JANGAN BOOM LIKE 🙏🏻
Di tengah kehancuran yang ditinggalkan oleh amukan Liora Ravenscroft, putri bungsu dari Grand Duke Dimitri Ravenscroft, ruangan berantakan dan pelayan-pelayan yang ketakutan menggambarkan betapa dahsyatnya kemarahan Liora. Namun, ketika ia terbangun di tengah kekacauan tersebut, ia menemukan dirinya dalam keadaan bingung dan tak ingat apa pun, termasuk identitas dirinya.
Liora yang dulunya dikenal sebagai wanita dengan temperamental yang sangat buruk, kini terkejut saat menyadari perubahan pada dirinya, termasuk wajahnya yang kini berbeda dan fakta bahwa ia telah meracuni kekasih Putra Mahkota. Dengan mengandalkan pelayan bernama Saina untuk mengungkap semua informasi yang hilang, Liora mulai menggali kembali ingatannya yang tersembunyi dan mencari tahu alasan di balik amukannya yang mengakibatkan hukuman skors.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosalyn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERSIAPAN
...10...
Pagi di kediaman Duchi Ravenscroft selalu dimulai dengan keheningan. Matahari baru saja muncul, mewarnai langit dengan semburat oranye keemasan yang lembut, mengintip melalui tirai-tirai tebal jendela.
Cahaya matahari menembus kaca jendela besar di aula utama, memantulkan kilauan halus di lantai marmer putih yang mengilap. Udara pagi terasa segar, sedikit dingin, membuat embun menempel di daun-daun tanaman yang tertata rapi di taman luar.
Di luar, burung-burung kecil mulai berkicau pelan, menandakan awal hari. Angin sepoi-sepoi menerpa dahan-dahan pohon yang tinggi menjulang, menyisakan suara gemercik halus. Taman mawar yang tertata sempurna di belakang mansion menghembuskan aroma manis yang samar, bercampur dengan tanah basah setelah embun pagi.
Sudah saatnya bagi Liora untuk bersiap menghadiri acara yang akan dilangsungkan malam ini. Sejak pagi-pagi sekali, para pelayan yang dipimpin langsung oleh Saina telah memasuki kamar Liora.
“My Lady, saatnya bangun!” panggil Saina dengan semangat, sementara Liora masih terjebak dalam mimpi-mimpinya.
“Sebentar lagi… satu jam lagi…” jawab Liora hampir berbisik, masih setengah tertidur.
Para pelayan saling bertukar tatapan, melihat langsung kemalasan dari Nona Muda mereka. Tentu saja, mereka tidak bisa membiarkan hal itu terus berlanjut.
“Baiklah, My Lady yang memintanya sejak awal!” ujar Saina dengan nada santai, diiringi senyuman penuh siasat.
Tanpa menunggu lebih lama, para pelayan langsung bergerak. Mereka mengangkat tubuh Liora dan mendirikannya dengan paksa. Liora, yang mendapatkan perlakuan tak terduga, langsung membuka matanya lebar-lebar, terkejut menyadari bahwa dirinya tak lagi berada di atas kasur empuknya.
“A-aku masih mengantuk, nanti saja…” keluh Liora, mencoba kembali merangkak ke tempat tidurnya.
“My Lady, Anda tidak bisa,” ujar Saina, menahan langkah Liora dengan lembut. “My Lady harus bersiap untuk acara malam nanti!” lanjutnya dengan senyum manis yang terselip niat yang membuat bulu kuduk Liora merinding.
Liora menelan ludahnya, menatap wajah para pelayan yang kini mengerumuninya, seolah mereka telah bersepakat untuk tidak membiarkan kemalasannya menang kali ini.
"T- tidak... Aku masih ingin tidur..." ujarnya pasrah diseret oleh para pelayan.
Ia mulai menatap cemas pada para pelayan yang sedang mempersiapkan segala keperluan perawatan yang akan berlangsung pagi itu. Tubuhnya masih terasa lemas, kantung matanya berat, namun Saina tidak memberikan kesempatan untuk kembali tidur.
Beberapa pelayan sudah membawa baskom berisikan air hangat dan kain-kain halus bewarna putih, sementara yang lain membawa krim dan minyak yang beraroma menenangkan.
"My Lady, sekarang kita mulai dengan lulur. Ini akan membuat kulit Anda nampak bersinar di acara malam nanti," kata Saina dengan nada ceria, sementara Liora hanya mendengarkan dengan pasrah.
Ia duduk terpaku di tepi kasur, melihat berbagai jenis krim dan minyak yang ada di depannya.
"Lulur?" tanyanya pelan, tatapan matanya memantul dari wajah para pelayan yang tampak bersemangat.
Sebelum dia bisa memprotes, dua pelayan sudah mengangkat lengannya dan mulai menggosokkan campuran minyak dan scrub ke kulitnya. Rasanya aneh, gatal dan dingin sekaligus, sehingga Liora berusaha menarik tangannya. Namun, Saina dengan cepat memegangnya dan tersenyum penuh pengertian.
"My Lady, ini baru permulaan. Anda belum memulai permainan yang lebih menyenangkan," katanya penuh siasat.
Liora menelan ludahnya lagi, menahan diri agar tidak memberontak. Para pelayan terus menggosok tubuhnya, menciptakan sensasi perih di kulitnya yang tidak biasa terjadi padanya. Liora gelisah, merasa tidak nyaman, tapi para pelayan sama sekali tidak peduli dan melanjutkan pekerjaan mereka dengan telaten.
"Saina, ini tidak nyaman!" Liora akhirnya mengeluh, mencoba menyingkirkan tangan para pelayan yang menggosok kulitnya.
"Oh, My Lady. Anda pasti bercanda," jawab Saina dengan senyum tenang. "Setelah ini, kulit Anda pasti lembut dan halus seperti sutra. Semua tamu akan terpesona."
Liora mendesah putus asa. "Aku tidak butuh kulit lembut...Aku hanya butuh tidur!" bisiknya, nyaris menyerah pada nasib.
Setelah lulur, tubuhnya dilap dengan handuk hangat, membuat kulitnya terasa kesat. Saina segera memerintahkan pelayan lainnya untuk menyiapkan rangkaian perawatan berikutnya. Berbagai jenis masker wajah dibawa masuk, ada yang beraroma bunga, buah bahkan lumpur.
"Hidupku akan segera berakhir..." gumam Liora, pasrah saat masker tersebut mengering di wajahnya, membuat kulitnya kencang dan terasa tidak nyaman.
Saina tersenyum lembut. "Setelah ini, kita akan merapikan rambut Anda, My Lady. Dan tentu saja, gaun yang sudah dirancang khusus untuk Anda akan kami siapkan."
Liora mengerang dalam hati. Rambutnya? Gaunnya? Itu berarti perawatan belum akan berakhir dalam waktu dekat. Ketika para pelayan mulai menyisir rambutnya dengan hati-hati, Liora hanya bisa memejamkan mata dan menerima nasib. Setiap tarikan sikat terasa seperti pukulan terakhir bagi tubuhnya yang lelah.
Saat akhirnya para pelayan mulai mendandani Liora dengan gaun megah yang dirancang khusus untuknya, Liora hanya bisa duduk dengan tatapan kosong. “Kenapa… harus seperti ini? Kenapa malam ini tidak bisa dibatalkan saja?” keluhnya.
Namun, tak ada satu pun pelayan yang mendengarnya. Mereka terlalu sibuk memastikan bahwa Liora akan tampak sempurna. Dan meski dalam hatinya Liora menangis, dia tahu satu hal pasti: tidak ada jalan keluar dari perawatan ini. Ia hanya bisa pasrah, berharap waktu cepat berlalu dan penderitaannya segera berakhir.
"My Lady, Anda benar-benar sangat menakjubkan! Kecantikan Anda pasti akan membuat dunia sosialita heboh. Saya sangat bersyukur Anda mendapatkan desainer yang tepat," Saina menatap Liora bangga, tidak tahu mengapa, seakan dia ingin menangis.
"Kau memujiku berlebihan, Saina. Jika bukan karena kalian, aku tidak akan terlihat begitu menakjubkan seperti ini." bantah Liora, merasa jika pujian itu tidak pantas didapat nya.
Mendengarnya membuat semua pelayan yang ada di sana terharu, berterima kasih pada sesuatu yang mampu membuat Liora berubah menjadi sosok yang begitu baik dan pengertian. Tidak terdengar sepatah katapun dari mereka, membuat Liora keheranan, memandang satu-persatu wajah pelayan.
"Kenapa kalian diam?" Liora kebingungan. "Apa yang aku ucapkan salah?"
"T-tentu saja tidak, My Lady. Tapi, Anda memang pada dasarnya memiliki wajah yang cantik. Jadi, hiasan hanyalah pelengkap saja."
Liora terdiam mendengar ucapan Saina. Terasa sebuah perasaan asing dihatinya. Seperti ada sesuatu yang sedang memenuhi dadanya saat ini. Apa ini sebuah perasaan tersipu? Atau malu? Dia tidak bisa men- deskripsi-kan perasaannya saat ini. Yang hanya bisa dia lakukan, diam sembari tersenyum tipis.
"Kalau tidak salah ingat, Putri Aurelia Valenmore merupakan bintang dunia sosialita, bukan?" salah satu pelayan mulai berbincang, membicarakan Tuan rumah yang akan mengadakan pesta tahunan tersebut. "Saya juga mendengar sebuah rumor tentang Putri kedua Duke Valenmore. Beliau adalah orang yang suka menjatuhkan seorang Lady bangsawan yang hendak naik daun di ibu kota. Saya takut, Tuan Putri kita akan bersinggungan dengannya."
Suasana langsung menjadi canggung begitu pelayan itu membahas tentang sikap Aurelia Valenmore. Masing-masing dari mereka menatap ke arah Liora yang sedang tak acuh pada percakapan mereka.
"My Lady, apakah sebelumnya Anda pernah bertemu dengan Putri kedua Valenmore?" tanya Saina penasaran walau sedikit ragu.
"Kalau tidak salah ingat... sepertinya pernah. Tapi...Aku mengabaikan nya karena dia banyak bicara," jawab Liora berkata jujur.
"APA??" serempak para pelayan terkejut pada kejujuran Liora.
"Habis sudah..."
^^^TO BE CONTINUED^^^