Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Perseteruan dua pria
"Kau memaafkan aku?" tanya Jovan terlihat senang dengan binar mata yang berkilau karena air mata buayanya.
"Aku yang salah, aku akan sabar menunggu hal itu sampai kita menikah!"
Tapi raut masam sedang di tunjukkan Agnia. Mustahil menutupi kemarahan karena kekurangajaran Jovan semalam. Di samping itu, ia jadi tahu jika Jovan berarti punya niat buruk padanya.
"Kita bahas ini nanti lagi. Akan aku pikirkan ucapan mu!"
BRAK!
Jovan berjingkat kaget ketika pintu di banting Agnia. Sementara Airlangga terlihat menatap Jovan dengan raut datar sepeninggal Agnia.
"Obat apa yang kau masukkan ke minumannya?" cecar Airlangga begitu mereka hanya berdua. Tak lagi bisa menutupi ketidaksukaan atas perbuatan menjijikan Jovan.
Jovan menatap tak suka, "Apa yang kau bicarakan pria miskin? Obat apa memangnya?" kilahnya ogah meladeni, cenderung menghindar.
Airlangga yang geram maju dan merangsek kerah baju Jovan sembari menatap lebih tajam. "Berhentilah bermain kebusukan!"
Tapi Jovan yang sebenarnya sedang dilanda ketakutan tertawa mengejek, "Kenapa kau yang bersikeras, berandalan? Apa urusan mu? Kau tidak tahu saja, dia itu tunangan ku. jangan-jangan kau menyukainya, ya?"
Tapi Airlangga sama sekali tak menggubris pertanyaan Jovan yang malah mengecoh ke hal lain.
"Kau yang memberinya obat kan?" tanya Airlangga lagi dengan kesabaran yang mulai terkikis. Ingin rasanya dia menghantam muka pria sialan ini karena selain cabul, pria ini sangat pandai berkilah.
"Jangan sembarangan kau, sopan lah sedikit, aku ini orang penting di kota ini, apa kau tidak tahu sopan santun, hah? Oh ya, aku lupa berandalan seperti mu ini pasti tidak pernah di ajari Ibumu sopan santun kan? Tidak tahu diri!"
BRUK
Airlangga langsung mendorong tubuh Jovan hingga membentur keras ke tembok karena terpancing emosi. Kini, dapat Jovan ketahui sendiri seberapa kemarahan yang kini membakar seorang Airlangga.
Airlangga menarik senjata dari balik punggungnya, ia menekankan benda itu ke kepalan Jovan yang kini mendadak pucat dengan rasa takut setengah mati.
"A-apa yang kau lakukan?" mendadak gagap.
"Meledakkan kepalamu!"
"Apa kau gila?" Jovan panik dan keringat sudah semakin membasahi keningnya. Dia takut sekali dan tak menduga jika Airlangga seberbahaya ini. Pria ini juga membawa senjata kemana-mana.
"Jangan bawa-bawa orang tua. Kau pun tak lebih dari sekedar bajingan berpakaian rapi. Jaga mulut mu saat berbicara dengan ku. Kalau tidak, mulutmu ini akan ku robek!" ancam Airlangga yang tak main-main dengan perkataannya. Sedari dulu, ia selalu tak suka jika di sentil perihal orang tuanya.
Jovan yang semakin pucat kini beringsut ke bawah dengan lutut yang terasa lemas, dan ketika Airlangga akan menempeleng muka Jovan, teriakan dari arah kanan membuatnya batal.
"Apa yang kau lakukan?"
Airlangga kontan menoleh dan ternyata itu adalah Visya. Visya seketika berlari menyongsong keduanya dengan muka khawatir.
"Astaga, Pak Jovan, kenapa anda di bawah? Laki-laki kurang ajar, apa yang kau lakukan kepada pak Jovan?" Visya memarahi lalu mendorong Airlangga dan membuat pria itu terpaksa memundurkan langkah.
Airlangga yang malas melihat drama basi di depannya akhirnya memilih pergi dan masuk ke dalam kamarnya. Visya yang melihat Jovan ketakutan langsung membantunya bangun. Tapi bukannya mendapatkan terimakasih, ia malah di damprat Jovan.
"Kenapa kau kemari, kalau Agnia tahu bagaimana?" ucap Jovan memarahi Visya dan terlihat mengedarkan pandangan memastikannya keadaan di sekitar aman.
***
Di kamar, Airlangga membenturkan kepalanya agak keras ke dinding. Ia merasa frustasi hanya dengan di sentil seperti itu saja soal ibunya. Ia bukan orang yang berasal dari kalangan cemara seperti orang kebanyakan. Tapi tetap saja, ia juga seorang manusia yang punya perasaan.
Apalagi, ibunya saat ini sedang berada di tangan orang yang sebenarnya tidak terlalu dia percayai. Tapi keadaan yang ada menegaskan jika jelas ia belum bisa membebaskan wanita itu karena keberadaan suatu benda.
"Bugenvil. Apa yang sebenarnya di maksud wanita itu? Kenapa setiap bertemu selalu saja kata itu yang dia ucapkan!"