💕 Apa yang kamu lakukan jika di berikan kesempatan kedua untuk hidup? 💕
Tasya dan Alexander di berikan kesempatan kedua untuk kembali ke masa dimana mereka harus memperbaiki masa muda mereka dan segala kesalahan yang mereka lakukan.
Dapatkan mereka memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan? Haruskan mereka mengorbankan seseorang yang mereka sayangi?
DISCLAIMER: Cerita ini murni karangan Pena dua jempol. Segala bentuk foto ilustrasi baik tokoh maupun property bukan milik pena dua jempol namun sudah mendapatkan izin untuk menggunakannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon choirunnisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Dinner.
Tasya terkejut ketika orang tuanya sampai di salah satu restoran indoor dekat pelabuhan.
"Mih ... serius kita makan di sini?"
"Iya Sayang ... kenapa? Kamu nggak suka tempatnya?"
"Bukan begitu, Mih. Baju Tasya terbuka. Kalau dingin bagaimana?"
Antonius menatap putrinya dari mirror center.
"Biasanya juga kamu pakai hot pants dan tanktop kalau kita ajak keluar makan. Jangan cari alasan untuk menghindari makan malam ini, Tasya." Antonius berucap serius.
"Bulan kemarin Alexander nggak dateng karena sedang ada tugas ilmiah. Sekarang mumpung kalian berdua bisa. Jangan beralasan lagi, Tasya."
"Mami kamu benar. Kami janji, kami nggak akan membahas mengenai pernikahan. Kalian berteman baik saja dulu, Ya?"
Tasya turun terakhir dari mobil. Perasaannya campur aduk saat ini. Takut, bingung, dan kesal.
Bagaimana bisa orang tuanya memiliki hubungan yang baik dengan orang tua Alexander.
'Duh ... anaknya aja serem apalagi orang tuanya ya?!' batin Tasya.
Tasya ingat, ibu Alexander masuk dalam salah satu arisan ibu-ibu sosialita yang diikuti Maretha dan Lisa -- ibu Lukas. Tasya takut jika ibu Alexander akan seperti Lisa yang baik di awal saja.
Ternyata keluarga Melviano sudah lebih dahulu tiba. Alexander ikut berdiri seperti orang tuanya. Membungkuk memberi salam dan tersenyum manis.
Lexa dan Dimitri menghampiri Antonius dan Maretha. Saling memberi salam dengan memeluk. Tentu saja antar lelaki dan perempuan saja.
'Tunggu... Xander bisa tersenyum? Manis senyumnya ... ehhh apa sih!' batin Tasya.
"Sering-sering ya, Tha. Kita dinner seperti ini. Kamu kan tau, aku pengen banget punya anak perempuan."
Lexa menatap Tasya dan tersenyum lebar.
"Iya, Lexa. Nanti aku suruh Tasya sering-sering main ke rumah kamu, kalau kamu sedang di Indonesia seperti sekarang ini."
Alexander sangat tampan malam ini. Lelaki itu mengenakan Coat panjang berwarna Milo dengan inner tutle neck lengan panjang dan celana bahan berwarna putih senada dengan bajunya dan sepatu.
'Kenapa gue baru sadar dia ganteng?'
Alexander menghampiri Tasya. Bouquet bunga teratai berwarna merah muda perpaduan putih ia berikan kepada Tasya.
"Maaf ya Sayang. Bouquet nya Xander yang pilih sendiri. Udah Mommy bilang beli mawar atau tulip. Malah belinya teratai."
Lexa menghampiri Tasya dan memeluk gadis itu.
"Nggak apa-apa Tante, Tasya suka kok."
Tasya menatap Alexander.
"Terima kasih Xander!" ucapnya.
"Xander memilih bunga teratai karena memiliki arti penting, Mom. Bunga yang melambangkan kelahiran kembali dan makna pentingnya kehidupan yang singkat ini. Selagi hidup ini singkat, gunakan sebaik-baiknya dengan menjadi orang yang baik, tulus dan murni."
Tasya tersenyum lembut namun tangannya memegang erat bouquet itu.
Ia merasa Alexander menyindirnya karena selama ini dirinya tidak berkelakuan baik apalagi pada Bianca. Kekasih Alexander.
"Manis sekali kamu, Xander ... Lexa kamu beruntung memiliki anak laki-laki sehebat Xander," puji Maretha.
Tasya hanya menunduk memperhatikan bunga yang ia gendong layaknya bayi. Alexander membuka Coat nya, ia menutupi tubuh Tasya dengan Coat nya.
'Apa dia nggak tau, kalau mau makan malam di pinggir pantai.' Alexander bermonolog sambil menyelimuti tubuh Tasya yang kecil dengan Coat nya.
"Xander ... lo--" ucapan Tasya terpotong oleh suara Lexa.
"Xander ... baiknya kamu!"
"Jadi inget jaman kamu dan Dimitri pacaran ya!" timpal Maretha.
Mereka segera menuju meja makan yang sudah di reservasi oleh kedua keluarga itu.
Alexander memberikan lengannya agar Tasya merangkulnya. Demi membahagiakan orang tuanya, Tasya menuruti.
Tidak sampai di situ saja. Alexander bahkan menarik kursi untuk Tasya yang lagi-lagi membuat orang tua mereka memekik bahagia.
"Sya ... apa Xander memperlakukan kamu dengan baik di sekolah? Dia tidak membully kamu, kan?"
"Engga Tante ... Xander baik. Kami tidak pernah bertengkar."
"Mommy ... panggil Mommy saja ya. Oh iya ... Kalian sama-sama kelas 11 kan? Apa kalian sekelas?" tanya Lexa kembali.
"Xander dan Tasya sekelas, Mom. Bahkan kami akan mengikuti Olimpiade MIPA tahun ini. Benar kan, Sya?"
Kali ini Alexander yang menjawab.
"Iya benar ...."
"Benarkah? Kami akan mempersiapkan semua. Apa kalian butuh guru private?" tanya Maretha antusias.
"Tidak Mami Maretha. Xander dan Tasya biasa belajar bersama. Jika ada orang lain, konsentrasi kami terpecah."
Mereka semua senang mendengar kebohongan yang Alexander buat. Tasya hanya diam. Mengangguk. mengikuti Alexander.
"Tadi sebelum ke sini. Kami -- saya dan Tasya membicarakan perusahaan. Tasya berkeinginan mengelola Sanjaya Group setelah lulus sekolah. Bagaimana menurut kamu, Xander?" tanya Antonius sambil melirik Tasya yang tampak tenang menikmati makan malamnya.
"Itu bagus Om-- sorry ... Pih."
Alexander belum terbiasa memanggil Antonius dengan sebutan papi.
"It's okey, Xander!"
"Menurut Xander. Tasya harus bisa memimpin Sanjaya Group. Bahkan jika suatu saat ia menikah, Tasya harus tetap mengurus Sanjaya Group."
Tasya menghentikan makannya. Ia menatap Alexander tidak percaya. Ternyata Alexander sangat dewasa. Sepemikiran dengannya.
"Apa Papi Antonius tidak khawatir jika perusahaan yang Papi rintis di kelola oleh orang lain meskipun itu menantu Papi sendiri?" lanjut Alexander.
Antonius tersenyum senang menatap sang putri dan Alexander bergantian. Tasya mengerti tatapan sang papi seolah-olah mengatakan.
'Alexander tidak seperti apa yang kamu khawatirkan!'
"Kau tau, Anton?! Alexander sedang berusaha menjalin kerja sama dengan Izyaslavich." Dimitri berucap bangga sambil menepuk bahu putranya.
"Izyaslavich? Kamandanu, right? Aku baru saja menjalin kerja sama dengan dia. Kemungkinan akan aku rekomendasikan kamu dengan Izyaslavich. Asalkan kamu loyal terhadap lelaki itu. Jangan berkhianat jika bergabung dengan dia."
"Benar, Pih. Karena tujuan Alexander adalah bisa menjadi bagian dari Aditama. Karena tidak bisa kita memasuki Aditama tanpa koneksi dari Izyaslavich. Aditama lebih selektif," jelas Alexander panjang lebar.
Hal itu menjadi nilai plus di mata Antonius dalam menilai Alexander yang ternyata sudah matang dalam hal berpolitik dan berbisnis.
"Saya percayakan masa depan Sanjaya pada kamu, Alexander. Kita akan bekerja sama."
Alexander tersenyum senang. Ini tujuan dia bersikap manis hari ini. Untuk mendapat simpati dari Antonius agar bisa masuk ke dalam Izyaslavich dan Aditama sehingga membuat Melviano tidak mudah dihancurkan siapapun.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Lukas memasuki markas. Kemudian ia menuju area warehouse untuk menanyakan keberadaan Alexander.
"Bos Alex? Udah dua Minggu dia nggak kesini, Bos. Sibuk persiapan olimpiade kali!" sahut Ragil anggota Xalumara yang sering menginap di markas.
"Matthew?"
"Bos Matthew lagi di Pioneer. Soalnya Gamma -- Adrian, lagi menggila."
"Si Ibra? Dia nggak ke sini? Malam ini kita ada balapan dengan Beastank. Sial ... kalau nggak ada yang datang bisa double kita bayar dendanya," pungkas Lukas.
"Ibra sama ceweknya lagi di atas kayaknya, Bos. Lo cek aja."
Mood Lukas berantakan. Padahal hari ini dia ingin menembak Tasya. Membuat gadis itu menjadi wanitanya seutuhnya. Agar Tasya bergantung hanya pada dirinya.
Lukas memainkan ponselnya. Ia hendak melihat story WhatsMax yang baru saja Tasya upload. Gadis itu memfoto bouquet bunga tulip dengan caption.
'Menghargai setiap kesempatan hidup yang Tuhan berikan. Tanpa menyia-nyiakannya.'
Tak lama Alexander pun mengupload foto di Instamax nya. Foto tangan seorang gadis yang duduk di sebelahnya. Dengan caption, 'My second Chance.'
"Ada apa sih dengan orang-orang hari ini. Lebay banget. Yang satu ngomongin hidup seolah-olah akan mati besok. Yang satu lagi berasa abis menjelajah waktu dan bisa melihat masa depan."
Lukas merebahkan tubuhnya di sofa. Memandang langit-langit atap. Pikirannya menerawang.
Memikirkan perubahan drastis yang Tasya dan Alexander alami seminggu ini.
"Apa mereka bisa menjelajah waktu? Apa mereka berasal dari masa lalu atau dari masa depan?" gumam Lukas.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Sayang ... Mami titip Tasya ya?! Kami mendadak harus ke Surabaya. Besok siang ada meeting direksi."
Maretha menatap Alexander penuh harap.
Tiba-tiba saja, anak cabang perusahaan Sanjaya yang di Surabaya mengalami masalah.
Mau tidak mau Maretha dan Antonius harus bertolak ke Surabaya.
Begitupun dengan Melviano yang memiliki beberapa saham di Sanjaya. Mereka juga ikut bertolak ke Surabaya malam itu juga.
"Tasya naik Taxi online aja, Mih. Kasian Xander kalau harus mengantar Tasya. Jauh banget."
"Mami Maretha tenang aja. Xander akan menjaga Tasya dengan baik."
Alexander menggenggam tangan Tasya erat.
Tasya hanya menatap lelaki itu dari samping.
Alexander hari ini tidak seperti Alexander yang ia kenal di sekolah. Sangat berbeda.
"Terima kasih Xander, pakai mobil Papi aja!" Dimitri memberikan kunci mobilnya pada Alexander.
"Jagain anak mommy loh, Xander! Kalau lecet, mommy penggal kepala kamu!" Ancam Lexa kepada putranya.
Alexander hanya tersenyum sambil mengangguk. Lelaki itu menuntun Tasya, membawanya masuk ke dalam mobil dan memakaikan seat belt ke tubuh Tasya.
"Gue bisa pulang sendiri, Xander."
Alexander terdiam tidak menjawab. Ia tidak ingin berdebat dengan Tasya karena percuma saja. lelaki itu akan tetap mengantarkan Tasya pulang.
"Xander ... turunin gue di depan minimarket itu aja." Tasya menunjuk minimarket yang jaraknya tidak jauh dari mereka.
"Oke ... tapi ada satu syarat!"
"Apa?"
"Be my girlfriend!"
...༎ຶ‿༎ຶ To be continued ༎ຶ‿༎ຶ...