Kisah ini bermula ketika JAPRI (Jaka dan Supri) sedang mencari rumput untuk pakan ternak mereka di area hutan pinus. Sewaktu kedua bocah laki-laki itu sedang menyabit rumput, beberapa kali telinga Supri mendengar suara minta tolong, yang ternyata berasal dari arwah seorang perempuan yang jasadnya dikubur di hutan tersebut. Ketika jasad perempuan itu ditemukan, kondisinya sangat mengenaskan karena hampir seluruh tubuhnya hangus terbakar.
Siapakah perempuan itu? Apa yang terjadi padanya? dan siapakah pembunuhnya?
Ikuti kisahnya di sini...
Ingat ya, cerita ini hanya fiktif belaka, mohon bijak dalam berkomentar... 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18 Di Luar Kendali
Setelah beberapa kali memanggil nama Supri, akhirnya sosok bocah gemuk itu pun muncul dari balik pintu rumah dengan mengenakan jaket tebal karena hawanya memang lumayan dingin.
Sesudah kepalanya celingukan sebentar, sepasang mata si gembul melihat arwah Murni sedang berdiri di tepi jalan dekat rumahnya. Dengan langkah malas, Supri pun menghampiri arwah itu.
"Oalah Mbaak Mbak, ada apa to tengah malam begini manggil-manggil aku? Ngantuk banget tau," keluh si gembul dengan mulut cemberut.
Jaka ada di hutan, Dik. Dia sudah menangkap dan menghajar salah satu pelaku.
Mendengar perkataan arwah Murni, mata Supri yang tadinya setengah melek karena masih ngantuk jadi agak melebar.
"Hah?! Tenane Mbak?!" anaknya Pak Bedjo masih belum percaya.
Iya Dik, ini beneran. Cepat kalian temui Jaka, kalau tidak pelaku itu bisa meninggal di tangannya karena makhluk yang merasuki Jaka sedang beringas, terang arwah Murni.
"Yo wes Mbak, kalau begitu aku tak mbangunkan Bapakku dulu. Mbak Murni tunggu di sini dulu ya."
Segera saja Supri berlari menuju ke dalam rumah lalu membangunkan bapaknya.
"Pak Pak, bangun Pak," si gembul mengguncang-guncang tubuh bapaknya. Otomatis Bu Aminah yang tidur di sebelahnya pun juga ikutan terbangun.
"Ono opo to, Le? Tengah malam begini kok ganggu orang tidur," kata Pak Bedjo dengan malas.
"Kata arwahnya Mbak Murni, Jaka ada di hutan dan menghajar salah satu pelaku. Kita harus segera ke sana Pak, jangan sampai pelakunya mati di tangan Jaka," Supri berkata dengan tempo agak cepat.
Pasangan suami istri itu terkejut. Sadar sedang menghadapi situasi darurat, Pak Bedjo pun langsung beranjak dari kasurnya lalu mengenakan jaket tebalnya kemudian pergi ke rumah Pak Rahmat bersama anaknya dengan mengendarai sepeda motor agar lebih cepat sampai.
Tok tok tok!
"Mas Rahmat! Mas Rahmat! Bangun Mas!" setelah mengetuk pintu, Pak Bedjo memanggil nama bapaknya Jaka.
Beberapa detik kemudian pintu pun terbuka dan muncullah sosok Pak Rahmat.
"Loh Dik Bedjo. Ada apa tengah malam begini datang kemari, Dik?" tanya bapaknya Jaka keheranan.
"Jaka Mas, Jaka. Dia ada di hutan trus menghajar salah satu pelaku. Kita harus mencari Jaka sekarang, Mas," jawab Pak Bedjo.
"Iya Pak Dhe, arwah Mbak Murni ngomong begitu," sela Supri.
Untuk sesaat, Pak Rahmat tampak kebingungan, karena setahu dia anaknya sedang tidur.
"Mas Rahmat kok malah bengong to yoo."
Pak Rahmat seketika tersadar dan dengan segera dia pergi ke kamar Jaka untuk melihat anaknya. Namun begitu pintu kamar Jaka dia buka, ternyata kamar itu kosong.
Rasa panik mulai menyerang Pak Rahmat lagi. Tanpa banyak pertimbangan, pria paruh baya itu pun segera keluar rumah setelah pamitan pada istrinya dan mengenakan jaket tebal.
Dengan berlari, ketiga orang tersebut membelah gelapnya hutan yang berkabut di bawah panduan arwah Murni. Sebagai alat penerangan, mereka menyalakan senter HP masing-masing.
Setelah berlari hampir 1 jam, mereka pun kelelahan dan akhirnya mereka melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Dari jarak sekian meter, nampaklah 2 sosok bayangan hitam yang tak lain adalah Jaka dan Agus.
Ketika Pak Rahmat, Pak Bedjo dan Supri sampai di tempat itu, kedua tangan Jaka yang kesepuluh jarinya sudah mengeluarkan cakar secara ajaib hendak mencekik leher Agus, namun dengan segera dihentikan oleh Pak Rahmat.
"Saya mohon Mbah Harimau, jangan membuat anak saya menjadi pembunuh. Dia masih kecil, Mbah," Pak Rahmat sudah ketakutan saja.
"Sudah sepantasnya dia mati," suara Jaka masih terdengar besar dan serak dengan diselingi geraman.
"Biar pihak kepolisian yang menangani hal ini, Mbah. Nanti dia juga bakalan dipenjara dalam waktu yang lama," Pak Bedjo turut membantu Pak Rahmat dengan perasaan was-was.
"Hukuman penjara tidak cocok untuk lanangan laknat seperti dia. Cocoknya disiksa pelan-pelan sampai mati," lanjut khodam itu.
Karena perkataan Pak Rahmat dan Pak Bedjo sepertinya tidak mempan, akhirnya arwah Murni pun ikut angkat bicara namun dalam jarak agak jauh.
Saya mohon Mbah, jangan menggunakan raganya Dik Jaka untuk membunuh. Kasihan dia, dia masih kecil. Yang menjadi korban di sini adalah saya, jadi yang mempunyai hak untuk membunuh lelaki durjana seperti dia adalah saya, kata arwah Mbak Murni.
Selama ini Jaka sudah beberapa kali mengalami kesulitan karena membantu saya, jadi saya tidak ingin kesulitannya bertambah lagi karena Mbah menggunakan raganya untuk membunuh pelaku. Biar yang berwenang yang menangani masalah ini, lanjut arwah tersebut.
Saya mengucapkan terimakasih banyak karena Mbah sudah membantu saya untuk menemukan barang bukti dan salah satu pelakunya. Tapi saya mohon jangan libatkan raga Dik Jaka lagi untuk melakukan hal yang tidak baik, apalagi membunuh.
Arwah Murni selesai berbicara dan tak lama kemudian terjadi perubahan pada tubuh Jaka. Cakar di jari-jari tangannya menghilang dan warna matanya kembali normal seperti biasa.
Suasana saat itu benar-benar terasa menegangkan karena Jaka bergeming hingga beberapa detik, hingga...
"Lo Bapak, Pak Lik Bedjo, Gembul, kalian kok ada di sini? Kenapa pula kita ada di hutan?" tanya Jaka kebingungan seraya mengedarkan pandangannya ke sekitar.
"Kamu sudah sadar, Le?" kata Pak Rahmat sambil menghampiri anaknya.
"Maksud Bapak bagaimana ya?" rupanya Jaka benar-benar tidak ingat dengan apa yang sudah terjadi.
"Lebih baik kita pulang dulu saja dan istirahat agar hati kita tenang kembali," usul Pak Bedjo.
Tak lama kemudian, kedua bapak tersebut melepas ikatan Agus yang saat itu sedang pingsan dan badannya sudah babak belur tidak karuan karena dihajar Jaka.
Sementara Pak Rahmat dan Pak Bedjo menggotong tubuh Agus, Jaka dan Supri berjalan di bagian depan sambil memegang HP yang senternya dalam keadaan on.
Bu Ida dan Bu Aminah sangat cemas di rumahnya masing-masing. Sejak suami mereka pamitan tadi, kedua wanita paruh baya itu tidak bisa tidur lagi karena khawatir.
Terkhusus Bu Ida. Sejak Jaka dimasuki khodam Mbah Wongso, yang awalnya dia pikir situasinya akan baik-baik saja, tapi di luar dugaan malah membuat anaknya berperilaku tidak sewajarnya, seperti yang terjadi tengah malam ini.