Saat membaca judul ini, pasti di benak kalian berpikir ini cerita tentang sugar Daddy bersama gadis mudanya, kan? Tentu saja itu salah besar. Ini merupakan kisah percintaan terlarang antara Ayah kandung dan putri biologisnya sendiri. Eit, jangan emosi dulu. Author tidak menormalisasi hubungan sedarah kok, ini terjadi karena ada sebab dan akibatnya juga. Bagaimana itu bisa terjadi? Penasaran? Ikuti terus kisah cinta terlarang yang penuh dengan kontroversi.
...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marthin Liem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 28
Dengan jemari gemetar, Yuna menyapu layar tabletnya, membuka aplikasi media sosial berlogo ungu yang menjadi wakil dari dunia. Dengan gesitnya, ia memasukkan nama sang idola, Ryuchi Takahasi, yang merupakan andalannya. Yuna mengetahui bahwa Richie menggunakan nama aslinya di akun yang telah terverifikasi dengan tanda biru.
Dalam kegugupan yang menggelegar, Yuna mengetuk aplikasi Draw Messenger dan dengan ragu mengirim foto dirinya bersama Sena. Ia tidak yakin apakah hal itu akan menarik perhatian Richie, mengingat jumlah pesan yang pasti telah membanjiri kotak masuknya, dan hanya akan menjadi bagian dari tumpukan spam.
"Demi Tuhan, Richie, baca pesan pribadiku," batin Yuna, matanya menatap tegak ke langit malam dipenuhi bintang-bintang yang berkelip-kelip.
Berulang kali, Yuna memeriksa pesan pribadinya, berharap akan ada pemberitahuan dari sang idola. Namun, semuanya hanya sia-sia, khayalan yang tidak akan pernah menjadi kenyataan. Bertemu, bertegur sapa, atau bahkan sekadar meraih tangannya, semuanya hanya tampak seperti angan-angan belaka.
Yuna berdiri tegak dengan ekspresi kosong, merasakan keterpesonaannya yang begitu besar terhadap sang idola, meskipun Richie saat itu masih dalam proses seleksi. Namun, keyakinannya kuat bahwa Richie akan menjadi pemenang dalam ajang pencarian bakat di Amerika, dan bahwa suatu hari nanti namanya akan semakin dikenal di seluruh dunia.
Selama dua jam, Yuna tetap berada di teras, angin malam yang semakin menusuk.
"Yuna... Masuk, Nak!" teriak sang ibu dengan tegas, memanggilnya. Yuna menoleh, melangkah ke dalam rumah dengan wajah yang tertekuk dan bibir yang tersenyum ke bawah.
"Kamu sudah seharian terus memegang tablet," tegur Bu Yusni khawatir, Yuna hanya bisa menundukkan kepala.
"Lagian, apa sih yang kamu tonton di tabletmu itu? Coba Ibu lihat!" pinta sang ibu dengan sedikit nada meninggi, Yuna hanya menggeleng.
"Apaan sih? Ibu tidak perlu ikut campur!" Yuna melengos pergi dari hadapan sang ibu. Saat tiba di kamarnya, ia menyentuh dan mencium poster Richie seakan-akan sang idola berada di hadapannya.
Miris memang ketika sedang mengidolakan seorang artis, itulah yang tengah dirasakan oleh Yuna.
...
Sementara itu, di tempat lain, tepatnya di kediaman Richie.
Berbeda halnya di negara yang dikenal sebagai "super power" ini.
Pagi itu, pukul 9 pagi, Richie baru saja bangun dari tidur. Di kamar yang redup, sinar mentari mulai masuk melalui celah jendela apartemennya.
Sejenak ia membeku, teringat pada gadis yang dicintainya. Tanpa berpikir panjang, ia meraih ponsel dan membuka aplikasi media sosial berwarna ungu, melihat banyak sekali spam komentar, like, dan pesan pribadi.
Angka itu terus bertambah, terutama dari wanita, khususnya para gadis.
Setiap kali ia mengunggah foto, tak lama kemudian akan dibanjiri dengan komentar pujian.
Ia iseng membuka Draw Messenger, walaupun biasanya ia malas membuka aplikasi itu karena pasti penuh dengan spam.
Di antara pesan-pesan itu, ia menemukan sebuah akun dengan nama Yuna055 berada di deretan paling atas.
Awalnya, ia ingin mengabaikan, namun tiba-tiba ponsel yang ia pegang terguncang dan jempolnya tanpa sengaja mengklik pesan dari Yuna.
Tiba-tiba, mata Richie melebar saat melihat foto wanita yang dicintainya. Itu adalah hal yang tidak bisa diabaikan.
Yuna juga menulis keterangan dalam pesannya menggunakan bahasa Inggris.
"Richie, is the girl with me the one you're looking for? She's currently living in Indonesia, renting a place here."
Seketika bibir Richie tersungging, ia merasa mendapat angin segar saat membaca pesan dari wanita asing tersebut. Ia pun tak bisa menahan diri untuk tak membalas pesannya, meski hal tersebut akan menjadikannya tidak profesional dan murahan.
"Really? Please provide the full address and clear evidence! I'm afraid this might be a trap!"
Balas Richie dengan senyum lebar, tak kuasa menahan kelegaan dalam hati. Ia pun menutup dan mengecup ponselnya, berharap mimpinya akan menjadi kenyataan. Ia ingin menyampaikan beribu kata maaf untuk Sena, meski harus mengorbankan karir yang baru saja ia cicipi.
Richie terlihat gelisah dan tak sabar menunggu balasan dari akun gadis asing itu. Dia bahkan belum bangun dari tempat tidur, padahal hari itu dia harus latihan vokal agar penampilannya malam nanti tetap maksimal. Beberapa pesan dan panggilan tak terjawab masuk berkali-kali dari sang pelatih yang memintanya segera datang ke studio. Namun, dia malah mengabaikannya.
...
Sementara malam telah berlalu, tepat pukul 6 pagi WIB, Yuna mulai membuka kedua matanya. Rasa ingin tahu itu kembali muncul, membuatnya tergugah untuk meraih tablet kesayangannya dan membuka aplikasi berlogo ungu tersebut. Seketika kedua mata indah itu melebar saat melihat satu pesan masuk.
Karena biasanya sepi, mendapat DM tiba-tiba muncul harapan balasan dari Richie.
Ketika jempol mungilnya mengklik logo messenger, tiba-tiba ia langsung berteriak dan loncat kegirangan.
"Aaaa... Yeah, Richie akhirnya dia notice pesanku, yuhuuu...." Yuna sangat senang di dalam hatinya.
Suara teriakan Yuna berhasil mengagetkan orang-orang di sekitarnya.
Saat Sena sedang menikmati sarapan pagi, tiba-tiba ia mendengar teriakan dari sahabatnya itu di rumah sebelah.
Para tetangga segera berdatangan ke rumah mereka, khawatir terjadi sesuatu pada Yuna.
Ibu Yusni pun menggedor pintu kamar putrinya.
"Yuna, kamu kenapa, Nak?" teriak sang ibu. Ternyata Yuna tidak merespons panggilan ibunya karena terlalu senang sehingga melompat-lompat dan berteriak-teriak memanggil nama Richie.
Sena yang penasaran, mendekati rumah Yuna yang hanya beberapa langkah saja.
"Yuna, kenapa, Bu?" tanya Sena heran mendengar sahabatnya berteriak-teriak seperti orang tidak waras di dalam kamar.
"Ibu juga juga tidak tahu," jawab Bu Yusni sambil menggeleng. Semakin penasaran, Sena pun menggedor pintu kamar Yuna.
"Yuna..." panggil Sena. Mendengar suara Sena, Yuna menghentikan teriakannya, lalu membuka pintu dan merangkul tubuh gadis itu dengan erat.
"Sena, aku senang sekali," kata Yuna tanpa melepaskan dekapannya.
"Ih, kamu kenapa, sih?" Sena merasa risih dan melepaskan dekapannya secara paksa.
"Ri--" kata Yuna terputus, merasa tak perlu melanjutkan kalimatnya.
"Maksudmu Richie?" celetuk Sena sembari mengangkat satu alisnya. Yuna mengangguk pelan.
"Kenapa?" tanya Sena lagi, matanya penuh dengan rasa ingin tahu.
Yuna menggeleng.
"Tidak apa-apa, aku hanya bermimpi bertemu dengannya, makanya aku berteriak," jawab Yuna mencoba menutupi kenyataan.
Sena melempar senyum tajam pada Yuna.
"Tingkahmu ini sangat aneh, Yuna!" cibir Sena, lalu meninggalkan Yuna untuk bersiap-siap ke kantor.
Sambil melangkah, Sena menggerutu kesal atas obsesi Yuna yang terlalu memuja Richie, pria yang sangat dibencinya.
"Apa-apaan sih dia itu? Dia hanya bermimpi bertemu Richie. Hmm... Apa yang begitu istimewa dari pria itu? Semua orang tiba-tiba terlihat aneh, memuja seorang pria berengsek seperti Richie!" pekik Sena, tidak bisa memahami, ia pun tampak kesal jika teringat wajah pria tersebut, ada hasrat ingin menamparnya.
Tiba-tiba, ia mendengar suara klakson di depan gerbang kontrakan.
Penasaran, Sena melangkah ke depan dan membuka pintu gerbang, di mana Jonathan tiba untuk menjemputnya, padahal ia sama sekali tidak meminta.
Lelaki itu membuka jendela mobil dan menyapa dengan hangat dan ramah, "Hai Sena, ayo kita berangkat bareng."
Sena terdiam sejenak, masih teringat kejadian semalam yang membuatnya tersinggung, ia pun memutar kedua matanya kesal ke arah pria tersebut. Ia masih tidak nyaman dengan ucapannya.
Tanpa disadari, dari arah belakang ada mobil lain memberi klakson, ternyata itu adalah Hans.
Pria itu turun dari mobil dan menatap tajam Jonathan dengan ekspresi marah.
"Siapa suruh kamu menjemput Sena?" tanya Hans dengan nada yang tidak senang.
Jonathan menelan ludah, lalu menutup kaca jendela mobil tanpa berkata sepatah kata pun, dan pergi untuk menghindari masalah dengan Hans, karena ia tahu pasti akan kalah jika berdebat dengannya, terlebih Hans adalah boss nya sendiri.
Setelah Jonathan pergi, Hans tersenyum lembut dan mengusap lembut puncak kepala Sena.
"Terima kasih, Dadd," ucap Sena sambil langsung merangkul tubuh Hans dengan hangat.
"Daddy tidak akan membiarkan siapa pun mengganggumu. Kamu tidak perlu ragu untuk mengadu pada Daddy," kata Hans dengan suara lembut, mencoba melindungi Sena dari gangguan Jonathan.
Sena merasa hangat dan aman dalam dekapan Hans. Meskipun mereka memiliki hubungan yang rumit, Sena merasa bahwa kehadiran Hans adalah anugerah baginya. Dalam hatinya, Sena berharap bahwa suatu hari nanti, segala sesuatu akan menjadi lebih baik bagi mereka berdua.
...
Bersambung...