Firnika, ataupun biasa di panggil Nika, dia dipaksakan harus menerima kenyataan, jika orang tuanya meninggal tepat, sehari sebelum lamarannya. Dan dihari itu juga, orang tua pasangannya membatalkan rencana tersebut.
Yuk ikuti kisah Firnika, dan ke tiga saudara-saudaranya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Pulang
"Silahkan ..." Nika tercekat begitu juga Kanaya yang langsung memegangi Kakaknya.
"Bang Abrar ..." lirih Nika.
"Akhirnya, setelah bertahun-tahun, aku menemui mu Nika, setelah hampir lima tahun ..." lirih Abrar menatap wajah Nika dengan penuh rindu.
"Bu ... Bu-bu ..." Fardi menyodorkan tubuhnya ke arah Nika.
"Ini? Anakmu?" tanya Abrar dengan wajah kecewa.
Padahal, dia sudah menduga jika Nika sudah bahagia. Tetapi, jika di hadapi langsung, kecewa itu kembali ada.
"Ini anak almarhum Safa ..." lirih Nika.
"Jadi?" Abrar terkejut tak percaya.
"Iya, Safa telah tiada. Dia meninggal setahun lalu, saat melahirkan anaknya." jelas Nika.
Abrar pun mengucapkan kalimat istirja', karena baru tahu tentang kabar duka itu. "Aku pikir, dia anakmu." lirih Abrar.
"Haha ,,, Kak Nika belum nikah, entah dia menunggu siapa." kekeh Amar, dan langsung dipelototi oleh Nika, dan Amar spontan menutup mulutnya.
"Benarkah?" tanya Abrar dengan mata berbinar.
"Ya ..." lirih Nika, semakin membuat Abrar bahagia.
"Tapi sayang, Bang Abrar sendiri udah punya pacar kan?" cibir Naya.
"Eh?" Abrar mengernyit dahi bingung.
"Jangan pikir aku gak tahu, aku tahu karena sempat melihat kakak di kedai jus, yang tidak jauh dari tempatku, saat itu Bang Abrar sedang ngomong dengan dosen di tempat ku." jelas Naya menggebu.
"Jadi, kamu udah melihat aku? Kenapa tidak menyapaku? Lagipula, dosen itu bukan siapa-siapa aku. Dia hanya sempat menawarkan adiknya untuk bekerja di kedai jus aku. Makanya, kami kenal." balas Abrar.
"Kedai jus? Maksudnya, punya bang Abrar?" tanya Kanaya menelan ludah.
"Iya, apa kamu tidak memperhatikan nama kedainya. Bardanka? Itu adalah Abrar dan Firnika, dengan harapan kami bisa bersatu, suatu saat nanti, seperti nama kedai jus itu." ujar Abrar membuat Nika tersipu.
"Firnika, hari ini dengan disaksikan kedua adikmu, dan juga keponakanmu. Maukah, kamu kembali padaku? Kembali menjadi napas ku, menjadi pelengkap di setiap kekuranganku?" tanya Abrar memegangi tangan Nika, bahkan Abrar berlutut, tanpa merasakan sakit pada luka yang dirasakannya.
"Kak, kakak jangan mudah menerima Bang Abrar. Ingat gak? Gara-gara Ibunya bang Abrar, kita sampai jauh dari tempat kelahiran kita." ujar Kanaya.
"Kalian tenang aja, bahkan jika Ibuku tidak setuju, dia tidak bisa membatalkan niat Bang Abrar seperti dulu. Sekarang, bang Abrar mampu menghidupi kalian, walaupun tanpa bantuan dari ke dua orang tuaku. Bahkan Bang Abrar janji, bang Abrar juga akan membantu kalian merawat anaknya Safa." ujar Abrar menyakini Nika juga adik-adiknya.
"Maaf ..." lirih Nika mundur.
Karena, walaupun cintanya masih untuk Abrar, dia juga kembali ragu, saat mengingat perlakuan Rina padanya.
"Jika kamu tidak mau kembali, tapi tolong, tolong temui Ibuku. Dia menyesali setiap perbuatannya pada kalian. Bahkan sekarang, beliau sudah mendapatkan karmanya." terang Abrar.
Abrar kembali mejelaskan, bagaimana keadaan Ibunya sekarang. Bahkan salah satu alasan Abrar membuka jus di kota yang sama dengan Samsul adalah permintaan Ibunya. Karena Ibunya sangat yakin, jika Nika tidak mungkin jauh, dari Uwa-nya itu.
"Padahal, dulu Ayah sempat ke kota ini, memata-matai wak Samsul, namun Ayah tidak pernah mendapatkan kehadiranmu diantara Wak Samsul." jelas Abrar.
"Mau kah, kalian pulang bersamaku, hanya untuk menemui Ibuku. Karena, sekarang dia sungguh menyesal, bahkan menangis hampir setiap hari. Apalagi, Ibu kerap kali mendapatkan cibiran dari tetangga sana." ujar Abrar.
"Ku mohon ..." harap Abrar menangkup kedua tangannya. Karena Nika masih saja membisu.
"Kak, baiknya kita ikut aja. Lagipula, aku rindu Mak, Ayah. Sangat rindu ..." ujar Amar dengan lirih.
"Kak, aku juga mau ke makam mereka. Dan mungkin, ini saatnya mereka merasakan kehadiran cucu pertama mereka. Dn bukan kah, Kak Safa juga sempat cerita jika sebelum meninggal, dia juga mau ke makam Mak, Ayah?" tanya Kanaya.
"Baiklah, kapan kalian libur?" tanya Nika pada kedua adiknya. Karena sejujurnya, dia pun sangat rindu orang tuanya. Bahkan, banyak hal yang ingin dia ceritakan.
Setelah menunggu hampir satu bulan, mereka pun berangkat ke tempat kelahiran menggunakan mobil rental yang disewa oleh Abrar. Tentu saja, Abrar yang mengemudikannya. Karena dia sempat belajar, sama Ayahnya.
Rina yang mengetahui jika Abrar pulang hanya bisa mematung. Iya, karena dia hanya berharap, jika sekarang, Abrar pulang, bukan hanya untuk memberikannya uang. Dia berharap jika Abrar membawa berita bahagia. Jika tidak dengan bertemunya Nika, setidaknya Abrar membawa berita, jika anaknya kembali jatuh cinta.
"Kenapa melamun?" tanya Ilham.
"Aku lelah, aku lelah menunggu Abrar menikah. Akankah, aku bisa melihatnya bahagia?" tanya Rina pada Ilham.
"Jangan pikirkan tentang itu, pikirkan aja kesehatanmu yang akhir-akhir ini semakin memburuk. Bahkan tubuhmu, terlihat sangat kurus." larang Ilham.
"Apakah, kamu masih cinta sama aku?" tanya Rina harap-harap cemas.
"Jika aku tidak mencintaimu, mungkin aku akan meninggalkanmu saat pertama kalinya kamu memfitnah Nika. Tapi, sekarang aku masih disini." ujar Ilham.
"Terkadang, aku masih berpikir. Apa sebaiknya kamu menikah lagi."
"Dan membiarkanmu disini seorang diri? Dan kamu pikir, adakah wanita yang mau sama aku, apalagi kakak madunya sepertimu." kekeh Ilham memotong ucapan istrinya.
"Seburuk itukah aku?" tanya Rina.
"Bukan, bukan masalah itu. Konon, perempuan tidak akan siap untuk dimadu. Tapi, jangan disamakan dengan perempuan-perempuan pada masa rasul kita" ujar Ilham.
"Aku mencintaimu Rina, tidak peduli bagaimana kamu sekarang. Yang pasti aku masih sangat mencintaimu." ujar Ilham mengecup lembut, bibir yang pucat itu.
"Kedepannya, berubah lah, untuk menjadi semakin baik." pinta Ilham.
Sekarang Rina hanya bisa berada di kamar. Bahkan dia tidak bisa lagi menyeret tubuhnya seperti sebelumnya. Karena sekarang, selain lemah, dia tidak sanggup walaupun hanya untuk duduk.
Penyakit komplikasi yang diderita Rina, membuatnya kehilangan tenaga. Beruntung, Ilham dengan sabar juga telaten mengurus istrinya itu.
Setelah melewati hampir tujuh jam lamanya, Abrar sampai di rumah. Dia tiba disiang hari. Karena tadi, mereka berangkat pagi-pagi.
Nika turun dari mobil dengan perasaan yang tak menentu. Walaupun berbeda desa, tapi ada beberapa tetangga Abrar yang mengenali Nika.
Masing-masing dari mereka langsung berekspektasi sendiri. Ada yang menduga, jika alasan Abrar jarang pulang kampung, adalah telah menikah dengan Nika. Buktinya, adalah anak yang ada di gendongan Nika. Dan sekarang, diambil alih oleh Abrar.
"Kayaknya, mereka udah nikah deh. Pasti mereka nikah diam-diam, secara kan, hubungan mereka sempat tidak direstui oleh Rina." ujar Santi tetangga Rina.
Dan beberapa orang lainnya langsung setuju dengan pendapat Santi itu.