Shahira atau lebih akrab dipanggil Ira. Dia dijuluki perawan tua, karena belum juga menikah bahkan diusianya yang sudah menginjak 34 tahun. Dia menjadi bahan gunjingan ibu ibu komplek.
Shahira pernah di lamar, tapi gagal karena ternyata pria yang melamarnya menyukai adiknya, Aluna.
Tapi, kemudian Ira dilamar lagi oleh seorang nenek untuk menjadi istri dari cucu kesayangannya. Nenek itu pernah di tolong Shahira beberapa waktu yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Lima hari sudah Ira di rumah ibu. Semuanya menjadi baik seperti sebelumnya. Aluna tadi malam juga menginap di rumah ibu dan mereka berbincang banyak hal seperti dulu saat semuanya baik baik saja.
Sedangkan nenek sore ini sudah membaik, dia sudah mulai mau bicara sama Nicho. Dan hal pertama yang dia tanyakan adalah keberadaan Shahira.
"Shahira di rumah ibu, nek. Katanya ibu kurang serang." Jawab Nicho berbohong.
"Nenek mau ketemu Shahira. Nenek mau bicara sama dia. Tolong bawa dia kemari." gumam nenek dengan terbata bata.
"Iya nek, Nicho jemput Shahira sekarang ya."
Nicho pun bergegas menuju rumah ibu. Dan sebenarnya sejak Shahira tidak dirumah, Aluna juga tidak pernah menghubunginya. Dia juga belum bertemu Aluna sama sekali sampai saat ini.
Tapi, begitu mobilnya tiba di perkarangan rumah mertuanya, Aluna justru yang pertama dia lihat.
"Mas Nicho?!" sapa Aluna sambil tersenyum.
"Mana Shahira?"
"Tega kamu mas. Aku merindukan kamu loh. Kok kamu malah nanyain perawan tua itu." Celetuk Aluna yang membuat Nicho melotot tidak suka.
"Nak Nicho!" Panggil Marni yang membuka pintu rumahnya.
Segera Nicho melangkah menghampiri Marni juga mencium tangannya.
"Ibu sehat?"
"Alhamdulillah sehat. Masuk dulu nak."
"Iya buk."
Nicho ikut masuk bersama Marni, Aluna juga ikut mengekor.
Begitu tiba di ruang tengah, mata Nicho mengedar mencari keberadaan istrinya.
"Shahira mana buk?"
"Loh memangnya tadi kamu gak ketemu Ira?"
"Gak buk." Jawab Nicho mulai was was.
"Ira sudah pulang. Dia dapat telpon dari bik Jihan katanya nenek sudah siuman."
"Sudah lama perginya buk?"
"Ya harusnya sih sekarang Ira sudah mengobrol sama nenek."
"Oh gitu ya buk. Kalau gitu aku langsung pulang."
Nicho langsung bergegas keluar dari rumah, dia melajukan mobilnya dengan kencang keluar dari perkarangan rumah Marni.
"Apa mereka akan berbaikan?" tanya Marni pada Aluna.
"Semoga saja buk. Sepertinya mas Nicho mulai bisa menerima kak Ira."
"Ibu merasa lega kalau akhirnya mereka bisa saling menerima dan hidup bahagia."
"Ya, mereka pasti akan bahagia buk." Aluna memeluk ibunya.
"Aku tidak akan membiarkan kakak bahagia meski hanya dalam mimpi sekalipun." Gumam Aluna dalam hatinya.
"Semakin Nicho memperlihatkan kepedulian dan perhatiannya pada Shahira, selama itu juga aku akan membuat Shahira menderita." lanjutnya bergumam dalam hatinya.
Kebencian Aluna pada Shahira sepertinya benar benar telah mendarah daging. Dia tidak bisa melihat Ira bahagia bersama orang lain.
Sementara Aluna menikmati rasa bencinya pada Shahira, justru saat ini Ira sedang mengobrol dengan nenek.
"Nek, aku minta maaf. Aku hanya salah paham nek. Aku kakak yang jahat, aku juga bukan istri yang baik, nek, aku bahkan sampai tega menuduh adikku sendiri. Maafkan aku nek."
Ira berakhir meminta maaf pada nenek sama seperti saat meminta maaf pada ibunya. Nengsih merespon dengan senyuman.
"Mantu mama." Nadia memeluk Ira.
"Ma, maafkan aku ya ma. Aku sudah menuduh mas Nicho selingkuh."
"Sudahlah sayang, semuanya sudah berlalu dan tidak satupun di masa lalu yang menjadi kesalahan kamu, sayang."
"Nenek juga minta maaf ya. Nenek tidak bisa tegas untuk menasehati Nicho. Semua yang terjadi juga salah nenek nak."
"Kemarilah peluk nenek!"
Ira bangkit dari posisi itu untuk memeluk nenek. Tidak ketinggalan mama mertuanya ikut serta dalam pelukan hangat itu.
Tidak berselang lama Nicho tiba, dia tersenyum lega melihat mama dan nenek memeluk Shahira.
"Sha!" panggilnya yang membuat mereka semua menoleh ke arah sumber suara.
"Nicho." sapa Nadia pada putranya yang baru saja tiba itu.
"Sha, aku minta maaf ya."
Mama dan nenek menatap pada Ira menunggu jawaban Ira dari permintaan maaf Nicho.
"Aku minta maaf, selama ini aku belum menjadi suami yang baik buat kamu, Sha."
Ira tersenyum menatap kearah Nicho, lalu dia pun segera melangkah menghampiri suaminya itu. Begitu jarak mereka sudah sangat dekat, Nicho pun langsung meraih tubuh Ira masuk dalam pelukannya.
"Maafkan aku, Sha."
"Aku tidak akan minta maaf."
"Ya, kamu tidak perlu. Hanya aku yang berhak minta maaf."
"Aku butuh penjelasan dari kamu mas." bisiknya.
"Tanyakan apapun padaku. Aku akan menjawab semuanya satu persatu dengan jujur."
Nadia dan Nengsih tentu bahagia melihat Nicho dan Shahira saling berpelukan penuh haru biru. Namun, satu yang mereka tidak akan pernah tahu, bahwa Shahira tersenyum dalam pelukan Nicho.
Senyum itu bukan senyum bahagia, melainkan senyum kebencian. Ya, Shahira mulai membenci Nicho. Pelukan saat ini hanya sekedar pelukan untuk mengelabui semua orang agar mereka berpikir bahwa Shahira masih orang yang sama, orang yang selalu memaafkan dengan mudah.
"Kamu berhak mendapatkan award aktor of the years mas." bisik Shahira yang membuat mata Nicho bergetar dan pelukannya melemah.
"Nicho, mama rasa kalian berdua harus bicara empat mata. Bawa saja Shahira ke kamar. Bicaralah dari hati ke hati." ujar Nadia.
Shahira melepas pelukan, dia tersenyum malu malu. Nicho sendiri masih dalam suasana hati yang tak menentu setelah mendengar kalimat yang dibisikkan Ira beberapa saat yang lalu.
"Kami pamit dulu ya ma, nek."
"Iya pergi sana. Kalian bisa berpelukan sepuasnya di kamar." goda Nadia.
"Gak gitu kok ma." sahut Ira masih dengan raut wajah malu malunya.
"Gak usah malu gitu sayang. Mama paham kok, mama juga pernah menjadi pengantin baru tau."
Ira mendongak untuk melihat wajah Nicho, tapi yang ditatap tampak sangat kebingungan.
"Yok mas." ajak Ira menggandeng tangan Nicho.
Mereka melangkah menuju kamar sambil bergandengan. Begitu tiba di kamar dengan cepat Shahira menjauh dari Nicho.
"Sha, apa maksudmu aku berhak mendapat award aktor..."
"Akting kamu bagus. Bahkan jauh lebih bagus dari aktor papan atas."
"Aku tidak sedang berakting, Sha."
"Hahaha... udah lah mas. Sekarang kita hanya berdua di kamar ini. Tidak usah berakting lagi lah."
"Sha, kamu salah paham. Aku melakukan apa yang aku inginkan. Aku tidak berpura pura."
"Ya, aku tahu. Kamu tidak berpura pura. Kamu serius pada Aluna. Bahkan sampai menyewakan apartemen semewah itu buat Aluna. Kamu bahkan menemani Aluna setiap malam, iya kan?!" Ira mengatakan dengan suara tenang tapi penuh penekanan.
"Aku tidak mengerti kenapa kamu sama Aluna sangat ingin melihat aku menderita. Tapi kalian harus ingat, aku tidak akan pernah menderita sendirian. Kalian ingin bermain denganku? Ayo, aku ikuti permainan kalian."
"Apa maksud kamu, Sha?!"
"Gak usah sok bodoh deh. Aku kini paham mengapa kamu tidak mau menceraikan aku. Kamu sama saja dengan Aluna. Tapi, baiklah. Kita tidak akan pernah bercerai sampai kapanpun. Dan kamu sama Aluna akan selamanya berada dalam hubungan yang rumit itu."
"Shahira, semua itu tidak seperti yang kamu pikirkan..."
"Gak penting apa yang aku pikirkan sama atau tidak. Yang jelas, aku tidak akan menderita sendirian. Jika kalian berani merenggut kebahagiaanku, maka aku juga akan merenggut kebahagiaan kalian."
"Coba saja sakiti aku, aku akan balas dengan menyakiti nenek dan ibu sekalian. Aku sudah tidak peduli lagi dengan apapun saat ini."
"Kamu salah paham Sha. Tolong dengar penjelasan..."
"Aku tidak butuh penjelasan apapun." Gumam Shahira tersenyum sinis menatap Nicho yang tampak berkaca kaca menahan air matanya yang hendak tumpah.
"Air mata buaya." lanjut Ira mengejek Nicho yang berakhir meneteskan air mata tapi cepat cepat dia berbalik badan memunggungi Shahira.
semoga ibu nya shahira cpt tau kelakuan aluna merusak keretakkan rumah tangga kakak nya sendri biar ibu merasa menyesal