Ini adalah cerita tentang Lini, seorang gadis yang pergi merantau ke Jakarta dan tinggal di salah satu rumah kost. Hari-harinya dipenuhi warna ketika harus menghadapi trio emak-emak yang punya hobi ngejulidin tetangga. Naasnya salah satu anggota trio itu adalah ibu kost-nya sendiri.
Ga cuma di area kostan, ternyata gosip demi gosip juga harus dihadapi Lini di tempat kerjanya.
Layaknya arisan, ghibah dan julit akan berputar di sekitar hidup Lini. Entah di kostan atau dikerjaan. Entah itu gosip menerpa dirinya sendiri, atau teman dekatnya. Tiap hari ada aja bahan ghibah yang bikin resah. Kalau kamu mau ikut gabung ghibah sama mereka, ayok aja! Tapi tanggung sendiri resikonya, bisa-bisa nanti giliran kamu yang kena giliran di-ghibahin!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evichii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Soal Kecewa
"Lini, terima kasih dan selamat bergabung kembali di project ini.." Pak Andreas menyalami gue yang akhirnya bisa bernapas lega dan berbangga diri. Project ini kembali ke tangan gue dan itu artinya gue masih punya banyak kesempatan untuk mengembangkan potensi diri gue di perusahaan ini. Abah sama ambu pasti juga ikut bangga!
Mbak Silvi yang udah pasti kesel, keluar ruangan meeting tanpa berpamitan pada Pak Andreas dan yang lainnya. Sedangkan Mbak Iis dan Niken masih bertahan di ruangan walaupun mungkin gue tau, kekesalan mereka udah sampai di puncak ketika mendengar Pak Andreas memuji-muji gue di depan mereka.
Gue ga mau besar kepala, perjalanan project ini masih panjang. Apalagi kalau nanti project ini udah mulai berjalan produksinya, bisa-bisa gue juga disuruh ke Kalimantan untuk memantau langsung ke sana.
Besok adalah meeting akhir dengan klien untuk penentuan project ini. Pak Andreas tentu mewakili perusahaan merasa lega dan tenang karena masalah yang tadi pagi sempat membuat klien kecewa akhirnya bisa diselesaikan meski hanya melalui zoom meeting yang berlangsung singkat barusan.
"Iis, mulai sekarang kamu bantu Okta untuk project Atma dan Niken kamu tetap ada di project ini, bantu Lini dan ikuti setiap instruksi yang diberikan Lini.. " Pak Andreas berhenti sebentar sambil membuka catatannya.
Sementara gue liat Mbak Iis dan Niken tampak gelisah seperti ingin menentang keputusan Pak Andreas, yang udah jelas ga bisa diganggu gugat!
Bahkan sekelas owner pun kadang-kadang nurut sama Pak Andreas yang dikenal cekatan dalam berpikir dan juga ahli dalam memgambil segala hal keputusan penting perusahaan.
Pak Andreas ini salah satu orang penting yang sangat dipercaya oleh owner, jadi banyak yang mengira kalau Pak Andreas adalah pemilik perusahaan ini saking berwibawanya beliau. Beliau membawahi banyak divisi sekaligus dan semuanya berjalan kondusif selama berada di bawah pimpinan Pak Andreas.
"Lini.. Terus berkomunikasi intens dengan Fani dan Abdan. Jangan sampai ada missed untuk setiap detailnya, dan laporkan ke saya: daily and weekly!"
Gue cuma mengangguk sambil mencatat setiap hal penting yang perlu gue inget. Meskipun muka gue keliatan biasa aja, tapi hati sama pikiran gue jelas ga tenang waktu Pak Andreas bilang gue harus tetap berkomunikasi intens dengan Mas Abdan. Kalo sama Bu Fani sih ga masalah, tapi kalo sama Mas Abdan? Dughhh! Kenapa sekarang gue jadi ngerasa ngeri ngeri sedep ya sama Mas Abdan?
Diam-diam gue melirik ke Mas Abdan yang sekarang masih duduk di hadapan gue. Mas Abdan juga tampak sibuk mencatat, entah dia merasa atau ga, kalau sejak tadi gue lirik-lirik ke arahnya.
"Oke, meeting selesai. Kalian bisa kembali bekerja.." Pak Andreas menutup meeting singkat hari ini tanpa menanyakan keberadaan Mbak Silvi yang udah kabur duluan.
Gue merapikan dokumen dan buku yang gue bawa sebelum pamit untuk meninggalkan ruangan Pak Andreas.
"Lini, saya percaya kamu bisa berkontribusi baik di project ini. Saya bisa melihat tanggung jawab dan ketelitian kamu, pertahankan itu!"
Gue tersenyum sambil mengangguk sungkan pada Pak Andreas.
"Kamu dan Abdan akan jadi partner yang baik. Abdan, tolong support Lini karena kamu lebih pengalaman di project besar!" lanjut Pak Andreas dan dibalas dengan antusias oleh Mas Abdan.
"Dengan senang hati, pak.." ujarnya sambil tersenyum menatap gue.
Gue buru-buru buang muka menghindari tatapannya. Bener-bener deh.. sekalinya dapet project pertama, gue langsung disuruh berhadapan dengan tantangan yang super luar biasa!
Keluar dari ruangan Pak Andreas, gue berjalan tergesa-gesa demi mendahului Mas Abdan. Jangan sampe ada kesempatan gue berduaan lagi sama Mas Abdan, dimana pun!
"Hey, partner! Mau coffee break bareng?" Mas Abdan tiba-tiba udah mengimbangi langkah kaki gue.
Saking kagetnya, dokumen yang gue bawa sampe terlepas dari tangan dan berjatuhan ke lantai.
"Ya ampun, Lin.." Mas Abdan berjongkok untuk membantu gue memungut barang-barang itu.
"Udah, ga apa-apa, Mas.." gue menerima dokumen dari tangan Mas Abdan dan mencoba tetap sopan dibalik ketakutan gue berhadapan dengan dia sedekat ini.
"Mau ngopi bareng? Sambil ngomongin planning Traco?"
Gue menggeleng cepat. "Maaf, mas.. Gue masih ada kerjaan yang ditungguin sama produksi.."
"See? Lo tuh selalu begini.. Menghindar terus dari gue!" seru Mas Abdan sedikit kencang.
"Bukan gitu, mas.. Kalo sempet pun, gue mau kok ngopi bareng!"
Mas Abdan tersenyum sinis. "Lo denger tadi kata Pak Andreas? Semua project yang berjalan di sini, udah dikasih ke Okta sama ke Iis. Lo fokus sama traco!"
Gue terdiam. Bingung gimana lagi harus menghindar dari Mas Abdan yang sepertinya udah sembuh dari sikap ketusnya ke gue. Hff!! kalau bisa milih, mendingan Mas Abdan ketus lagi deh ke gue kayak tadi pagi!
Untung aja ponsel gue berbunyi dan gue ngeliat nama Restu di layar hp. Gue buru-buru beranjak dari depan Mas Abdan tanpa berpamitan.
"Halo, Restu? Gimana mama?"
"Hai, pacar.. Alhamdulillah mama udah selesai operasi. Sekarang lagi pemulihan jadi gue belom bisa ketemu.. Dokter bilang, operasi berjalan baik. Kalau kondisi mama stabil, mama bisa pulang 5 hari lagi.."
"Alhamdulillah, semoga kondisi mama bisa stabil ya.." Gue tersenyum lega. Sementara itu Mas Abdan tau-tau udah berdiri lagi di belakang gue. Gue sempet kaget dan untungnya ga sampe teriak.
Mau apa coba dia deket-deket gue? Mau nguping?
Gue langsung berlari masuk ke dalam toilet untuk menghindari Mas Abdan.
"Lo lagi sibuk ya? Ngos-ngosan gitu?"
"Eh, ini abis dari produksi.. Naek tangga jadi ngos-ngosan!" gue jadi berbohong sama Restu. Ga mungkin gue ceritain soal Mas Abdan sekarang.
"Ya udah, lo jangan capek-capek dulu.. kemaren kan baru banget pulih.. Temen lo yang jedotin kepala lo apa kabar?"
"Umm, ya gitu aja.. Masih kerja biasa.."
"Ga ada sanksi dari atasan lo?"
Gue tertawa. "Orang atasan gue bestie-nya dia.."
Restu diam, seperti ga rela karena gue ga dapet keadilan setelah dijahatin sama Mbak Iis kemaren.
"Kalo kondisi mama udah membaik, kita nikah aja yuk.. Lo ga usah kerja lagi.." ujar Restu yang bikin gue makin ketawa.
"Gue serius, Lini.."
"Ya Restu, gue tau lo serius sama gue.. Makasih ya!"
"Gue serius soal omongan barusan! Kita nikah aja.."
Kali ini gue yang terdiam. Entah apa yang gue rasain sekarang. Gue terharu sekaligus bahagia ngedenger ajakan Restu. Tapi, jujur gue belom siap menikah. Apa gue bodoh?
Entahlah gue juga ga ngerti sama sikap gue yang masih belum ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius dengan Restu. Gue mau selamanya dengan Restu, tapi kalau untuk menikah dalam waktu dekat ini kayaknya gue masih belum siap. Apalagi gue baru aja dipercaya sama Pak Andreas untuk meng-handle project penting. Ini kesempatan bagus untuk jenjang karir gue ke depannya. Jadi kalau diminta menikah sekarang, kayaknya gue belum siap bilang "ya"!
Gue ga sadar dan gue ga tau kalau respon gue tadi membuat Restu kecewa. Ah, seandainya gue bisa merespon pertanyaan Restu dengan langsung menjawab "iya", mungkin ga akan ada keraguan yang muncul di hati Restu.
Gue ga sadar udah menyakiti hati Restu dengan sikap gue yang seolah ga serius dengan hubungan ini. Seandainya gue bisa lebih peka...
***
semangat thor,suka banget sama gaya bahasa mu,ikut gemes ikut sedih tauu.
sukses menanti mu.
Ah Restu kenapa selalu mempermainkan ketulusan Lini. 🥺