Si Culun, Istri CEO Kejam

"Hey, jelek!" Brian yang saat ini berusaha memasang dasi sendiri dengan susah. Pria itu pun memanggil istrinya yang sedang melintas di depan kamar pribadinya.

Lily yang sudah melewati kamar suaminya, segera berjalan mundur dengan kepala terlebih dahulu menengok. Seperti biasa, gadis itu terlebih dahulu memperbaiki letak kacamata besarnya dan berjalan masuk.

"Ada apa?" Tanya Lily dengan mimik wajah kesal.

Wanita itu masih mengingat dua hari ini, pria itu sudah membuat dirinya kesusahan dengan segala perintahnya.

"Bisakah, wajahmu terlihat enak dipandang saat bertatapan dengan suami?" Gerutut pria itu sambil menyerahkan dasi berwarna hitam pekat kepada Lily.

Lily meraihnya dengan wajah terlihat semakin kesal, apalagi mendengar lanjutan perkataan sang suami.

"Upz, aku lupa kalau kau memiliki wajah buruk dan itu mustahil akan berubah menyenangkan," sambung Brian dan tertawa lepas.

Lily menarik sampul dasi yang sudah melekat di kerah kemeja Brian, membuat suaminya tercekik.

"Selesai," ujar Lily lantas meninggalkan suaminya yang masih menatapnya dengan dingin.

"Dasar istri durhaka, apakah misimu untuk melenyapkan nyawaku? Agar kau lebih leluasa menikmati semua harta ini!" Pekik Brian. Pria itu begitu murka, hampir saja ia kehabisan nafas atas ulah istrinya itu.

Lily yang muak keluar dari kamar suaminya sambil memutar kedua bola matanya juga mencebikkan bibir.

Namun saat melewati kamar suaminya, lagi-lagi pria arogan itu berteriak nyaring. Membuat seisi apartemen menjadi heboh di pagi hari.

"Jelek!" Teriak Brian lantang.

Lily lagi-lagi kembali dengan wajah tidak bersemangat. Ia bisa melihat dengan jelas senyum licik suaminya.

"Apa lagi!" Lily berkata dengan nada tertahan.

Brian semakin puas, melihat wajah jelek istrinya terlihat kesal dan kesusahan.

"Apa ini? Beginikah, attitude seorang istri kepada suaminya?" Tanya Brian dengan wajah puas.

Lily menarik nafas dengan berat dan panjang, ia ingin meraup udara sebanyak mungkin untuk bisa menekan emosinya.

"Apa yang kamu butuhkan, tuan suami?" Tanya dengan senyum terpaksa. Memperlihatkan deretan giginya yang sudah tidak memiliki pagar lagi.

Dan itu tidak luput dari mata jeli Brian, ia menyipitkan matanya dan melihat keanehan di wajah Lily.

"Kemana pagarnya?" Tanya Brian pelan.

"Pagar?! Lily membeo dengan wajah bingung.

"Pagar di situ …." Sela Brian sambil menunjuk ke arah mulut istrinya.

Lily pun refleks menutup mulutnya dengan wajah panik, karena terlalu lelah, ia sampai melupakan memasang kembali kawat giginya.

Lily melirik Brian yang masih menatapnya dengan lekat, pria itu terlihat memindai wajah istrinya.

"Saya melepaskannya, itu sudah berkarat jadi saya akan menggantinya," ujar Lily memberikan alasan.

Brian pun memutuskan tatapan lekatnya kepada Lily dan memerintahkan istrinya itu untuk mendekat dengan isyarat jari telunjuk.

"Bantu aku mendorong kursi roda ini!" Pinta Brian, saat Lily berada di hadapannya.

"Anda selalu saja memberikanku perintah," sungut Lily. Tapi tetap melakukan perintah suaminya.

"Bukankah, sudah menjadi kewajiban kamu untuk melayani ku?" Timpal Brian dengan nada sinis.

"Mana ada istri akan ikhlas melayani, kalau anda sendiri tidak memberikan saya nafkah dan hak." Lily membalas perkataan suaminya dengan telak.

Brian terdiam, memang pria itu belum memberikan nafkah kepada istrinya dan hak-nya.

"Seharusnya anda memberikan saya nafkah berapa uang, jadi dengan senang hati saya akan melayani anda," seloroh Lily dengan wajah anti sambil mendorong kursi roda suaminya menuju ruangan makan.

"Aku tidak perlu melakukan itu. Aku lebih baik memberikannya kepada kekasihku," sahut Brian dengan wajah datar.

Lily berhenti tepat, di depan depan tiga anak tangga menuju dapur. Ia meninggalkan suaminya di sana tanpa mengunci pergerakan kursi roda tersebut.

"Hey, kau mau kemana!" Pekik Brian, ketika melihat Lily berjalan terlebih dahulu.

"Sarapan," sahut Lily cuek.

"Kenapa kau meninggalkan aku di sini, bodoh," maki Brian kepada istrinya.

"Berikan perintah, kepada kekasihmu saja," sahut Lily yang muak menghadapi sikap egois suaminya itu.

Brian hanya bisa melongo mendengar sahutan Lily, ia juga menatap anak tangga di depannya, mana bisa ia sendiri melewatinya. Bisa-bisa dirinya akan kembali terluka dan patah tulang.

"Jelek!" Teriak Brian memanggil istrinya.

"Hey, bantu aku!" Teriaknya kembali, pria itu tidak berani untuk bergerak sedikitpun.

"Anda memiliki nomor kekasih anda bukan? Jadi hubungi dia dan suruh dia melayani anda," jawab Lily tidak acuh dan meninggalkan apartemen.

Meninggalkan suaminya sendiri di tengah-tengah bahaya. Pria itu akan kesulitan menggerakan kursi rodanya, ingin mundur, terdapat kolam kecil. Hanya tersisa 2 langkah saja maka Brian akan mendapatkan bahaya.

"Dasar istri jelek yang licik!" Pekik Brian.

Tidak ada pilihan lain, Brian menghubungi pengawal setianya untuk membantu. Tidak mungkin ia meminta bantuan kepada sang kekasih yang sedang melakukan perjalanan untuk sesuatu pekerjaan.

"Lihat saja, aku pasti akan membalasmu jelek," batin Brian penuh dendam kepada istrinya.