JANGAN BOOM LIKE 🙏🏻
Di tengah kehancuran yang ditinggalkan oleh amukan Liora Ravenscroft, putri bungsu dari Grand Duke Dimitri Ravenscroft, ruangan berantakan dan pelayan-pelayan yang ketakutan menggambarkan betapa dahsyatnya kemarahan Liora. Namun, ketika ia terbangun di tengah kekacauan tersebut, ia menemukan dirinya dalam keadaan bingung dan tak ingat apa pun, termasuk identitas dirinya.
Liora yang dulunya dikenal sebagai wanita dengan temperamental yang sangat buruk, kini terkejut saat menyadari perubahan pada dirinya, termasuk wajahnya yang kini berbeda dan fakta bahwa ia telah meracuni kekasih Putra Mahkota. Dengan mengandalkan pelayan bernama Saina untuk mengungkap semua informasi yang hilang, Liora mulai menggali kembali ingatannya yang tersembunyi dan mencari tahu alasan di balik amukannya yang mengakibatkan hukuman skors.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosalyn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTEMUAN LIORA DENGAN LIORA ASLI
...04...
Ruang hampa itu luas, tak berbatas, seperti lautan tanpa akhir yang diliputi keheningan sempurna. Dinding-dindingnya tak terlihat, seolah-olah hanya ketiadaan yang melingkupi. Tidak ada cahaya terang yang menyilaukan, hanya pancaran lembut seperti senja yang menyelimuti dengan kehangatan samar.
Udara di sana terasa halus dan lembut, tidak dingin, tetapi juga tidak hangat, seimbang dalam kesempurnaan. Keheningannya bukanlah kekosongan yang menakutkan, melainkan ketenangan yang mendalam.
Rasanya seolah-olah ada sesuatu yang tak kasat mata, sebuah kehadiran halus yang merangkul tanpa disentuh, memberikan rasa aman dan nyaman, seakan waktu berhenti.
Di tempat ini, pikiran tidak terlalu berisik. Ketegangan dan kecemasan perlahan memudar, tertelan oleh kedamaian yang memenuhi setiap inci. Perasaan damai yang memenuhi ruang ini seperti pelukan tak terlihat, mendekap dengan lembut, membawa jiwa pada ketenangan yang penuh kelegaan.
Tidak ada suara, hanya keheningan yang menenangkan, seakan-akan tempat ini dirancang khusus untuk merenung dan melepas segala beban.
Liora merasakan embusan angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya yang pucat. Matanya yang indah perlahan terbuka, menatap langit biru yang tenang.
Namun, di atasnya, ada sosok wanita bangsawan Eropa yang luar biasa cantik, dengan senyum yang lembut dan penuh ketulusan. Tangan wanita itu perlahan menyusuri rambut pendek sebahu Liora, memberikan perasaan hangat yang mengalir ke dalam jiwanya.
“Tenanglah, Liora. Aku selalu di sini bersamamu,” suara itu begitu lembut, menggetarkan hati Liora.
Dia terbaring di pangkuan wanita itu, merasa seperti waktu berhenti sejenak. Liora tahu, wanita itu bukanlah orang biasa, dia adalah dirinya yang dulu, sosok yang kini sudah menjadi roh, sebuah entitas yang memancarkan ketenangan dan kasih sayang.
“Kau... Liora yang asli?” bisik Liora lemah, pandangannya berkabut.
Wanita itu tersenyum lebih lebar, kepalanya mengangguk sedikit. “Ya, aku adalah kau yang dulu. Namun sekarang, aku di sini untuk menjaga dan membimbing mu.”
Ada rasa asing dalam hatinya, seperti sejumput kenangan yang tertinggal dari kehidupan lamanya. Meski terpisah oleh waktu dan nasib, ada ikatan kuat di antara mereka.
Liora, yang baru, seolah menemukan kenyamanan dalam pelukan wanita itu, sebuah kehangatan yang membuatnya merasa tidak sendirian di dunia yang asing ini.
"Apa kau tahu mengapa aku tetap di sini, meski tubuhku sudah tak lagi hidup?" tanya roh Liora dengan senyum kecil.
Liora asli terdiam sejenak sebelum menggeleng pelan.
"Karena aku masih ingin memastikan kau menemukan jalanmu. Kau harus kuat, seperti yang dulu selalu kuinginkan," bisiknya lembut.
Pupil mata Liora membesar, merasakan perasaan asing yang sulit dijelaskan. Liora yang asli tersenyum begitu lembut, seakan mengisyaratkan bahwa Liora harus menjalani hidup sesuai keinginannya sendiri, tidak seperti dirinya yang dulu.
Dia pernah jatuh dalam emosi yang bukan miliknya, mengalami trauma yang mendalam akibat orang-orang terdekat. Liora yang asli begitu menyesali kehidupan yang pernah ia jalani.
“Kau tidak keberatan jika aku melakukan hal seenaknya menggunakan tubuhmu?” tanya Liora, menatap dalam ke arah Liora yang asli.
Mendengar pertanyaan itu, Liora yang asli terdiam sejenak. Setelah beberapa saat, ia tersenyum lembut dan berkata, “Sekarang tubuh ini adalah milikmu. Dan... bisakah aku meminta satu hal sebelum aku pergi?”
“Apa itu?” Liora bertanya tulus.
“Aku ingin kau menjalani hidup sesuai dengan apa yang kau inginkan. Jangan biarkan apapun mempengaruhi mu sehingga kau menjadi diriku yang dulu. Aku tidak ingin kau tenggelam dalam tipuan keji dari seseorang. Berhati-hatilah, Liora Ravenscroft,” ucapnya lembut. Bersamaan dengan itu, tubuh Liora yang asli perlahan memudar, berubah menjadi transparan hingga tak terlihat lagi.
Liora yang masih penasaran dengan banyak hal, tiba-tiba berteriak, “Jangan pergi dulu! Masih banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan!”
Namun, hanya keheningan yang menyambutnya.
Liora terbangun dengan napas terengah-engah, keringat dingin membasahi wajah dan tubuhnya. Jantungnya berdebar cepat, masih terpengaruh oleh mimpi yang begitu nyata. Tubuhnya terasa lemas, tetapi matanya menyapu sekeliling ruangan dengan cepat, berusaha memahami apa yang baru saja terjadi.
Namun, sebelum dia bisa menenangkan dirinya, suara berat seorang pria menggema di dalam ruangan.
"Akhirnya kau bangun," suara itu terasa dingin dan mendalam, menusuk ke dalam kesadarannya. Liora mengenali suara itu, putra mahkota, mantan tunangannya. Pria dengan pupil mata merah yang seakan bisa menembus jiwanya.
Tatapan mereka bertemu, dan Liora merasakan gelombang emosi menghantam dirinya. Putra mahkota, dengan wajah tampan yang penuh keangkuhan dan misteri, berdiri di dekat tempat tidurnya.
Pandangannya tajam, tidak ada senyum yang terlihat. Liora merasakan kemarahan menguar di dadanya, terutama setelah mengingat semua yang telah dilalui Liora yang asli.
"Kenapa Anda di sini?" suaranya terdengar tegas, meski tubuhnya masih gemetar akibat mimpi barusan.
Belum sempat pria itu menjawab, dia merasakan tangan besar dan kuat merengkuhnya. Dimitri, ayahnya, memeluknya begitu erat hingga membuatnya hampir sulit bernapas. "Syukurlah kau baik-baik saja," bisik Dimitri dengan suara yang bergetar, seolah menahan tangis.
Liora membalas pelukan ayahnya dengan sedikit kaku, masih kebingungan. Di sisi lain tempat tidur, berdiri Beans, kakaknya. Wajahnya dingin seperti biasa, namun ada kilatan kekhawatiran di balik tatapan tak bersahabat itu. Beans selalu bersikap seperti musuh baginya, tetapi kali ini ada sesuatu yang berbeda dalam pandangannya.
Dan putra mahkota... ia tidak pernah berubah. Pria itu selalu menjadi bayangan gelap di hidupnya, seorang yang pernah bertunangan dengannya namun tak pernah memberikan sedikit pun rasa aman.
"Apa yang terjadi?" Liora akhirnya bertanya, suaranya lemah namun dipenuhi rasa frustrasi. "Kenapa kalian semua ada di sini?"
Dimitri melepaskan pelukan eratnya, meski masih memegang bahu Liora seakan takut dia akan menghilang. "Kau pingsan selama beberapa jam. Kami semua khawatir."
"Ada sesuatu yang aneh denganmu," tambah Beans dengan suara dingin, meskipun sorot matanya memancarkan sedikit ketakutan. "Kau tidak meminum racun karena patah hati, kan?"
"BEANS! TUTUP MULUTMU!" tegur Dimitri tegas pada Beans. Beans hanya diam, memalingkan wajah dengan sikap angkuh.
Sebelum Liora bisa membalas, putra mahkota angkat bicara. "Aku merasa seseorang sedang mencari perhatian sekarang ini!" Mata merahnya bersinar, menatapnya tanpa ampun.
Dimitri hanya bisa menggeram menahan emosi. Dia memandang tajam Putra Mahkota, merasa geram karena pria itu berani mengatakan hal yang kurang ajar pada putri tercintanya.
Alasan dia mengundang putra mahkota ke kediaman adalah agar putrinya bisa pulih, karena dia beranggapan bahwa Liora mengalami stres berat akibat putusnya pertunangan dengan pria itu.
Liora merasakan amarah semakin mendidih. Mengingat masa lalunya dengan pria itu, serta ingatan Liora yang asli, ia merasa benci berada dalam posisi ini, diapit oleh orang-orang yang entah peduli atau justru ingin mengendalikannya.
Namun, sebelum dia bisa meluapkan emosinya, dia mengingat pesan dari roh Liora yang asli: Jangan biarkan apapun mempengaruhi mu sehingga kau menjadi diriku yang dulu.
Liora menarik napas dalam-dalam, menenangkan hatinya. Tatapannya beralih ke putra mahkota dengan tegas.
"Yang terjadi padaku tidak perlu Anda tahu, dan bukan urusan Anda lagi, Yang Mulia. Saya bukan Liora yang sama seperti dulu."
^^^TO BE CONTINUED^^^