NovelToon NovelToon
Rumah Kutukan Istri Pertama

Rumah Kutukan Istri Pertama

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Konflik etika / Iblis / Kutukan / Hantu / Tumbal
Popularitas:17.1k
Nilai: 5
Nama Author: skavivi selfish

Satu persatu teror datang mengancam keselamatan Gio dan istri keduanya, Mona. Teror itu juga menyasar Alita, seorang anak yang tidak tahu apa-apa. Konon, pernikahan kedua Gio menjadi puncak kengerian yang terjadi di rumah mewah milik Miranda, istri pertama Gio.

“Apakah pernikahan kedua identik dengan keresahan?”

Ada keresahan yang tidak bisa disembuhkan lagi, terus membaji dalam jiwa Miranda dan menjadi dendam kesumat.

Mati kah mereka sebagai tumbal kemewahan keluarga Condro Wongso yang terus menerus merenggut bahagia? Miranda dan Arik kuncinya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skavivi selfish, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rumah Kutukan Istri Pertama ²⁸

Kehadiran mistisisme ( mistisisme adalah orientasi atau ketertarikan terhadap hal-hal mistis ) khususnya pada masyarakat Jawa sudah terjadi sejak Jawa pra-Islam (kepercayaan animisme dan dinamisme) hingga menjadi tradisi sampai sekarang.

Kehadiran mistisisme Jawa dapat dilihat dari praktik ilmu sihir dan santet. Berbagai motif mendasari terjadinya praktik ini, baik untuk tujuan kerohanian maupun keduniawian. Pada praktik santet, makhluk halus dipekerjakan dengan tujuan menimbulkan gangguan pikiran, kesehatan, bahkan kematian (Kodiran, 1971: 347).

Sementara itu, sihir merupakan kemampuan naluriah seseorang dalam menembus nalar manusia biasa, yang diturunkan secara turun-temurun. Jika beberapa pendapat mengatakan sihir dan santet itu tabu, fakta sosial menunjukkan fenomena santet di desa-desa di Indonesia bukan saja melembaga (institutionalized), melainkan sudah mendarah daging (internalized) (Nitibaskara, 2001: 32).

Ilmu sihir dan santet juga dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai hal. Geschiere dan Nyamnjoh (1998) mengungkapkan bahwa masyarakat kerap memanfaatkan ilmu sihir dan santet untuk menyembuhkan penyakit, melindungi keluarga, mendapatkan kekayaan, dan memiliki kekuasaan.

Pernyataan tersebut menunjukkan konsep mistis yang kontradiktif dengan logika hingga dianggap sebagai penengah juga solusi bagi mereka yang memercayainya.

Praktek mistisisme diwariskan mulai dari kepercayaan terhadap kekuatan roh leluhur hingga kemampuan supranatural. Masyarakat Jawa meyakini bahwa baik buruknya peristiwa di dunia empiris ditentukan pula oleh kejadian dunia metaempiris yang dipersonifikasikan dengan roh-roh.

Di masyarakat, perantara santet bisa berwujud fisik seperti tanah kuburan dan benda klenik lainnya, atau entitas metafisik layaknya kiriman makhluk halus atau mantra.

Ilmu santet dan sihir, keduanya sama-sama memiliki kesamaan, yaitu dapat mencelakai orang.

-

Sebagai intermezzo, rangkuman materi di atas agaknya sudah menggambarkan bagaimana sebuah ilmu bisa menjadi baik atau buruk di tangan orang pintar. Dan lazimnya sebuah ilmu, menjadi bijak adalah hal yang utama.

-

Miranda dihadapkan pada pilihan sulit. Kepiluan melimpah di wajahnya, menjadi tirai kusut yang menghalangi cemerlangnya wajah bersih tanpa cela itu.

Sekarang. Malam Jumat Kliwon telah tiba, dari selusin orang yang diharapkan, yang berani mengambil keputusan hanyalah delapan—tiga dari lima orang kemarin, sisanya tamu dari Jawa Timur, Arik-Mbah Redjo dan Pak Bagyo.

Miranda sungguh dilema di tengah persiapan ritual. Meski sekali-kali kambing yang akan dijadikan persembahan dan undangan pertaruhan mengembik, mengganggu kepiluannya.

“Kami sudah siap, apalagi yang kamu tunggu-tunggu, Kak!” seru Arik.

Miranda menoleh, “Aku belum pamitan sama Alita. Pamitku hanya pergi kerja. Bukan perang melawan kakeknya.”

Arik sungguh-sungguh ingin menampar Miranda. Situasi sudah genting dan dia malah bercanda seperti itu?

Mau tak mau Arik menguatkan genggam tangan Miranda yang tampak melemah saat menggenggam parang.

“Waktunya hanya malam ini kan, dan kita harus kembali sebelum pergantian hari?”

Miranda mengangguk. Jika pergantian hari belum kembali, maka mereka akan terjebak dalam dimensi atas angin yang menegangkan, dan anti-mainstream.

“Sebentar lagi kita mulai, tunggu aku siap.”

Enam orang sudah berdiri mengelilingi Miranda dan Arik yang berdiri di tengah-tengah tempat ritual yang dikelilingi lilin merah. Mereka saling berpegangan tangan, berdzikir.

“Selalu ada pengorbanan di setiap keputusan, dan kebaikan setelah pertarungan ini adalah hadiah buat kakak.” ucap Arik lembut.

“Ayo kita selesaikan bersama-sama, kakak nggak sendirian. Ada Alita yang menunggu!”

Sambil menatap Arik lekat-lekat, Miranda mengangguk. “Kamu bakal sama aku selamanya kan?”

Matanya lekat menatap Miranda, jangan sampai kesempatan dalam kesempitan ini terlewat begitu saja hingga menyesal di kemudian hari.

Arik mengangguk, pasrah, mungkin di sela-sela kesempitan dan keraguan yang menjamah Miranda, ada ketakutan yang lebih besar yang menghajarnya ketimbang persoalan itu. Miranda takut sendirian.

“Aku bersedia.”

Dibantu Arik yang diam-diam membaca basmallah, parang yang dipegang Miranda terayun, memisahkan kepala dari tubuh kambing. Miranda meraih kepala itu dan menaruhnya di tempat ritual.

Miranda menghaturkan sembah ditengah bau anyir dan tidak sedap dari kambing itu, serta kemenyan yang semerbak di udara.

“Condro Wongso... aku persembahkan semua ini sebagai makanan penutup ketamakanmu.”

Arik tertegun ketika parang yang dipegang Miranda membelah kepala kambing. Sekelumit rasa jijik mengaduk-aduk isi perutnya yang penuh oleh makan sehat empat sempurna.

Miranda menyeringai. “Terimalah persembahan dariku, Papa. Terimalah, Condro Wongso...”

Angin berhembus kencang, daun pintu dan daun jendela terayun-ayun. Angin mematikan lilin-lilin merah. Mengencangkan dzikir dan genggaman tangan dari para orang pintar yang merasakan hadirnya entitas gelap.

Suasana menjadi tegang. Miranda tahu, sejak kubah tak kasat mata yang melindunginya telah di lepas. Keberadaannya dengan mudah dijangkau ayahnya, pun Mbah Redjo. Sosok sesepuh yang membawa tongkat itu menarik tubuh Arik menjauh dari simbol lingkaran setan. Melindunginya dari proyeksi astral Condro Wongso yang datang bersama para peliharaannya.

Dan begitu Condro Wongso telah hadir di depan mata dan duduk di kursi yang diperuntukkan baginya, segera saja mata Miranda menatap tajam ke arah tamu yang dia tunggu-tunggu.

Miranda tersenyum meremehkan. “Selamat datang, Pa.”

“KURANG AJAR!” Sesembahan yang ada di depan Condro Wongso berserakan, pria sepuh itu tidak terima dengan perbuatan Miranda yang melanggar perjanjian keluarga. Dan tidak bisa Condro Wongso pungkiri, kekecewaan pada Miranda di dasari oleh pesatnya harapan menjadikan perempuan tangguh itu sebagai pengurus dan penerus sisi gelap keluarga ketimbang anaknya yang lain.

“Kamu tidak tahu bagaimana para pendahulu berkorban mendapatkan hasil yang kamu miliki sekarang, MIRA!” teriak Condro Wongso dengan berang.

“Kamu bahkan tidak segera menyerahkan nyawa Gio dan Mona kepadaku! Kamu lupa bagaimana mereka menyakitimu?”

Condro Wongso beralih menatap Arik yang meneriakkan ketidaksetujuan, “Luka sakit hati tidak sebanding dengan hukuman melakukan pembunuhan berencana! Kak Mira tidak akan melakukannya!”

Miranda menatap sekilas Arik, dia hanya menyunggingkan senyum, meski senyuman itu terlihat pahit.

Miranda Condro Wongso sengaja terdiam untuk beberapa saat. Menunggu sangsi yang terjadi atas pemberontakan Arik kepada ayahnya. Namun ternyata Condro Wongso lebih tertarik dengan Mbah Redjo dan antek-anteknya yang berupa panglima dan prajurit perang yang bersiap melawan peliharaannya dengan tombak dan keris.

“Aku mengerti tujuan apa yang kamu rencanakan, Miranda. Tapi kau tetap akan menjadi budak iblis dan penghuni neraka. Sama seperti papa!”

Miranda menolak mentah-mentah ucapan ayahnya dengan gelengan kepala. “Dan apakah papa kira aku akan sama seperti papa? Dan aku merasa bangga menjadi penghuni neraka? GAK, PA. Siapa yang bangga menjadi budak iblis dan penghuni neraka? Papa doang.”

Wajah Condro Wongso yang semula keruh mendadak berubah dengan bahasan penentang yang keluar dari mulut Miranda. Anak yang sejak kecil dia sayang-sayang.

Miranda tersenyum, wajahnya terlihat tanpa beban. Dia kini menghadap Arik, teman yang menampung segala gejolak perasaannya.

“Aku masih bisa memperbaiki ini semua dengan membunuh semua peliharaan, Papa. Dengan mereka...”

-

next

1
Zida Nurul Maula
selamat kah ??? apa masih lanjut ?? pertarungannya ??
Me mbaca
pak Condro Wongso gimana tuh
🍃gιмϐυℓ 📴
Sudah selesai kah pertarungan itu? siapa yg menang akhirnya? 🤔🤔🤔kasih flashback dong Mbak VI 🤭🤭🤭
choowie
ayoo Rik kamu pasti bisa💪💪
choowie
duuh...serem amat dicintai iblis😬
choowie
naudzubillah himindzalik😬
Wahyu
semoga pak Condro mau bertobat
Me mbaca
kereeeen ...... akhirnya back to the real life
Sunaryati
Lanjuut serasa menonton film horor kolaborasi action
🍃gιмϐυℓ 📴
Jika Allah sudah berkehendak utk memberikan umatnya hidayah pasti akan terjadi. Bukan tidak mungkin Pak Condro juga akan ikut tobat bersama Mira. Sesuatu hal yg tidak mungkin dalam pikiran manusia bisa saja terjadi
choowie
Alhamdulillah
Zida Nurul Maula
waduhhh,,, mir mirrr berdo,a ooo🥺
anonim
Miranda berdoalah yang khusuk demi mengalahkan iblis
Sunaryati
Lanjuut kamu pasti menang Rik
Muhammad Dimas Prasetyo
sekuat kuat nya mahluk halus akan kalah dengan dengan kekuatan Allah rik
Wahyu
semoga... semoga 🤲🤲🙏🙏
🍃gιмϐυℓ 📴
Ayo Rik, doa yg kenceng minta sama Allah supaya kamu bisa kuat melawan lelembut itu. Kun Fayakun Rik 💪💪💪
Me mbaca
Arik melawan lelembut tanduk rusa pakai apa ya? duh jadi khawatir
anonim
bacanya deg2an
anonim
k e r eeeeennnnn
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!