lila ikut sama Ibu dulu, ya, Nak, nanti papanya datang lagi kok. Makanya Lila harus sembuh dulu biar nanti bisa main sama Kak Yuna dan Papa, oke?" bujuk Ibu Risa sambil mengusap lembut punggung Lila.
"Lila nggak mau Ibuuu! Nanti Papa nggak balik lagi kayak dulu," tolak Lila dan langsung menyembunyikan wajahnya di lekukan leher Aksa.
Yuna yang paham dengan kekhawatiran Lila langsung ikut memeluknya.
"Lila nggak usah khawatir, kalau Papa Lila nggak ke sini lagi, nanti Kakak marahin. Papa Lila kan suami Kakak," bisik Yuna di telinga gadis kecil itu.
Setelah mendengar perkataan Yuna, tautan Lila perlahan melemah. Ia tidak memeluk Aksa sekuat tadi. Gadis kecil itu menunduk, kemudian menoleh ke Ibu Risa dan meminta untuk digendong.
Aksa yang tidak tahu apa-apa tentu saja mendekat ke arah Ibu Risa dan memberikan Lila pada Wanita itu. Dia sedikit lega meskipun ada sedikit rasa tak tega.
Mendekat ke Aksa, Yuna melingkarkan tangannya di lengan laki-laki itu. Ia tersenyum dan mendongak menatap Aksa yang terlihat merasa bersalah.
"Nggak pa-pa, nanti Lila juga lupa kok. Kita kan bakal datang lagi," ujar Yuna dan langsung mendapat anggukan pelan dari Aksa.
"Yuna pulang, ya, Bu, nanti kapan-kapan Yuna bakal balik lagi kok."
"Iya, Nak, jaga kesehatan kamu, ya?"
"Ibu juga, Lila cepet sembuh, ya?" ujar Yuna meskipun Lila membelakanginya. Setelah berpamitan Yuna perlahan menggandeng Aksa pergi.
"Tunggu!"
Aksa kembali menoleh ketika ujung bajunya ditarik. Ia menunduk karena yang menarik bajunya barusan adalah gadis kecilnya, Lila.
"Ini buat Papa," ucap Lila seraya menyodorkan pita biru ke Aksa. Bukannya menerima pita itu, Aksa justru berlutut di hadapan Lila.
"Pasangin buat Papa, mau?" pintanya dan langsung mendapat anggukan semangat dari Lila. Yuna yang masih berdiri di sampingnya tak bisa menahan tawanya melihat Aksa tiba-tiba berubah jadi lunak pada anak kecil.
"Papa ganteng!" seru Lila setelah memasang pita pemberiannya di rambut Aksa. Untung saja Aksa memiliki poni yang agak panjang, jadi pita pemberian Lila bisa terpasang.
"Makasih, Lila juga cantik. Lila harus cepet sembuh. Jadi kalau Papa ke sini lagi, bisa main sama Lila."
"Siap! Lila bakalan cepet sembuh." Lila tersenyum senang, membuat Aksa jadi ikut tersenyum menatapnya.
Setelah berpamitan kembali dengan Lila, Aksa dan Yuna pun benar-benar pergi. Di perjalanan Yuna tak berhenti menatap Aksa dengan senyuman menggoda, membuat Aksa beberapa kali berdecak kesal.
"Ngelihatnya jangan gitu lah, Na!" protes Aksa masih fokus ke jalanan, karena tanpa menoleh pun ia bisa tahu kalau Yuna terus menatapnya.
"Pitanya nggak mau dilepas, Sa?"
Menyadari itu, Aksa langsung melepas pita di rambutnya. Pantas saja Yuna mengejeknya, Aksa tidak bisa membayangkan jika teman-temannya juga ikut melihatnya memakai pita barusan. Bisa hancur wibawanya di depan mereka.
"Kenapa dilepas, Sa? Lucu kok!" ujar Yuna masih ingin menggoda Aksa.
"Nggak lucu, Yuna!"
"Lucu kok, kamu makin cocok jadi papanya Lila"
"Emang kamu udah siap jadi mamanya?" tanya Aksa sukses membuat Yuna berhenti tertawa. Gantian, kali ini Aksa yang malah menggoda Yuna.
"Kenapa diem? Mau nggak jadi mamanya Lila? Atau pengen buat adeknya Lila? Hm?"
Yuna diam seraya menunduk, menyembunyikan wajah malunya.
"Adeknya Lila mau dibuat berapa? Satu? Dua? Lima? Sepuluh? Selus--"
Ucapan Aksa terhenti ketika Yuna tiba-tiba membungkam mulutnya dengan keripik kentang yang memang selalu ada di mobilnya.
"Diem, aku ngantuk mau tidur. Nyetir yang bener, ya?" ujar Yuna setelah berhasil membuat Aksa diam.
Tak bisa menahan tawanya, Aksa malah terbahak sambil terus mengunyah keripik kentang yang dipaksa masuk ke mulutnya.