NovelToon NovelToon
KEISHAKA : You'Re My Melody

KEISHAKA : You'Re My Melody

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Anak Kembar / Murid Genius / Teen School/College / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ziadaffi Ulhaq

Dia, lelaki dengan prestasi gemilang itu tidak sesempurna kelihatannya. Sayang sekali kenapa harus Nara yang menyaksikan rumitnya. Namanya Yesha, menyebalkan tapi tampan. Eh? Bukan begitu maksud Nara.

Dia, gadis ceroboh yang sulit diajak bicara itu sebenarnya agak lain. Tapi Yesha tidak tahu bahwa dia punya sisi kosong yang justru membuat Yesha penasaran tentang sosoknya. Namanya Nara, tapi menurut Yesha dia lebih cocok dipanggil Kei. Tidak, itu bukan panggilan sayang.

Jatuh cinta itu bukan salah siapa. Pada akhirnya semesta berkata bahwa rumitnya bisa dipeluk dengan hangat. Dan kosongnya bisa dipenuhi dengan rasa.

Oh, tenang saja. Ini hanya masalah waktu untuk kembali bersama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ziadaffi Ulhaq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KAMU ABADI

SEMILIR angin menerbangkan rambut Yesha.

Tangan kirinya memegang palet lukis yang penuh dengan warna, sementara tangan kanannya menggoreskan kuas diatas sebuah kanvas besar yang sudah mulai kelihatan bentuk lukisannya.

Lelaki itu menoleh sekilas kebelakang, sebab suara alunan piano didalam vila terhenti. Satu menit setelahnya seorang gadis menyusul Yesha duduk di balkon, menatap senja. Angin pantai menerbangkan rambut panjangnya.

"Kok berhenti main pianonya?" Tanya Yesha.

"Udah ah, nggak bisa bisa aku."

"Bagus kok." Yesha memuji.

Nara mendengus, menoleh pada Yesha. "Kamu ngeledek aku ya? Orang daritadi aku cuma mainin lagu itu itu aja, kalau nggak a thousand year, ya paling beethoven, atau chopsticks. Aku mau deh jago main piano kayak kamu, bisa lagu atau instrumen apa aja." Ia berceloteh riang, lalu memperhatikan lukisan Yesha. Tersenyum, itu dirinya. "Tangan kamu ajaib ya? Bisa apa aja. Ngelukis jago, main piano jago, main alat musik bisa semuanya."

Yesha terkekeh. "Ngelukis hobi aku aja, sayang."

"Tapi jago, kan? Aku hobi main piano tapi nggak jago."

Kepala Yesha tertoleh pada Nara, lelaki itu tersenyum, menoel hidung Nara gemas dengan gagang kuas. "Hobi nggak harus mahir, Keinarra, aku juga nggak langsung bisa kok, berantakan dulu, waktu awal cuma bisa gambar gunung sama sawah, terus jalan ditengahnya."

Nara tertawa renyah. Benar juga. Dulu gambarnya waktu ia masih SD juga begitu.

"Waktu umur aku dua tahun gitu."

Tawa Nara tersumpal. Heh, dua tahun Nara bahkan belum bisa memegang pensil dengan benar. Sedangkan Yesha sudah bisa menggambar? Yang benar saja. "Dua tahun?"

Yesha menggangguk, lanjut melukis diatas kanvas, "Ehm...apa satu tahun setengah ya? Aku gak terlalu inget sih kalau tentang gambar atau lukis. Tapi kayaknya kalau mozart aku lancar pas umur tiga tahun, masih susah sih, tangannya masih kecil, gak muat di piano yang besar." Ceritanya, terkekeh mengingat masa kecilnya yang 'menyenangkan'.

"Umur tiga tahun aku bahkan belum tahu piano itu apa, Yesha."

Yesha tertawa, "Kan, aku cuma cerita aja." Ia mengoles warna tanpa ragu. "Kamu kenapa suka main piano?"

Nara bergumam, mengingat ngingat. Sebenarnya tanpa alasan, dan sebuah ide jahil terlintas dibenaknya. "Karena aku pengen punya pacar yang bisa main piano, yang ganteengg banget, yang pinter, suka nyanyi, suka gombal, suka clingy, pokoknya suka bikin bahagia."

Kedua sudut bibir Yesha tertarik membentuk sebuah senyuman lebar, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Dasar, Nara selalu bisa membuatnya salah tingkah. "Aku tuh suka degdegan kalau kamu sebut ganteng, padahal udah banyak orang yang bilang, tapi kalau sama mereka, aku biasa aja."

"Emang aku bilang kamu yang ganteng?"

Eh? Yesha menoleh, senyumnya tersumpal. Wajahnya masam.

Nara tertawa, mencubit pipi Yesha dan memainkannya gemas. "Bercandaa! Iya kamu paling ganteng sedunia."

"Sakit." Yesha meringis—pura pura.

"Nyenyenye...pasti nanti minta obatinnya pake cium." Cibir Nara.

Yesha nyengir, niatnya ketahuan lebih dulu. Kembali ia meneruskan lukisannya.

"Yesha."

"Ya?"

"Aku punya lima puluh pertanyaan buat kamu."

Yesha kaget, tertawa kecil. "Sebanyak itu mau nanyain apa, sayang?"

Nara nyengir bodoh. Masih banyak hal tentang Yesha yang ingin sekali Nara tanyakan sejak awal, tapi baru ingat sekarang. "Ya banyak, nanyain tentang kamu. Maksud aku, ada ya orang kayak kamu? Kamu tuh ternyata manusia—maksudnya, biasanya cowok kayak kamu, kan, cuma ada di film film romance, atau novel novel gitu, tapi ternyata ada loh versi manusia nya."

Sudah berapa kali Yesha tertawa karena gemas dengan tingkah Nara hari ini. Selalu ada saja hal random dikepala gadis itu untuk diucapkan. Berada didekatnya memang selalu menyenangkan. "Kamu kira aku apa, Kei? Alien? Hahaha."

"Aku serius lho."

"Ada ada aja," Tangan Yesha terulur mengacak puncak kepala Nara gemas, "Ehm...yaudah, aku kasih kamu kesempatan buat nanyain dua hari ini, empat puluh delapan sisanya nanti kalau kita ngobrol santai lagi."

Wajah Nara terlihat sumringah, ia mengangguk lucu. "Oke."

"Silakan pertanyaan pertamanya, Mbak."

Nara bergumam panjang, memilih salah satu dari puluhan pertanyaan dikepalanya. Entah yang mana dulu yang harus ia tanyakan, tapi Nara harus memilih dua terbaik hari ini. "Kamu itu beneran cemburuan apa ya? Se-cemburu itu kalau aku deket deket cowok lain?"

Yesha diam sesaat, berpikir, sembari terus menggoreskan cat diatas kanvas dengan fokus, melengkapi warna sayap kupu kupu pada lukisan. "Nggak juga, sih," Geleng Yesha setelah jawaban singkatnya. Lalu, "Cuma kadang kadang aja, waktu tertentu, orang orang tertentu, kalau aku ngerasa posisi aku terancam aja." Katanya diakhiri kekehan.

"Kenapa gitu?"

"Kamu juga tahu," Yesha menoleh sekilas, tersenyum entah dalam artian apa, tapi Nara mengerti maksudnya. "Aku gak mau bahas itu."

Nara mengangguk, segera memilih pertanyaan lain. "Terus aku mau tahu kamu ngapain aja kalau lagi disini sendirian?" Ia ingat sesuatu yang lain. Sesekali Yesha bilang bahwa dia sedang mengerjakan sesuatu di vila, tapi tidak pernah menjelaskan apa itu.

"Ya gini, kayak yang kamu liat," Yesha menunjuk lukisan dihadapannya. "Mikirin kamu, terus dibikin lukisan, perempuan dengan sayap kupu kupu ini kamu, semua lukisan terbaru aku itu kamu inspirasinya. Om aku lagi nyoba ngasih aku proyek ngerjain musik, masih aku kerjain, deadline-nya bulan depan, dan kamu tahu?" Yesha menatap Nara hangat.

"Apa?"

"Selalu kamu inspirasinya."

Kedua pipi Nara menghangat. Senyumnya terbit sempurna.

"Semua karya disini, ada kamu didalamnya. Kamu inspirasi terbesar aku, Keinarra. Kamu abadi disemua karya karya aku."

Nara menatap Yesha, lalu pada lukisan yang hampir selesai dihadapannya. Seorang gadis berambut panjang dengan sayap kupu kupu, bersama langit senja. Begitu indah, cantik sekali lukisan itu. Tangan ajaib Yesha yang menciptakannya, tapi Nara tahu bahwa hatinya juga bekerja menciptakan karya seindah ini.

Yesha meletakkan palet dan kuas, mengakhiri pekerjaannya hari ini.

"Aku mau, Yesha."

"Mau apa?"

"Terus jadi inspirasi kamu buat nyiptain karya karya hebat."

"Selalu, sayang." Yesha berdiri, mengusap kepala Nara lembut.

"Terus aku mau nanya—"

"Udah, orang jatah kamu habis. Kan, cuma dua aku kasih kesempatannya." Yesha menyela, ia beranjak dari bangku. Melihat Nara cemberut, lelaki itu terkekeh, "Nanti tanya lagi sisanya, sekarang aku mau ngasih kamu sayap kupu kupu." Katanya sambil lalu, masuk kedalam vila.

Kepala Nara berputar mengikuti pergerakan Yesha. Ia menggernyit bingung. Sayap kupu kupu sungguhan? Supaya Nara terlihat seperti gadis didalam lukisan itu?

"Yesha serius?" Tanya Nara setengah berteriak. Tapi tidak disahut sama sekali. Entah sedang apa lelaki itu didalam sana.

Lima menit. Yesha kembali, tanpa sayap kupu kupu apapun yang membuat Nara semakin bingung. Lelaki itu membuat gestur menyuruh Nara mendekat padanya yang sekarang berdiri didepan pembatas, menatap pada lautan lepas dan senja yang selalu terlihat spektakuler dari atas sini.

Sejenak, mereka berdiri bersisian, menatap kedepan, merasakan sejuknya angin sore dan hangatnya cahaya matahari yang mulai tenggelam, membuat langit berubah keunguan.

"Mana sayapnya?" Tanya Nara, menghadap Yesha.

Yesha melakukan hal yang sama. Ia tidak membawa sayap. Tapi justru mengeluarkan sebuah kotak panjang beludru berwarna biru. Nara tidak bisa menebak isinya, dan Yesha menyodorkannya pada Nara.

"Apa ini?"

"Sayap. Kado ulang tahun kamu, agak telat, soalnya harus nunggu jadi dulu. Sorry ya." Jelas Yesha. "Silakan dibuka, semoga kamu suka."

Nara berdecih pelan, menerimanya. Wajahnya kaku menahan senyum. Belum tahu ini apa saja ia sudah salah tingkah duluan. "Aku buka ya."

Yesha mengangguk. Diam menunggu reaksi Nara.

Dan itu adalah reaksi terbaik yang Yesha harapkan. Nara sampai terdiam lama, menatap lurus kedalam kotak pemberian Yesha. Tepatnya pada sebuah kalung dengan liontin kupu kupu yang cantik sekali. Berkilau dan terlihat mewah dengan warna rose gold dibagian sayapnya. Nara termangu, menatap tidak percaya.

"Suka?"

"Yesha i-ini..."

"Sayap kamu." Yesha terkekeh, gemas melihat reaksi Nara. Ia membalik liontin kupu kupu pada kalung itu, ada sebuah ukiran kecil yang indah disana. "Here's my name," Tunjuknya pada ukiran 'Shaka' di sayap bagian kiri kupu kupu. Lalu Yesha mengeluarkan sebuah kalung lain yang ternyata ia gunakan sejak tadi. Hanya ada liontin berbentuk bulat sebesar uang koin disana, ditambah ukiran kupu kupu yang tipis nyaris tidak terlihat, juga nama 'Kei' adalah poin utama dari kalung itu. "And I have your name on mine."

Nara tertawa kecil, mengerti maksudnya. "Keishaka?"

Yesha mengangguk. "Selama kita pake ini berarti kita masih milik satu sama lain. Keinarra, Yeshaka."

Senyum Nara tercetak semakin lebar. Ribuan perasaan bahagia itu memenuhi rongga dadanya. Dan ia tahu Yesha merasakan hal yang sama. Sirat kedua mata lelaki itu selalu menunjukkan yang sebenarnya. Nara bisa melihatnya disana.

"Sini aku pakein." Yesha mengambil kalung itu hati hati. Lantas memakaikannya pada Nara. Kalung itu menggantung indah di leher jenjangnya. Yesha menghela napas, menggenggam kedua tangan Nara. "Sekarang aku yang punya sejuta pertanyaan buat kamu."

Nara menatap kalungnya sesaat, lalu pada Yesha, menatapnya tidak mengerti. "Banyak amat sejuta." Ia tertawa kecil.

"Jawab sekarang."

"Aku kasih kesempatan buat dua pertanyaan, sembilan ratus sembilan puluh delapan ribu sisanya nanti ya."

Yesha tertawa, memegangi tubuh Nara yang lebih kecil darinya dengan gemas. "Kenapa kamu bisa secantik, segemes, selucu, semanis, semenyenangkan ini? Hah? Jawab." Tanya Yesha dalam satu tarikan napas.

Nara tertawa renyah. Salah tingkah. Wajahnya memanas.

"Heh, kenapa? Jawab dong."

"Karena emang!"

"Betul!" Yesha mencubit hidung Nara gemas, tertawa kecil. "Pertanyaan keduanya aku boleh cium kamu gak?"

Nara melotot, wajahnya semakin merah padam. "Cium dimana?" Ia terkekeh malu.

"Disini boleh?" Yesha menunjuk.

Nara terdiam sesaat. Lantas mengangguk samar.

...***...

1
NurAzizah504
Hai, ceritanya keren
Beatrix
Serius thor, kamu mesti lebih cepat update. Agar aku nggak kehabisan tisu ☹️
Ludmila Zonis
Mengharukan
Devan Wijaya
Hahahaha aku baca dari tadi sampe malam, mana next chapter nya thor?!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!