My Daddy, My First Love
Di usianya yang ke-30 tahun, Vania tengah kalut memikirkan nasib hidupnya, lantaran terus menerus mengisolasi diri dari pergaulan dunia luar yang menurutnya hanya membuang-buang waktu percuma, sehingga memilih untuk menyibukkan diri. Terlebih Ia merupakan seorang wanita karir yang sudah sangat sukes, dan mapan secara finansial, serta mampu membeli mulut orang-orang yang pernah mencampakkannya.
Namun, ia memiliki teruma dalam percintaan, ia enggan membuka hatinya kepada pria manapun setelah beberapa kali mengalami patah hati.
"Tiap kali membuka hati, aku selalu berlabuh pada pria yang salah!" Vania tersenyum miring atas nasib asmaranya yang selalu gagal.
4 Kali merasakan jatuh cinta, dan 4 kali juga hatinya patah karena sebuah pengkhianatan, ia berpikir laki-laki semua sama saja, tidak ada benar-benar tulus, selalu saja mendua.
Di satu sisi, ia tak ingin hidup tua dalam keadaan sendiri, maka dari itu ide gila muncul di pikirannya.
Ia memutuskan untuk menjalankan program bayi tabung dan membeli bibit, akan tetapi ia musti memilih pria mana yang benihnya layak membuahi sel telur miliknya, tentu ia tak akan memilih sembarang pria.
Dengan gesit, ia menyebarkan ide gilanya itu di sebuah situs internet, serta memasang tarif tinggi bagi siapa saja yang ingin mendonorkan bibitnya.
Tak butuh waktu lama, beberapa pesan masuk, mereka menawarkan diri berikut biodata dan te tek bengeknya untuk meyakinkan Vania.
Wanita itu membandingkan wajah dan fisik mereka, hingga pilihan hatinya tertuju pada seorang pria muda berparas rupawan, ia bernama Hans Hernandez. Pemuda itu masih berusia sangat muda, tetapi tentu saja ia sudah bisa menghasilkan bibit unggul yang berkualitas dalam tubuhnya.
Setelah melewati beberapa sesi tanya jawab lewat video call, keduanya sepakat untuk mengadakan janji pertemuan besok.
Vania sangat teguh dengan keputusannya meskipun mungkin ia akan menuai kritikan dari hasil yang di dapat. Ia tetap percaya bahwa ini adalah langkah yang tepat baginya untuk mendapatkan kebahagiaan yang selama ini ia cari.
...
Malam itu, ia mengajak Hans untuk bertemu di sebuah restoran berbintang, dan tentunya menyewa tempat VVIP. Ia datang terlebih dulu untuk berbicara private dengan pria muda tersebut.
Beberapa kali, ia melirik jam tangannya, berharap Hans tak mengingkari janji pertemuan yang sudah mereka sepakati.
"Dia bakalan datang tidak, ya?" kecemasan tergambar jelas di wajah Vania pada saat itu.
Sedangkan, Hans merasa sudah telat setengah jam dari jadwal yang sudah di janjikan dengan Vania. Bukan karena sengaja, akan tetapi ia harus bermacet-macetan saat mengendarai angkutan umum, karena Hans merupakan seorang pemuda yang kehidupan ekonomi keluarganya pas-pasan, terkadang juga kekurangan, itu sebabnya Hans menerima tawaran dari Vania untuk menjual bibit miliknya agar ia mendapat uang dari hasil tersebut.
Meski Hans memiliki fisik yang sempurna dan berparas rupawan, nyatanya berbanding terbalik dengan nasib kehidupannya, ia kerap kali mendapat cemoohan dari teman-teman dan orang sekitar karena miskin.
Tak beberapa lama, ia tiba di lokasi yang sudah di share oleh Vania.
Pemuda tampan itu mengedarkan pandangan kesekelilingnya, ia terlihat kebingungan untuk mencari wanita dewasa itu.
Segera meraih ponsel di saku celananya untuk mengabari wanita tersebut, akan tetapi kuota internetnya habis, ia menggerutu kesal.
Sementara Vania yang sudah menunggunya terlalu lama, memutuskan untuk pulang sesudah membayar bill minuman yang sudah ia pesan, mengira jika Hans hanya iseng, alhasil ia mengumpat di sepanjang langkah.
"Dasar bocah tidak jelas!" umpat Vania, sampai di depan restoran ia berpapasan dengan Hans, mereka saling melayangkan pandangan selama beberapa detik.
"Aku seperti mengenalnya," gumam Vania, begitu juga dengan Hans, karena mereka sempat bertatap muka lewat daring.
"Eh, tunggu!" Wanita itu mundur beberapa langkah untuk memastikan jika itu adalah pemuda yang sedari tadi ia tunggu.
"Kamu Hans, kan?" tunjuknya, diangguki oleh pemuda tersebut.
"Ya betul."
"Maaf kalau saya terlambat, soalnya saya berangkat menggunakan kendaraan umum jadi sedikit kendala," terang lelaki muda tersebut, Vania memakluminya.
"Mari, ikuti saya ke dalam!" wanita itu memandunya masuk kembali ke dalam restoran, dan untung saja tempat yang semula ia diami masih belum ada yang booking sehingga ia menyewa ulang ruangan VVIP di restoran tersebut.
"Silahkan duduklah!" titah Vania dengan sopan, bahkan ia menatap penampilan Hans dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.
"Sayang sekali, sebenarnya dia ini sangat tampan hanya saja tertutupi dengan penampilannya yang culun dan kuno," batin Vania. Sementara, sedari tadi Hans hanya menunduk seakan canggung berhadapan dengan wanita yang berusia terpaut jauh darinya, sangat jomplang sekali dengan usianya yang masih lim* belas tahun.
Vania menawarkan minuman dan makanan lezat, dan tentunya sangat mahal kepada Hans.
"Silahkan kamu pilih saja apa yang kamu mau." ia menyodorkan daftar menu pada pemuda tersebut.
"Maaf tidak perlu, Tante," tolaknya.
Mendengar panggilan 'Tante' oleh Hans, Vania merasa jika dirinya sudah sangat tua, ia menjadi geli sendiri dibuatnya.
Namun, ia berusaha untuk tak mempermasalahkan, yang terpenting bagi Vania adalah bisa mengandung benih dari Hans tanpa terjalin ikatan apapun.
"Ayo, tidak usah sungkan, karena saya yang akan membayarkan semua untukmu," desak Vania, Hans mengangguk lemah.
Ia menunjuk makanan dan minuman yang harganya lebih terjangkau demi menjaga adab dan etika.
Sementara itu, obrolan terus berlanjut.
"Hans, apa kamu yakin?" tanya Vania yang sedari tadi terus menatap wajahnya.
"Ya, saya sangat yakin Tante," jawab Hans merasa mantap akan keputusan yang ia ambil.
"Kamu tidak takut? Kamu ini masih sangat muda, loh," Vania kembali bertanya.
"Saya sudah pikirkan matang-matang, jadi saya siap." Hans tampak bersemangat demi uang yang akan ia dapatkan.
"Baiklah," kata Vania, hingga terjadilah obrolan yang serius.
Vania juga sudah menghubungi pihak medis untuk menjalankan misinya, dan rencana, ia akan melakukannya besok.
"Tapi saya harus tahu kondisi kesehatanmu, riwayat penyakitmu, karena saya tidak mau melahirkan anak yang cacat atau sakit!" Vania memperingatkan Hans tentang serangkaian persiapan medis yang akan di hadapi.
"Saya yakin 100 persen kalau saya ini sehat luar dalam," ujar Hans dengan mantap.
Vania mengangguk puas atas jawaban yang di berikan Hans, ia berharap rencananya untuk menjalankan proses bayi tabung akan berjalan lancar.
Setelah menghabiskan makanan dan minuman, Vania merogoh tasnya, kemudian memberikan uang cash kepada Hans sebagai uang muka.
"Terimalah!" kata Vania menyodorkan amplop berisi uang, Hans menerimanya dengan senyum lebar.
"Itu baru DP! Kalau saya berhasil hamil, maka saya akan bayar kamu sesuai dengan perjanjian," lanjutnya, Hans mengangguk cepat sebagai tanggapan.
Ia berpikir, jika memiliki banyak uang, ia bisa membayar tunggakan sekolah, membeli apa saja yang ia inginkan, dan tentu saja ia ingin menabung untuk melanjutkan kuliahnya nanti.
"Ya, terimakasih Tante," ucap Hans.
"Sama-sama, ingat! Saya tunggu kamu besok jam 2 siang di Rumah Sakit Sentosa!" pesannya agar Hans tak sampai ingkar atau telat.
"Baiklah Tante, saya akan usahakan datang sepulang dari sekolah," jawabnya.
...
Setelah itu pertemuan berakhir, Vania tak sabar menunggu hari esok.
Ia terus menjalin komunikasi dengan Heru, kawannya yang merupakan seorang dokter spesialis OBGYN.
......................
Pagi itu, Vania menemui Heru di ruang tunggu rumah sakit, mencoba menyelipkan konsultasi di antara jadwal sibuknya.
"Vania, apa kamu yakin dengan keputusanmu? Aku khawatir itu terlalu ekstrem," ucap Heru, menunjukkan kekhawatiran atas pilihan Vania yang dianggapnya radikal untuk mendapatkan keturunan, terutama dengan menggunakan benih seorang pria yang masih sangat muda.
Vania menatap Heru dengan mantap.
"Aku yakin ini adalah jalan terbaik bagiku. Aku tak ingin menunggu lama untuk mendapatkan kebahagiaan yang kuinginkan," jawab wanita tersebut dengan tegas.
Heru mencoba meyakinkan kembali,
"Tapi, Vania, tidakkah lebih baik jika kamu menjalani kehidupan yang lebih normal, menikah, untuk memiliki keturunan secara alami."
Tapi Vania sudah kehilangan kesabaran, ia menggeleng tegas akan prinsip untuk tidak menikah seumur hidupnya, karena benar-benar teruma terhadap hubungan. "Aku tak butuh saranmu, Heru! Aku tahu apa yang terbaik untuk diriku sendiri," katanya, dengan nada yang sedikit kesal, mengakhiri percakapan dengan Heru.
"Kalau kamu tidak bisa membantu, bilang saja! Aku bisa mencari dokter lain, kok!" Vania bangkit dari kursinya, wajahnya kesal karena malas untuk berdebat lebih lanjut dengan lelaki tersebut.
"Vania, tunggu!" teriak Heru memanggil, berusaha mengejar langkahnya.
"Apa?" tanya Vania, suaranya penuh dengan nada sombong.
Heru menarik nafas dalam-dalam sebelum berkata, "Aku bersedia menjadi suamimu. Aku ingin menikah denganmu, dan kita bisa mendapatkan keturunan bersama."
Vania tersenyum sinis, tidak percaya atas apa yang didengarnya, semua itu terdengar seperti sebuah lelucon.
"Hah? Apa yang kamu katakan? Kamu menawarkan pernikahan padaku? Jangan harap! Dasar gila!" Ia meninggalkan Heru dalam keheningan, langkahnya mantap menuju pintu keluar untuk mencari dokter lain yang bisa ia ajak bekerja sama.
Setelah berbagai upaya, akhirnya Vania mendapatkan seorang dokter lain yang bersedia membantu untuk memproses bayi tabung sesuai dengan keinginannya.
"Terima kasih atas kerjasamanya," ucap Vania sambil berjabat tangan dengan dokter Derbi yang akan menanganinya nanti siang.
...
Siang itu, setelah pulang sekolah, Hans memenuhi janjinya dengan Vania. Mereka bertemu dan Vania memandunya untuk bertemu dengan dokter Derbi. Di sana, Hans menjalani serangkaian prosedur pemeriksaan khusus sebelum proses dimulai.
Vania tersenyum lega ketika mengetahui bahwa Hans tidak memiliki riwayat penyakit yang dapat mengganggu proses bayi tabung. Ia semakin semangat untuk menjalani proses ini bersama Hans.
Setelah pemuda itu lolos dari serangkaian pemeriksaan kesehatan, proses bayi tabung Vania pun dimulai. Dokter Derbi dan tim medisnya bekerja keras untuk memastikan semua berjalan lancar.
Pertama-tama, wanita itu menjalani prosedur stimulasi ovarium untuk merangsang produksi telur yang lebih banyak dari biasanya.
Sesudah itu, dokter melakukan pengambilan sel telur melalui prosedur yang disebut puncture ovarium. Sel telur yang berhasil diambil akan dibuahi dengan benih Hans dalam laboratorium, dalam proses yang disebut fertilisasi in vitro (IVF).
Setelah telur berhasil dibuahi, embrio yang terbentuk akan dipantau dengan cermat selama beberapa hari di laboratorium.
Ketika embrio telah mencapai tahap yang tepat, dokter akan memindahkan satu atau beberapa embrio ke rahim Vania melalui prosedur yang disebut transfer embrio.
Setelah transfer embrio, Vania harus istirahat dan menjaga kondisi tubuhnya agar embrio dapat menempel dengan baik di rahimnya. Proses ini membutuhkan ketelatenan dan perhatian yang besar dari Vania dan tim medis.
Setelah proses transfer embrio, Vania harus melakukan tes kehamilan untuk memastikan apakah proses bayi tabung berhasil.
...****************...
Beberapa minggu kemudian, saat Vania bangun tidur, dia merasakan kebas di pinggangnya, disusul dengan mual yang mulai merajalela dan pusing yang menyiksa.
"Aduh!" keluhnya, namun segera tersenyum dalam hati.
"Apakah ini pertanda bahwa aku hamil?" batin Vania penuh harapan. Tanpa bisa menahan keingintahuannya, dia meraih testpack dari dalam laci nakas dan segera melakukan pengecekan.
Setelah melihat hasil testpack dengan dua garis, Vania tidak bisa menahan kegembiraannya. Rencana untuk mengandung benih Hans akhirnya berhasil. Dia berharap anak yang dikandungnya nanti akan sehat, sempurna, dan rupawan seperti Hans.
Dengan penuh sukacita, Vania segera memberitahu Hans tentang kabar bahagia. Setelah itu, dia memenuhi janjinya untuk membayar semua yang sudah disepakati. Meskipun begitu, mereka berdua sepakat untuk tidak kembali terlibat komunikasi dalam bentuk apapun setelah ini.
...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Aditya HP/bunda lia
Dapet notif langsung cussss ...
wah ... ini resiko dan bahayanya harusnya komunikasi tetep ada yah untuk mencegah hal yang tak diinginkan seperti ini kan? jatuh cinta sama anak sendiri si anak jatuh cinta sama ayah kandungnya
2024-02-18
1