NovelToon NovelToon
Ragaku Milik Suamiku Tapi Hatiku Milik Dia

Ragaku Milik Suamiku Tapi Hatiku Milik Dia

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Duda / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Heni Rita

Cinta Devan atau biasa di panggil Dev. begitu membekas di hati Lintang Ayu, seorang gadis yang sangat Dev benci sekaligus cinta.

hingga cinta itu masih terpatri di hari Lintang meski dirinya sudah di nikahi seorang duda kaya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heni Rita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penolakan

Sepulang dari rumah sakit, Ayu langsung masuk ke kamar.

Herman diam-diam mengikutinya.

Ayu masih memikirkan sosok lelaki yang telah menyiksa batinnya karena sampai saat ini, dirinya tidak bisa melupakan tatapan itu.

"Dek?" Herman memanggilnya.

Ayu yang langsung berbaring di ranjang, tak menoleh sedikitpun saat suaminya memanggilnya.

"Dek ..." untuk kedua kalinya Herman memanggilnya, kali ini dia duduk di tepi ranjang sambil menatap curiga aksi istrinya.

Setelah menikah, Ayu menganggap Herman sebagai seorang suami balas Budi, Ayu benar-benar bersikap kaku padanya. Herman pun jadi canggung.

Hampir setiap hari Ayu harus menghindari suaminya.

Ayu menarik napas dalam, ketika kosentrasinya tengah diatur dibawah tekanan rasa gugupnya.

Mendapati sikap acuh istrinya, Herman bergerak menjauh.

"Dek. Bapak mau kembali ke lapangan, ada yang harus Bapak kerjakan di sana." Meski Ayu mengabaikannya, tapi sebagai suami. Herman tetap bersabar..

Dan entah mengapa, sikap istrinya berubah setelah wanita itu bertemu seseorang yang bernama Devan saat di rumah sakit. Ayu cenderung diam. Bahkan, sahutan yang di tujukan pada istrinya. Tak jua mendapat jawaban.

Herman menghela nafas dalam- dalam, dia kemudian menanggalkan kemejanya, lalu di simpan di atas sofa.

Setelah itu Herman masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Saat keluar dari kamar mandi, Herman melihat Ayu sudah bangun.

Ayu lalu mengambil satu kemeja yang tergantung di dalam lemari sana.

"Bapak mau kerja?" Tanya Ayu datar.

Herman mengangguk.

Perlahan Ayu mendekati Herman, tangannya bergerak kecil memakaikan kemeja pada suaminya.

Ayu akhirnya menyentuh kancing atas pertama kemeja itu, dan pelan-pelan Ayu memasang kancing kemeja itu dengan tangan sedikit gemeteran. Tentang getaran. Ada getaran yang menyebabkan kancing itu lama di pasang, jari yang berjuang memasang itu terpeleset, dan lagi-lagi kegiatan itu diulang Ayu.

"Apasih yang kau pikirkan Dek?"

Ah, berhasil.

Kancing kedua, ketiga, dan keempat berhasil. Untungnya Herman sudah memakai kaos singlet didalamnya. sehingga Ayu tidak terlalu tegang.

……..Ah.

Ayu sudah berjanji, akan melayani suaminya sebaik mungkin.

"Maaf Dek. Tapi Bapak tidak mau memakai kemeja ini?" Kata Herman gugup, karena melihat sikap tak biasa Ayu.

Ayu terdiam sejenak, matanya memindai wajah Herman, seolah dia melihat wajah Devan.

Dengan pelan Ayu membuka kembali kemeja suaminya. Setelah itu Ayu menarik kaos singlet suaminya itu keatas, sehingga perlahan, setiap lipatan menawan otot perut suaminya mulai terekspos. Dan… lagi lagi degup jantung Herman membuat dentuman sendiri.

Ini adalah pertama kalinya istrinya membuka pakaiannya.

Semua hampir membuka, ketika bagian paling sulit mulai membuatnya riskan, mengangkat kaos melewati bahu bidangnya. Sebelum itu Herman merasa panas. Padahal kamarnya ber-AC, tapi pori-porinya tetap mengeluarkan keringat.

Ayu jelas adalah sumbu panas untuknya -yang nyaris meleleh.

"Bapak mau pake kemeja yang mana?" Ayu kemudian menggantung kembali kemeja suaminya.

"Biar Bapak saja yang ambil Dek!" Dengan cepat, Herman meraih kemeja yang ingin di pakainya hari ini.

Saat Herman sedang sibuk memakai kemeja pilihannya.

Ayu tiba- tiba membuka sweaternya di hadapan Herman, dan hanya menyisakan bra saja.

Herman menahan napasnya.

Tanpa sadar Herman mengeluarkan keringat. Sungguh, pemandangan di depan matanya sangat mendebarkan, karena pemandangan tubuh itu adalah yang paling menggoda insting seorang lelaki.

Mata Herman dibuat terpesona oleh lipatan tubuh ramping yang memukau itu, menghidupkan imajinasi liarnya yang berputar dalam daya khayalnya.

Dia harus ingin menikmati tubuhnya tapi……

Napas Herman memburu menelan ludah.

Tidak-tidak!

Herman segera menggeleng kepala, mengutuk pikirannya yang mesum. Gegup jantung mengalirkan darahnya lebih cepat hingga pipinya memerah.

‘Tolong, kendalikan dirimu!' seruan konyol dari kepalanya itu nyaris membuatnya tersenyum.

‘Jangan coba pikir macam-macam Herman jangan’

Fokus. Herman kemudian melanjutkan kegiatannya dari memakai kemeja yang terjeda.

Segera Herman hendak mengancingkan satu persatu kancing kemejanya, tapi lagi- lagi tatapannya beralih pada Ayu yang sedang mengambil baju tidur di dalam lemari.

Lagi- lagi Herman menelan ludah. Dia sama sekali tidak memahami gerak gerik istrinya, biasanya Ayu tidak berani membuka pakaiannya di depan dirinya, tapi siang itu. Herman merasa ada yang janggal dengan sikap istrinya.

Ayu seperti tidak pokus dengan pikirannya.

Ayu tiba- tiba membantu Herman memakaikan kemeja.

Dengan hati- hati Ayu memasukkan lengan kemeja kanan Herman dengan pelan, namun Ayu harus menarik dibelakang punggung Herman. Untuk itu, mau tak mau dia harus mendekatkan tubuhnya untuk menarik sisa lengan pendek. Ternyata tak mudah, Ayu harus terjatuh, menyentuh lengan suaminya, dan ketika Ayu menarik lengan kiri baju, dia tersadar. Sehingga ia bertahan dalam posisi kakunya dengan satu tangan yang berada belakang punggungnya. Kaku, hening, dan waktu seperti berhenti ketika mata mereka berdua saling beradu.

"Aku hanya-" tak sempat Ayu berkata tiba-tiba tangannya direnggut Herman lalu dalam sekejap posisinya sudah berada di bawah tempat tidur dan Herman diatasnya, dengan posisi tangan yang dikungkung,

"Pak?"

Herman masih diam dengan tatapan yang sungguh tak bisa diartikan.

"Itu, maaf. Sungguh. Maaf menyentuhmu, tapi Bapak_" tidak tahan melihat bibir manis istrinya. Herman mendaratkan ciuman pada bibir Ayu.

HAH? APA?

Tatapannya kosong menatap Ayu, hingga Ayu tak bisa bergerak. Waktu seakan berhenti, ketika pergulatan napas itu nyaris membuat Herman tak menerima napasnya sendiri. Ada rasa yang membara yang kuat yang berputar diantara mereka.

‘Tidak! Aku tidak mencintainya Hentikan! Hentikan dia Ayu!’

Ayu mencoba melepas.

“Pak!” Napas Ayu hampir habis.

"Pak!hentikan!"

Herman seakan tak mengindahkan pernyataan itu, dan terus saja mengintimidasi Ayu dengan hujaman kecupan yang membabi buta, nyaris merobek baju dibagian atasnya, hingga Ayu tak bisa menghindar. Pria itu terus menyerang bagian-bagian sensitifnya yang nyaris membuat Ayu mengeluarkan suara aneh, yang akhirnya membuatnya malu sendiri. Apa yang harus dia lakukan? Sentuhan suaminya benar-benar memabukkan.

Bukan, bukan itu intinya! Herman sedang tidak menjadi dirinya sendiri belum tentu yang dia melihat Ayu sebagai seorang istri saat ini. Ada celah dari pegangannya yang mulai mengendur, dan Ayu memanfaatkan itu untuk melepaskan diri, dan berdiri.

“Pak…” Napasnya menghapus bekas ciuman suaminya yang sangat membekas dibibirnya, berikut napasnya yang memburu. Herman lagi-lagi memberi tatapan tak bisa dia artikan, dalam posisi kaki yang terduduk diatas tempat tidur itu. Bajunya kembali membuka dan tubuhnya tidak memakai apa-apa.

"Pak, maaf, Ayu belum bisa, pergilah Pak," kalut membuat Ayu tak bisa menerima tatapan itu lagi. Ayu meninggalkan suaminya yang bahkan belum berkata apa-apa.

Herman menjambak rambut depannya. “……..Kenapa saya bisa berbuat begini?” Sebetulnya hal yang dia lakukan pada Ayu adalah setengah nafsu. Karena Herman sadar, Ayu belum sepenuhnya menerima dirinya sebagai suami. Pengaruh imajinasinya yang ingin melepaskan hasratnya, membuat hati Herman menggebu. Dan beberapa menit tadi dia hampir tak bisa menahan diri.

***

Setelah suaminya keluar kamar, dengan cepat. Ayu menutup pintu kamarnya dengan rasa gugup yang bertalu-talu disekujur tubuhnya. Semua sentuhan suaminya masih diingatnya dengan kuat. Luar biasa. Seluruh tubuhnya gemetar, hingga masih terasa ketika dia melihat kedua tangannya.

Kembali Ayu melihat dirinya yang terpantul di kaca rias yang tepat berada didepannya. Dia melihat dirinya dan baju bagian atasnya yang robek. Merasakan kembali bagian mana saja yang disentuh suaminya itu.

Tapi, justru aksi mesum suaminya, mengingatkannya akan Devan, nafas itu. Membuat Ayu merasakan cinta Devan, untuk sesaat. Ayu merindukan tangan halus Devan saat dirinya Devan mengambil paksa kesuciannya. Masih teringat, aroma tubuh Devan yang menggelora, membangkitkan rasa cintanya.

Tapi… Apa suaminya benar-benar menginginkannya, atau karena dia terpengaruh nafsu saja? Ya, bisa. yang baru saja berlompat ria dalam hatinya kini berhenti, tergantikan oleh dugaan-dugaan lain yang muncul. Bisa saja suaminya menyangka Ayu sudah menerimanya.

Bukan tidak mungkin, suaminya berprasangka begitu, karena Ayu secara tak sadar. Barusan sudah memberi peluang pada suaminya.

Tubuh Ayu merosot, terduduk dilantai. Benar. Bisa saja begitu.

Untung saja dia menghentikannya tadi. Keputusannya sudah benar dengan berhenti ditengah tadi. Tapi, tidak Ayu sangka, bercumbu dengan suaminya, rasanya dingin dan kaku, tidak sama saat di sentuh Devan.

***

Pagi hari.

Ayu berputar bolak-balik di depan pintu, memutuskan untuk mengetuk pintu atau tidak. Dia ingin tahu keadaan suaminya itu setelah ditinggalkannya tadi malam. Selain itu ada dua hal juga yang membuatnya ingin mengetuk pintu itu. Sweater yang tertinggal, dan pertanyaan terakhirnya tadi malam pada dirinya sendiri. Tapi, hal itu terus urung Ayu lakukan, hingga jari-jemarinya menjadi sasaran kegugupannya, hingga memerah.

Tiba-tiba saja Bi Warsih datang. Dia membawakan nampan makanan ke atas.

"Neng" Bi Warsih begitu sumringah melihat Ayu yang tampak dari tadi mondar-mandir di depan kamar yang tamu yang di tiduri suaminya malam itu, biasanya suaminya tidur di sofa sebelah kamarnya. Tapi pag ini, Ayu tidak melihat suaminya tidur di sana.

"Neng mau ke kamar Bapak ya? ini sekalian boleh dibawa ke tempatnya?" sahut Bi Warsih.

Betul juga, itu bisa menjadi alasan untuknya masuk ke kamar suaminya.

“Iya, biar Ayu yang bawa.

“Sini, biar Bibi yang bukain pintu”

“Iya Bi”

Setelah mengetuk pintu, tak ada yang menjawab.

Ayu akhirnya masuk kedalam.

“Kalau gitu Bibi beres- beres dulu ya Neng," sahut Bi Warsih.

Ayu lantas menaruh makanan itu disalah satu lemari nakas terdekat, sembari menetralkan napasnya yang sedikit memberat.

Namun, tiba-tiba saja dia merasa seseorang sedang mendekat, apalagi ada suara helaan napas yang tak jauh dari tempatnya. Ayu memilih berbalik, meski sebetulnya belum siap.

Herman. Tentu saja. Siapa lagi yang akan berada dikamar ini bila bukan pemiliknya. Namun, apa yang dia kenakan membuat Ayu terkejut. Suaminya hanya mengenakan handuk yang menutupi pinggang hingga lututnya.

"Kenapa Adek masuk ke sini?" Tanya Herman seakan Ayu memang tidak boleh masuk ke sini.

"Ayu mau membawakan sarapan."

Pria itu bertolak pinggang dan lagi-lagi mendengus. Belum pernah Ayu lihat suaminya dalam rambut basahnya, bertelanjang dada.

Ayu mengalihkan tatapannya, bisa bahaya bila wajahnya memerah disaat seperti ini. Tanpa Ayu sadari, suaminya mendekat. Kedua matanya malah menatap kedua bahu tegak Herman yang mengkilat. Ayu tahu diri dan mundur, namun dia malah mentok sampai pada lemari nakas dibelakangnya tadi.

“A-anu…” Ayu harus bertanya sesuatu.

“Bapak mau ambil sweater?” Kini mata Ayu sejajar dengan dada itu. Dada yang membuat hiruk pikuk imajinasinya melebar liar. Air yang masih turun dari rambutnya membuat basah dada bidang itu, menyadarkan Ayu, dia sedang ditatap oleh suaminya.

“Apa?” tanya Herman.

‘Bodoh, kamu bodoh Ayu.’ batin Ayu.

Ayu tak berani menjawab, lebih tepatnya untuk keadaan ini, dia ingin pasrah, tubuhnya kembali menciptakan imajinasi tersendiri untuk Ayu tiba- tiba mendamba suaminya tu.

Herman menempatkan kedua tangannya pada sisi lemari nakas itu, dan mengapit tubuh istrinya. Dia menatapnya sebentar. Sementara Ayu pasrah dengan perasaan yang aneh dihatinya.

Bila suaminya menginginkannya sekarang, itu berarti suaminya memang melihatnya sebagai wanita. Ayu sangat gugup mendengar kalimat yang akan keluar dari mulut suaminya.

"Dek, lain kali biar Bi Warsih yang mengantar kan makanan ini."

Kata-kata suaminya begitu dingin, sedingin es yang membuat Ayu menelan ludah.

Ayu terhenyak, namun dia tersadar kembali.

"Ayu. Ayu hanya ingin membawakan makanan aja Pak -"

Herman mendekat, hidung mereka nyaris bertemu hingga Ayu spontan mengalihkan pandangannya.

“…….., kalau Adek tidak mau terjadi hal seperti kemarin siang, maka jangan seperti ini.” Herman memperingati Ayu.

Jam di dinding menjadi begitu nyaring berdetak, menjadi saksi sikap dingin Herman yang membuat Ayu diam membisu. Kejadian kemarin, adalah seutuhnya kesalahan dimata Herman, bukan sesuatu yang diinginkannya. Hujaman kekecewaan melanda hatinya, karena secara tak langsung Ayu menolaknya mentah- mentah.

Berarti… kemarin siang, istrinya sedang membayangkan pria lain, bukan dirinya?

Herman menarik tangannya, dan mundur berbalik.

"Apa yang terjadi kemarin siang hanya kesalahan. Bapak hilap," ucap Herman.

Ayu tidak menjawab apapun. Dia memilih membungkam. Dan memang inilah kenyataannya.

Kemarin siang, Herman bukan melakukan keinginannya, melainkan karena nafsu saja.

“Untuk selanjutnya, jangan pernah masuk kamar Bapak lagi.. Bapak takut” sahut Herman, sedingin ekspresinya yang sebelumnya dia berikan pada Ayu.

Ayu tak mau menjawab. Dia lebih baik diam. Diam dalam kekecewaan pagi, yang menusuk jiwa ini.

‘Kamu.. benar-benar keterlaluan Ayu, dia itu suamimu. Dia berhak atas tubuhmu!" batin Ayu.

****

Ayu kecewa. Namun dia tidak bisa apa-apa akan hal itu. Jelas perjuangannya masih panjang, dan memang tak mudah menaklukkan hatinya sendiri.

Ayu berharap suatu hari nanti ada perkembangan, untuk bisa menerima suaminya, namun ternyata nihil. Secara tak langsung, Ayu masih menolak cinta suaminya.

Tiba- tiba, saat Ayu hendak pergi ke dapur. Samar Ayu mendengar percakapan suaminya yang sedang menelpon seseorang.

Herman mengatakan pertemuan dengan rekan kerjanya yang akan diadakan sore ini.

Tak mau tahu urusan pekerjaan suaminya, Ayu lantas mendengarkan percakapan suara Bi Warsih.

Dan kalau tidak salah, pria yang diajak bicaranya itu adalah Pak Asep sopir suaminya.

"Si Nengsih masih ngincer Bapak?" tanya Bi Warsih.

Mendengar itu Ayu mulai memasang telinganya untuk mendengar dari balik pintu.

"Saya juga nggak tahu jelasnya Bi" jawab Pak Asep.

"Sebelumnya bapak ketemuan sama Bu Nengsih."

"Pak Asep ketemu sama si Ngasih?"

"Iya. Kemarin sebelum pulang Bu Nengsih ngadatangin Bapak. Dia ternyata nungguin."

"Apa si Nengsih tahu? Kalau Bapak udah nikah?" tanya Bi Warsih.

Mendengar itu Ayu mulai tertarik dengan percakapan dua pelayannya.

"Saya juga nggak tahu jelasnya Bi" jawab Pak Asep.

"Sebelumnya bapak pernah ketemuan sama Nengsih."

"Wih nekat sekali!" Sewot Bi Warsih.

Ayu merasakan ada geraman jengkel dalam kalimat yang diucapkan pelayannya itu.

"Pak Herman nganter Bu Nengsih pulang. Pas pak Herman mau pulang, Bu Nengsih ngejar lagi, dan meluk Bapak. Disana pelukannya lama sekali Bi. Bu Nengsih gak mau lepas" jelas Pak Asep benar-benar tidak menyangka akan melihat adegan itu.

“Astaganaga….!” geram Bi Warsih.

“Ya sudah, kamu diem ya, kamu diem” sahut Bi Warsih.

"Iya saya diem kok. Enggak mungkin cerita sama Neng Ayu."

Meskipun suaranya mengecil namun tetap didengar oleh Ayu.

"Iya iya mengerti... Kalau begitu Jangan sampai Neng Ayu tahu ya.”

"Beres!" seru Bi Warsih.

"Terus kenapa Bapak mau ngantar janda genit itu?" Kembali Bi Warsih mempertanyakan pertanyaan awalnya.

"Nah itu dia Bi.. kalau saya boleh berasumsi. Sepertinya, Bapak banyak pikiran. Saya denger ada kalimat yang bisa buat merinding saat Bu Nengsih peluk bapak.” Jelas Pak Asep.

“Apa itu?”

“Ibu Nengsih bilang... katanya dia bakal mati kalau Bapak ninggalin dia"

"…………Sialan! Ini bahaya nih" Bi Warsih terdengar semakin geram.

Ayu menutup mulut.

Ternyata wanita yang di bicarakan Pak Asep dan Bi Warsih, adalah wanita yang sangat menyukai suaminya. Dan bila itu benar, wanita itu bisa dengan mudahnya menggoda suaminya. Karena selama ini, Ayu tidak pernah membiarkan suaminya untuk menyentuh tubuhnya

“Ayu sadarlah …. suaminya bisa saja melampiaskan hasratnya pada wanita lain ..." batin Ayu, nyaris menertawai dirinya yang sampai saat ini masih mempertahankan sikap egoisnya.

Padahal, suaminya saat ini, benar benar membutuhkan seorang wanita guna melampiaskan hasratnya.

1
Abel_alone
tetap semangat 🌹🌹🌹🌹
Luna Sani: Terima kasih kak ..🙏😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!