Kisah perjuangan hidup gadis bernama Cahaya yang terpaksa menjalani segala kepahitan hidup seorang diri, setelah ayah dan kakak tercintanya meninggal. Dia juga ditinggalkan begitu saja oleh wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini.
Dia berjuang sendirian melawan rasa sakit, trauma, depresi dan luka yang diberikan oleh orang orang yang di anggapnya bisa menjaganya dan menyayanginya. Namun, apalah daya nasibnya begitu malang. Dia disiksa, dihina dan dibuang begitu saja seperti sampah tak berguna.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Akankah Cahaya menemukan kebahagiaan pada akhirnya, ataukah dia akan terus menjalani kehidupannya yang penuh dengan kepahitan dan kesakitan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28 Ancaman
Pagi ini Kai mengantar Aya ke kampus untuk pertama kalinya.
"Makasih sudah di antar." ucap Aya lalu turun dari mobil yang diikuti Kai.
"Kenapa ikut turun?" tanya Aya heran.
Kai tersenyum, melangkah mendekati Aya. "Nanti pulangnya aku jemput lagi ya."
"Gak usah."
"Oh, Ay! Selalu ya kamu seperti ini. Hanya bersikap manis saat butuh bantuanku saja." sindirnya dengan raut wajah pura pura sedih.
"Ya bu-bukannya gitu."
"Kalau gitu biarkan aku menjemputmu nanti." mengusak kepala Aya pelan sambil tersenyum manis yang berhasil membuat Aya tersipu malu.
"Semangat ya cantik. Sampai ketemu lagi nanti sore."
Kai pun kembali ke mobilnya, melajukan mobilnya meninggalkan Aya yang masih tersipu malu dengan kedua pipinya yang merona kemerahan.
Tanpa Aya sadari, dari kejauhan Anggi melihat apa yang barusan terjadi. Begitu Kai sudah pergi, Anggi pun menghampiri Aya.
"Kak Aya!" Serunya mengagetkan Aya.
"Anggi... bikin kaget saja." rutuknya.
"Diantar siapa tadi kak?" selidik Anggi.
"Diantar apanya. Aku naik taksi ke kampus." kilahnya.
"Oya? Beruntung banget kak, supir taksinya se tampan itu..." ledek Anggi.
Aya pun tersenyum simpul, dia tidak bisa berbohong kali ini. Lagian Anggi juga sudah melihatnya langsung.
"Jangan bilang siapa siapa ya. Termasuk Tari."
"Kenapa kak?"
"Ya gak apa apa. Aku gak mau aja Tari salah paham."
"Salah paham gimana?"
"Tadi itu teman mas Elang. Kalau Tari tau aku diantar sama dia, nanti Tari malah mengira aku punya hubungan sama teman pacarnya itu." tuturnya menjelaskan.
"O gitu. Oke deh aku akan menjaga rahasia. Tapi, dia benaran bukan pacar kakak?" selidik Anggi lagi yang membuatnya mendapat pukulan pelan dari Aya.
"Kak Aya, sakit tau..." protesnya sambil mengelus bagian bahunya yang dipukul Aya.
"Makanya punya mulut di jaga. Jangan asal ngomong."
"Ya aku kan cuma nanya kak. Siapa tau benaran pacar kak Aya."
"Bukan, Gi. Lagian mana ada orang kaya seperti itu mau sama orang seperti aku yang rakyat jelata ini."
"Cinta itu buta kak."
"Memang buta, karena itulah orang sepertiku tidak akan pernah terlihat dimata orang orang kaya seperti dia."
"Tapi tadi aku lihat dia menatap kak Aya penuh cinta loh."
"Anggi! udah deh jangan menyebar gosip sembarangan."
Aya mulai melangkah menuju ruang kelas, karena hari ini ada mata pelajaran yang membahas tentang teori bukan praktek seperti biasanya.
"Kak Aya suka gak sama dia?" Selidik Anggi sambil mengikuti langkah Aya yang semakin cepat.
"Gak."
"Benaran?"
"Kenapa? Kamu suka ya..."
"Gak lah. Bukan tipeku. Terlalu dewasa." tolak Anggi cepat.
"Terus kenapa kamu penasaran banget tentang dia?"
"Ya... ah lupakan saja. Gak penting." sahut Anggi sambil merangkul lengan Aya yang direspon dengan senyuman olehnya.
Anggi hanya ingin tau tentang hubungan Aya dan Kai. Dia merasa kasihan jika saja Aya benaran suka sama Kai. Anggi tau dari Ken bahwa Kai sudah dijodohkan oleh bundanya. Ken juga bilang, sejauh apapun hubungan Kai dengan Aya, pada akhirnya Kai akan tetap memilih patuh pada bundanya, sama seperti Ken yang berakhir memutuskannya karena dilarang pacaran oleh bundanya.
"Maafkan aku kak. Aku hanya khawatir kakak akan berakhir ditinggalkan sepertiku." gumam Anggi dalam hatinya.
~
~
~
Hari ini Aya pulang dari kampus lebih awal. Dia menyempatkan berbelanja bahan kain untuk tugas mendatang. Dan kali ini dia tidak mendatangi toko yang biasa, karena Tari mengajaknya membeli bahan kain di toko langganan Tari.
Setelah mendapatkan kain yang mereka inginkan, Tari mengajak Aya ke mall.
"Kak, besok Mama ulang tahun. Bantu aku milih kado untuk Mama ya."
"Iya."
Tari senang karena Aya bersedia membantunya mencari kado untuk mamanya. Tapi, masalahnya saat ini mereka sudah berkeliling mall dan Tari masih mengatakan belum menemukan apa pun yang bagus untuk diberikan sebagai hadiah ulang tahun mamanya.
"Sebenarnya kamu maunya ngasih kado apa buat mama kamu, Tari?" tanya Aya yang merasa sudah lelah dan bosan.
"Gak tau kak, aku bingung. Mau beliin tas, mama baru beli bulan lalu. Perhiasan, mama sudah punya banyak koleksi. Kalau baju... mama punya fashion desainer sendiri. Jadi aku bingung mau beliin apa kak." tuturnya berceloteh cepat.
"Kak Aya punya ide?"
"Mmm, gimana kalau buku. Kelihatannya tante suka membaca karya karya ilmiah gitu."
"Ide bagus. Kok aku gak kepikiran ya." Tari tampak senang.
"Ya udah yok kak kita ke toko buku. Setelah itu kita makan."
"Ayok."
Mereka menuju toko buku. Tapi saat tiba di toko buku yang ada mall itu, seseorang menghampiri Tari.
"Tari!" Serunya memanggil Mentari yang langsung menoleh.
"Eh mas Doni."
Mentari tampak senang melihat sepupunya itu. Mereka pun berpelukan sebentar.
Sementara Aya tampak pucat, kedua tangannya memegangi erat tali tas sandangnya. Jika dilihat dari dekat, di dahi aya terlihat keringat dingin. Dia merasa terancam dan ketakutan saat melihat Doni.
"Ini siapa, Tari?" tanya Doni menoleh pada Aya yang menundukkan pandangannya dalam dalam.
"Oh ini kak Cahaya. Sahabatku yang mau aku kenalkan sama mas Doni waktu ulang tahunku itu loh." tutur Tari.
Doni tersenyum, mengulurkan tangannya pada Cahaya yang malah melangkah mundur ragu ragu.
"Hai, aku Doni."
Aya masih terus menunduk, dia bahkan tampak mulai gemetar. Tari menyadari itu dan dia langsung mendekati Aya.
"Kak, ada apa?" meraih tangan Aya.
"Kakak kok pucat."
Mentari memegang kedua belah pipi Aya, mengangkat wajah Aya. Bibirnya terlihat membiru keunguan dan kulitnya terasa dingin.
"Kak Aya kenapa?" Mentari khawatir.
"Aku mau pu-pulang..." ucap Aya sangat pelan dengan terbata bata dan bibir yang gemetar.
"Teman kamu sakit ya? Mau mas antar pulang?" Tanya Doni.
"Iya mas, bantu antar kak Aya pulang ya."
"Gak usah, Tari. Aku pulang sendiri aja." tolak Aya.
"Tapi kak..."
"Kamu sakit, biar aku antar pulang." Doni langsung merangkul Aya.
"Lepas!" Seru Aya mencoba melepaskan rangkulan tangan Doni di pinggangnya.
"Ikut aku, atau kamu mau aku ceritakan pada Tari tentang hubungan kita di masa lalu." bisik Doni yang membuat Mentari semakin ketakutan dan gemetar.
"Mas yakin mau mengantar kak Aya pulang?" tanya Mentari.
"Iya Tari. Kamu gak usah khawatir ya. Mas akan antar teman kamu sampai ke rumahnya."
Mentari mengangguk saja. Dia sangat percaya pada Doni. Karena yang dia tahu, Doni itu sosok pria yang sangat baik, sopan dan bertanggung jawab dimatanya.
"Kakak pulang duluan sama mas Doni ya. Aku akan menyusul nanti setelah membeli buku." Ucap Mentari menatap khawatir wajah Aya yang semakin pucat.
"Nanti kalau sudah sampai rumah kak Aya, kabari aku ya mas."
"Iya Tari. Kamu gak usah khawatir, mas Akan mengantar Cahaya ke rumahnya. Nanti mas juga akan langsung kasih kabar kalau sudah sampai."
Doni menarik paksa Cahaya untuk ikut bersamanya. Dia mengancam akan memberi tahu mentari tentang masa lalu mereka jika Aya tidak patuh padanya.
Semangat kakak Author, ditunggu kelanjutannya 💪
Author berhasil membuatku menangis 👍
Semangat kakak Author 💪