NovelToon NovelToon
Dari Benci Jadi Suami

Dari Benci Jadi Suami

Status: tamat
Genre:Tamat / Berbaikan / Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Diam-Diam Cinta / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:11.8k
Nilai: 5
Nama Author: nichi.raitaa

Tolong bantu support dan jangan lompat bab saat membaca ya, terima kasih 💗

Delilah Atmaja—seorang perempuan—yang sama sekali tak berkeinginan menikah, terpaksa menuruti kemauan sang ayah. Justru bertemu kembali dengan Ananda Dirgantara—musuh semasa SMA—dan justru berakhir di pelaminan. Tak berhenti sampai di sana, Rakanda Dirgantara—mantan cinta pertama Delilah—menjadi sang kakak ipar. Hadir juga hari dimana Raka menerima bantuan dari si jelita, Delilah. Membuat keruh hubungan rumah tangga Nanda dan Delilah yang telah menjadi seorang istri.

Dapatkah mereka akan melewati drama pernikahan dan pergulatan hati masing-masing? Akankah mereka berdamai dengan keadaan dan menemukan akhir yang bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nichi.raitaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 32

Sesuai pesanan sang istri, Nanda melajukan mobil putih petang ini membelah keramaian menuju kediaman sang kakak. Sambungan panggilan yang dia lakukan pada ponsel Delilah tak terjawab. Si pemilik ponsel sibuk mengganti popok Fera yang penuh. Jadi, Nanda terpaksa memarkirkan mobil lalu naik ke lantai tempat Delilah berada. Sampai di depan pintu dia menekan bel beberapa kali tanpa sahutan. Dia tak tahu sandi pintu Raka, beberapa saat menunggu wajah Delilah mengintip dari balik pintu.

“Hei—” Kalimat Nanda belum genap.

“Hhhh, syukurlah itu kau.” Tanpa sadar Delilah mengeluarkan kalimat yang begitu membuat Nanda penasaran. “Ayo, masuk!” Delilah kemudian membuka pintu dan mempersilahkan sang suami masuk.

Ruangan bercat biru dengan aksen putih dan lampu kristal yang tergantung di ruang tengah menyambut mereka. Televisi yang dibiarkan menyala dengan suara lirih terdengar. Selebihnya kondisi ruangan rapi dan sepi.

“Keman—” Suara Nanda tercekat, Delilah menutup bibir sang suami dengan tangan.

“Ssstt, Fera tidur. Entah dimana kakakmu, dia bilang menemui seseorang dan belum pulang hingga sekarang.” Delilah berbisik, dia masih berjinjit sambil menutup bibir Nanda.

Si pria segera mengangguk tanda mengerti.

“Lalu kita harus menunggunya begini?” Nanda berbisik balik sambil mengedarkan pandangan.

“Apa kau pikir Fera akan baik-baik saja jika sendirian?” Delilah menatap tajam sang suami, lalu menyeretnya ke sofa, “duduk dan diam! Akan kubuatkan minuman,” titah Delilah tak terbantah.

Si jelita menggelengkan kepala sambil melewati Nanda menuju dapur. Baru saja meraih gelas dan menuang satu sendok gula, suara ringkikan Fera terdengar di telinga. Dia segera melesat ke kamar sang bayi. Sedikit terkejut, tetapi Nanda mengekori langkah sang istri dan mereka sama-sama berhenti tepat di depan pintu.

“Hish, kenapa kau membuatku terkejut, Deli!” Nanda protes dengan suara tertahan, lagi-lagi tubuh si pria di seret oleh Delilah menjauh dan kembali ke sofa.

Fera terlihat masih nyaman dan tertidur pulas. Namun, kerap sekali Delilah terus seolah mendengar suara si bayi. Membuat si jelita sering berlarian dan terburu-buru menemui Fera. Meski pada akhirnya, tak ada apapun yang sedang terjadi pada bayi Fera.

“Aku mendengar suara Fera tadi. Sepertinya dia sudah kembali tidur sendiri.” Delilah menjelaskan sambil berlalu ke dapur lagi.

“Hm? Aku tak mendengar apapun.” Nanda memiringkan kepala dan menghempaskan bokong ke sofa.

Beberapa saat telah berlalu, Delilah duduk di depan televisi sambil menonton drama favorit untuk menghibur diri. Nanda sedang mengawasi bayi kecil yang tertidur di keranjang dari jauh. Dia berdiri di batas pintu karena Delilah tak mengijinkannya masuk. Takut mengganggu tidur Fera.

“Makhluk mungil itu akan tumbuh besar sepertiku.” Nanda menggumam lirih sendirian.

“Tidak! Jika iya, maka itu akan mengerikan.” Delilah menimpali sambil membelai lembut lengan sendiri yang bergidik ngeri.

Bayangkan saja, anak perempuan akan sekekar tubuh Nanda? Bukankah mereka akan lebih lucu jika terlihat imut dan mungil seperti Feli—mendiang sang ibu—atau juga Delilah—si tante? Nanda tak bisa membalas, dia hanya memutar bola mata malas.

***

Raka masih bercengkrama dengan seorang yang baru ditemui hari ini. Entah mengapa, perempuan yang sedang bersama dia sekarang terasa mudah mengakrabkan diri. Latar pendidikan si perempuan rambut sebahu itu juga cukup tinggi untuk melamar sebagai seorang pengasuh. Dia juga belum menikah, apalagi memiliki pengalaman mengasuh bayi. Namun, si manis terlihat begitu gigih mencoba meluluhkan pertahanan Raka.

“Apa kau tak berminat bekerja di rumah sakit kami saja? Ketimbang hanya mengasuh bayiku. Kurasa kau akan segera mendapat promosi di sana dengan catatan pengalaman kerjamu.” Raka justru menawarkan pekerjaan yang lebih menjanjikan.

“Mohon maaf, Pak. Tapi, saya memang berniat membentuk zona nyaman baru dengan pengalaman baru juga.” Si manis terus menolak an kian mendesak. “Apa Bapak meragukan kemampuan saya?” Kalimat yang berhasil mencekik Raka.

“Bukan, ah, bukan begitu. Tapi sangat disayangkan jika latar pendidikan dan pengalaman dilepas begitu saja.” Raka menunduk, membaca lagi berkas sepak terjang si manis.

“Itu tidak seberapa, dibanding yang sudah saya lakukan. Jadi, apa saya diterima?” Kalimat ambigu yang keluar dari bibir tipis si manis membuat Raka mengernyit.

“Em … baik, akan saya pertimbangkan lagi. Tunggu info selanjutnya, ya. Terima kasih sudah meluangkan waktu.” Raka mulai berpamitan dan menelan lagi rasa penasaran yang berada di ujung tenggorokan.

Terasa tak sopan menanyakan alasan dari kalimat tadi. Mengingat mereka baru pertama kali berjumpa dan si perempuan manis tadi begitu bersemangat ingin mengasuh Fera. Dia masih harus banyak berpikir lagi malam ini.

Hhhh … sebenarnya ini sangat bagus karena dia adalah orang medis, tapi aku sedikit tidak yakin karena Fera bahkan menolak digendong oleh orang selain aku dan Delilah, Raka menghembuskan napas selesai membatin.

***

“Ananda Dirgantara! Apa kau mau menyeduh kopi dengan air itu?” Delilah memekik melihat air mendidih yang dituang Nanda di botol susu Fera.

“Mana bisa, Fera minum kopi?” pertanyaan polos Nanda membuat si jelita makin naik darah.

“Ah, keledai sialan! Aku tak percaya jika kau adalah dokter utama di bedah jantung, kau pasti hanya membual!” Delilah menghampiri sang suami dan memukuli punggungnya sambil terus mendekap Fera. “Isi sedikit saja air hangat, Bodoh!”

“Aw, aku juga tau. Jadi jangan merusak konsentrasiku!” Nanda menghindar, Delilah lalu pergi menimang Fera agar tenang, “Ini bahkan lebih rumit daripada operasi bentall. Astaga—” Nanda bergumam lirih sendirian, lalu menghentikan aktivitasnya sejenak, mencari keberadaan Delilah yang sudah berada di ruang tengah kembali menimang Fera, “Deli, katakan seberapa air dingin yang harus diisi agar ini menjadi hangat?”

Netra Delilah menatap manik legam Nanda yang sedang bergetar. Si pria terlihat gugup dan mematung. Dia terlihat begitu menyebalkan di mata sang istri. Aliran darah Delilah melaju cepat, denyut nadi si jelita menguat dan organ di dada kiri berdebar cepat seperti langkah kaki yang dia ambil sekarang. Sampai di dekat Nanda tanpa mengalihkan pandangan, dia langsung menggigit lengan atas sang suami hingga memohon ampun.

Tangis Fera belum juga mereda. Justru terdengar semakin nyaring sambil menggeliat. Dua manusia yang sedang bersama terlihat siap beradu kepala. Tanpa peringatan Delilah menyodorkan Fera pada Nanda dan meraih botol dengan segera. Si dokter terlihat kikuk sesaat sambil membetulkan posisi bayi, kemudian beringsut meninggalkan dapur dan Delilah yang mengomel.

Dia menimang Fera dengan lengan besar yang hangat. Bayi yang tadi sibuk menjerit kini mendengkur pelan di gendongan Nanda. Manik legam si pria mengerjap lucu sambil terus bergoyang menimang makhluk mungil di lengan. Dia bersitatap dengan Delilah yang ikut menatap heran.

“Ajaib, dia tertidur lagi.” Delilah berjalan mendekat, kemudian memandangi wajah damai Fera. Lalu beradu tatap lagi dengan manik Nanda.

“Dia terlihat sangat imut. Bagaimana jika kita juga coba mencetak satu?” Suara Nanda terdengar lirih dan lembut.

***

Hello, tolong support dengan tekan like dan komentar yaa .. See you next chapter, thank you 💗

1
Ripah Ajha
sungguh keren kata2mu Thor, aku jadi terhura eh terharu maksutnya🥰
nichi.raitaa: aw, terima kasih ya kakak juga sudah baca sampai akhir ... aku meleyot nihh 🫣🫠😘
total 1 replies
Krismargianti Andrean
lanjut thor nunggu nih ampe tambah es teh jumbo 5kali
nichi.raitaa: waduh kak ... apa nggak kembung 🤧 btw timamaciw sdh mampir, nih aku kasih 2 hati akuh 💗💗🫦
total 1 replies
Zee✨
hay kak nicki, aku mampir hehe semangattttt💪💪
nichi.raitaa: nyehehhee okidoki kak 💗 aku telhalu loh😵‍💫🫠
Zee✨: sama², nanti ye mau ngepel dulu😂😂
total 3 replies
Zee✨
dih kepedean amat bang😏
Zee✨: pantesan aku cari² nggak kelihatan, taunya di sana toh🤭
nichi.raitaa: 🤧😶‍🌫️ aku ampe ngumpet dibalik awan kakk
total 2 replies
Ripah Ajha
like Thor, tetep semangat update ya🥰
nichi.raitaa: terima kasih supportnya kak, wait ya 💗😘
total 1 replies
Ripah Ajha
gitu tu, kalok oasangan suami istri blom prnah mp, bawaannya emosi teros🤣
nichi.raitaa: aw ... si kk tau ajah 🤧🫣
total 1 replies
Ripah Ajha
keren karyamu thor
nichi.raitaa: terima kasih sdh membaca kak, semoga betah ya 💗
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Kisahnya bikin baper, jadi terlarut sama ceritanya.
nichi.raitaa: terima kasih sudah membaca, Kak 💗 teruskan lagi yuk kakk 🥰
total 1 replies
Sandy
Seru banget, gak bisa berhenti baca😍
nichi.raitaa: terima kasih, sudah membaca kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!