Aqilla adalah satu satunya anak perempuan dari pasangan teguh dan Miranti. Tapi meskipun perempuan semata wayang tidak membuat ia menjadi anak kesayangan. Aqilla tidak terlalu pintar dibandingkan dengan Abang dan adikanya yang membuat ia di benci oleh sang ibu. selain itu ibunya juga memiliki trauma di masa lalu yang semakin membuat nya benci kepada Aqilla. akan kan suatu hari nanti Aqilla bisa meluluhkan hati sang ibu dan sembuh dari trauma nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Hari ini Miranti terlihat buru-buru karena akan ada rapat penting di perusahaan mebel peninggalan suaminya. Rencananya dia akan membuka cabang baru di pulau sumatera yang nantinya akan bekerja sama dengan perusahaan lain. Kini dia sudah berada di kantor pusat dan hendak menuju lift ke lantai lima. Di mana rapat akan di selenggarakan.
Langkahnya terhenti saat tak sengaja ia menabrak seorang pria berperawakan tinggi besar yang sedang melintas berlawanan arah dengannya. Tas berisikan dokumen-dokumen penting yang ia bawa tadi terjatuh berserakan di lantai. Tanpa menoleh ke arah pria tersebut, ia langsung membereskan kembali barangnya.
Sementara pria itu menelisik setiap inci wajah Miranti seolah takut mengenali wanita itu. Tapi semakin di perhatikan lelaki itu yakin jika wanita yang ada di hadapannya saat ini sama dengan wanita yang selama ini di cari nya.
"Miranti" panggil pria itu dengan suara berat. Ia terus memperhatikan gerakan Miranti.
"Kamu? Ngapain kamu disini? Mau apa kamu hah?! Jangan...jangan sakiti aku lagi. Tolong... Pergi dari hidupku..pergi,ini pasti cuma mimpi.." Miranti histeris ketakutan begitu menyadari bahwa pria tersebut adalah Pasha. Lelaki yang 17 tahun lalu sudah membuat ia hancur dan trauma sampai sekarang.
Miranti menutupi wajahnya dengan sebelah tangan kirinya sementara tangan kanannya yang memegang tas ia arahkan pada Pasha. Berharap lelaki itu akan segera pergi dan semua ini hanyalah mimpi. Ingatannya mengenai kejadian tragis itu terasa berputar-putar di otaknya.
Pasha berusaha menenangkan Miranti yang sudah seperti orang gila. Keduanya menjadi pusat perhatian para karyawan kantor.
"Tenang Miranti, aku gak akan apa-apain kamu. Kamu jangan seperti ini. Maaf kalau aku sudah tinggalin kamu dan buat kamu trauma." ungkap Pasha berusaha meraih tangan Miranti.
Miranti terdiam sejenak, namun setelah nya ia menangis sesenggukan. Jantungnya berdetak tak karuan. Mengapa tuhan mempertemukannya lagi dengan pria brengsek ini. Dia berusaha meredakan tangisnya, beralih menatap sangar ke arah Pasha. Kedua tangannya mencengkram kerah baju lelaki itu menyalurkan ke marahannya.
"PUAS KAMU UDAH BIKIN HIDUP SAYA HANCUR, BRENGSEK!! DAN SEKARANG KAMU MINTA MAAF SETELAH APA YANG UDAH KAMU LAKUIN KE AKU, HAH!! UNTUK APA MANUSIA SEPERTI KAMU INU HIDUP, HARUSNYA KAMU MATI DAN GAK BERTEMU DENGAN KU LAGI!!"teriak Miranti
Pasha diam saja, ia sadar kalau dirinya memang salah. Dan gak sepantasnya ia menampakan diri setelah kesalahan yang ia lakukan di masa lalu. Pasha membiarkan Miranti melampiaskan amarahnya tanpa berniat membela diri.
"Miranti seperti nya kita perlu bicara. Tapi bukan disini, gak enak di liat sama yang lain" ucap Pasha. Emosi Miranti sudah terkendali, namun tangisnya belum reda.
"Gak ada yang perlu di bicarakan, aku sedang sibuk. Dan emang ga seharusnya kita bertemu lagi karena aku udah lama menganggap kamu mati"ketus Miranti melirik Pasha.
"Ada, Miranti banyak malah. Setelah kamu mendengarkan ku silahkan jika kamu mau menghukum ku sepuas mu Miranti. Tolong, ikut aku dulu yaa. Aku janji gak akan macam-macam."ucap Pasha.
Setelah melakukan pertimbangan, Miranti akhirnya menyetujui ajakan Pasha. Sebelumnya ia sudah menghubungi asisten pribadinya untuk menunda rapat dan menggantinya di lain hari.
Pasha mengajak Miranti duduk di sebuah bangku taman yang jauh dari hingar bingar perkotaan. Ia tampak gugup saat ingin mengutarakan maksud kedatangannya. Begitupun dengan Miranti yang merasa tak nyaman. Ia terus saja menunduk dan memainkan kuku nya. Jauh berbeda dari Miranti yang kejam saat bersama dengan Aqilla.
Satu detik.. Dua detik.. Hingga detik ke sepuluh masih terasa hening.
"hmm...aku minta maaf Miranti soal masa lalu kita. Aku akuin aku salah dan saat itu aku sedang mabuk. Aku belum bisa terima kalau kamu menikah dengan pria lain dan memutus kan hubungan denganku. Tapi sekarang aku sadar, aku sudah berubah Miranti. Aku sudah kena karmanya, pernikahan ku selalu kandas dan kami tidak mempunyai momongan karena aku mandul. Selama ini aku pergi ke London dan menetap di sana. Aku terlalu takut untuk menghadapi semuanya. Dan sekarang kedatangan ku kesini untuk meminta maaf, dan memohon ampun padamu Miranti. Aku mohon maafin aku...." jelas Pasha. Ia menelungkup kan kedua tangannya di depan dada memohon kepada Miranti.
"Apa maaf mu itu bisa mengembalikan ke bahagian ku? Apa maaf mu itu bisa menghidupkan suamiku? Apa maaf mu itu bisa mengembalikan keharmonisan keluarga ku seperti dulu? BISA PASHA, ENGGAK KAN?!! AKU KEHILANGAN DIRI AKU SENDIRI DAN SELALU HIDUP DALAM BAYANGAN MASA LALU!! APA KAMU TAU RASA SAKIT YANG AKU ALAMI SELAMA INI HAH!! "
Miranti kembali berteriak di depan wajah Pasha. Dada nya kembang kempis, sesak, sakit, marah bercampur menjadi satu. Buliran bening yang berasal dari sudut matanya terus membanjiri pipi mulusnya yang masih terlihat cantik.
" Apa pun akan kulakukan demi mendapatkan maaf dari mu Miranti. Aku gak mau hidup dihantui dengan rasa bersalah. Aku turut berdukacita atas kepergian suamimu. Aku juga tau kalau saat itu kamu mengandung anak ku . Terimakasih Miranti. Terimakasih kamu merawatnya dan tidak membuangnya. Izinkan aku bertemu dengan anak ku Miranti, dia lelaki atau perempuan? Pasti ia hebat seperti kamu" puji Pasha tak menghiraukan tatapan sinis dari Miranti.
"Dia bukan anakmu. Dia anakku. Setelah belasan tahun kamu menghilang, meninggalkan rasa sakit dan trauma yang membekas. Sekarang dengan gampangnya kamu mengakuinya sebagai anakmu. Aku rasa kamu sakit jiwa Pasha. Bertahun-tahun aku merawat nya sendiri, berusaha berdamai dengan keadaan. Apa kamu pikir itu gampang. Dam sekarang kamu datang dan ingin merebut nya dariku, jangan harap kamu bisa bertemu dengannya."
Ada sedikit rasa takut kehilangan dalam hati wanita itu. Bagaimana pun juga ia tetap seorang ibu, ia tetap tak rela jika Aqilla harus bertemu dengan ayah kandungnya. Bagaimana nanti jika Aqilla malah memihak Pasha di bandingkan dirinya yang sering menyakiti Aqilla. Miranti tidak ingin itu terjadi. Dia telah bertarung nyawa melahirkan Aqilla ke dunia dan tak akan ia biarkan pria brengsek ini mengambil anaknya.
"Tapi Mir, darahku mengalir di tubuh anak itu dan aku ini ayah kandungnya. Suatu saat dia juga membutuhkanku jika ia menikah nanti. Jadi tolong, jangan halangi aku untuk bertemu dengan anakku sendiri. Cepat atau lambat dia juga akan mengetahui keberadaan ku. Jadi sebelum waktu itu tiba, lebih baik secepatnya aku bertemu anak kita" ucap Pasha berusaha membujuk Miranti.
Miranti tersenyum miring mendengar kata "anak kita" keluar dari mulut lelaki itu. Tetap saja Pasha tidak boleh bertemu dengan Aqilla. Siapa yang akan menjadi sasaran pelampiasan amarahnya nanti di rumah. Ia takut jika Pasha bertemu Aqilla dan membawanya untuk tinggal bersama.
" Aku rasa gak ada lagi yang perlu di bicarakan. Dan kamu gak usah cari aku lagi, anggap aja kita gak pernah kenal dan masa lalu itu sudah terkubur sejak lama. Jangan sekali-kali kamu nekat mendekati anakku, atau kamu akan tau akibatnya. Pergi yang jauh jangan ganggu keluarga ku lagi. Permisi" tandas Miranti. Ia segera merapikan tas nya dan beranjak pergi meninggalkan Pasha.
"Mir.. Miranti gak bisa gitu dong. Aku ini ayahnya dan sampai kapanpun aku tetap ayahnya. Itu hak aku untuk bertemu dengan anak ku sendiri. Miranti...." Pasha berusaha mengejar Miranti namun wanita itu sudah lebih dulu masuk ke dalam taksi yang melintas.
"Ya tuhan, mengapa dia kembali lagi. Aku memang sudah menjadi ibu yang jahat. Tapi aku gak siap jika harus berpisah dengan buah hatiku sendiri. Apa yang harus ku lakukan agar mereka tidak bertemu." bisik Miranti pada dirinya sendiri. Dia menyandarkan kepalanya pada punggung kursi sambil sesekali memejamkan matanya. Menarik nafas sedalam mungkin, membuang perasaan yang berkecamuk di hatinya.
^^^^
Di sekolah, Aqilla dan Nathan kembali di panggil ke ruang BK. Tapi kali ini bukan karena kesalahan mereka, melainkan membahas perundungan yang di lakukan oleh Siska and the geng pada Aqilla kemarin. Kepala sekolah mendatangkan orang tua siska,mauren, leya dan juga sesil.
Kepala sekolah tetap melakukan kewajiban nya, masalah ini sudah cukup serius jadi dengan terpaksa ia juga harus melakukan tindakan. Terlepas dari status keluarga Siska yang merupakan donatur sekolah.
Wajah mereka semua tampak tegang, tak terkecuali ayah Siska yang tampak sangat kecewa dengan kelakuan anak kesayangannya itu. Pasalnya, baru sekali ini ia mendapatkan laporan mengenai Siska di sekolah. Beliau tidak protes atau membela Siska karena memang anaknya salah.
"Baiklah, saya rasa pembahasan ini sudah cukup. Saya harap Siska, Mauren, leya dan sesil kalian tidak akan mengulanginya lagi. Sekarang, silahkan kalian meminta maaf pada Aqilla."ucap pak Burhan menyudahi pembicaraan.
Mereka berempat satu persatu menghampiri Aqilla yang duduk di kursi bersebrangan dengan mereka. Siska mendapatkan giliran terakhir, setelah mengucapkan maaf dia memeluk tubuh Aqilla. Membisikan sebuah kalimat di telinga kirinya agar tak dapat di dengar oleh Nathan yang berada di sebelah kanan Aqilla.
"kali ini kamu menang qilla, tapi lain kali aku pastiin kamu gak akan lolos dari aku. Jangan macem-macem apalagi semakin dekat sama Nathan. Dan satu lagi, aku akan bales ini semua karena kamu udah caper ke guru" bisik Siska.
Siska tersenyum simpul setelah mengurai pelukan mereka. Tatapannya terlihat syarat akan sebuah ancaman. Membuat bulu kuduk Aqilla meremang. Wajahnya berubah tegang dan keringat membasahi telapak tangannya.
"kamu gak papa Aqilla? Mau ke UKS? Muka kamu pucat soalnya"tanya Nathan khawatir melihat perubahan Aqilla.
"Enggak kok gak papa. Kita pamit ke kelas aja yuk" ajak Aqilla berusaha menyembunyikan kegugupannya.