LITTLE NANY
Menjadi babby sitter diusia 19 tahun adalah adalah tawaran terbaik bagi Tisha karena dia harus melunasi hutang keluarga yang jumlahnya besar.
Nizar Mukti Wibowo, duda beranak satu yang berusia 35 tahun ini harus merelakan anaknya dalam pengasuhan Tisha sebagai babby sitter.
Namun, takdir membawa Tisha tidak hanya sebatas menjadi pengasuh, melainkan juga mengambil peran sebagai ibu bagi anak yang haus akan kasih sayang seorang ibu tersebut.
Bagaimana Tisha akan menjalani kehidupannya? Dan bagaimana juga Tisha akan menghadapi Nizar yang otomatis memiliki gelar suami baginya?
Inilah kisah hidup Tisha...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ely LM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Wali Murid
Tisha keluar dari kamarnya menggunakan dress pilihan Nizar tadi. Sandal bertali yang memiliki heels setinggi tiga centimeter dan tas selempang hitam bergaya elegan yang Tisha gunakan adalah barang yang dibelikan oleh Nyonya Mila.
Rambut hitam dan panjangnya dikuncir separo. Make up tipis yang menghiasi wajahnya membuat Tisha tampak fresh.
Tisha duduk di sofa yang ada di ruang TV untuk menunggu Nizar. Sedangkan Nizar sejak lima menit yang lalu masuk ke ruang kerja. Hingga sekarang belum keluar.
Ruang kerja dan kamar Nizar adalah dua ruangan yang sama sekali Tisha belum pernah menginjakkan kakinya di sana.
Nizar selalu melarang Tisha masuk ke dalam kamarnya dan juga ruang kerjanya.
Namun, walaupun tidak dilarang, Tisha juga sadar diri dan tidak mungkin seenaknya masuk ke ruangan tersebut tanpa ada hal penting yang mengharuskan dirinya masuk.
Tisha melihat jam yang sudah menunjukkan pukul delapan. Dia melirik pintu ruang kerja Nizar yang masih tertutup rapat.
Setiap harinya memang Nizar selalu sibuk bekerja. Mungkin menghadiri acara ini juga butuh usaha untuk mencuri waktu supaya tidak mengecewakan putranya.
Daripada bosan menunggu, Tisha mengeluarkan handphone dan memotret dirinya sendiri.
Tujuannya adalah ia akan mengirim foto itu kepada ibunya. Ibunya pasti senang melihat anaknya bisa berpakaian bagus dan bisa secantik ini.
"Saya beri kesempatan foto sekali lagi." Tiba-tiba Nizar muncul dari arah belakang.
Tisha bergegas menyimpan handphone nya ke dalam tas. Dia langsung tersenyum ramah kepada Nizar.
"Saya sudah tidak berfoto lagi Pak. Maaf kalau membuat Bapak tidak nyaman!" ujar Tisha.
Nizar memasukkan tangannya ke saku celana kanan kiri. Gayanya memang selalu begitu. Selain arogan, cuek, irit bicara, egois, suka seenaknya sendiri, Nizar juga selalu bersikap cool.
Tisha juga langsung berdiri dari duduknya.
Tanpa berkata apapun lagi, Nizar langsung berjalan menuju pintu keluar. Sedangkan Tisha mengekor di belakangnya.
Saat berada di dalam mobil, Tisha hanya berani melihat sisi kirinya yaitu pemandangan luar melalui kaca jendela mobil.
Tisha tidak berani melihat sisi kanan karena di sisi kanannya adalah Nizar. Ini kali pertama Tisha duduk berdampingan di dalam mobil bersama Nizar.
"Rupanya Nona Tisha lebih sudah pemandangan di kiri jalan daripada di kanan jalan. Padahal pemandangan jalan ini sangat indah keduanya!" sindir Nizar.
Sontak Tisha langsung menoleh kepada Nizar yang sedang duduk di sisi kanannya.
"Iya, Pak, semuanya bagus. Saya sangat suka pemandangan jalan ini. Tetapi saya lebih suka yang di sebelah kiri." Tisha membuat alasan sebaik mungkin.
Sebenarnya Tisha merasa gugup dengan keberadaan Nizar di sisi kanannya.
Nizar hanya tersenyum tipis.
"Kau lebih suka pemandangan di sisi mana, Rio?" tanya Nizar kepada sopirnya.
Tisha baru pertama kali ini disopiri oleh Rio. Katanya, Rio ini adalah sopir pribadi Nizar. Rio ini seumuran Dika.
Sebanyak itu para pekerja Nizar, sehingga Tisha tidak hafal dan tidak ada niatan untuk menghafal juga. Terlalu rumit jika harus menghafal.
Rio tersenyum. "Saya suka dengan semua sisi, Tuan!"
Nizar terkekeh. "Sangat tidak memiliki pendirian!" cibir Nizar.
Sedangkan Rio hanya terkekeh mendengar Nizar yang mengatakan dirinya tidak memiliki pendirian.
Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, akhirnya mereka sampai di sekolah Cean.
Wali murid yang lain juga mulai berdatangan. Belum begitu banyak, hanya ada beberapa saja.
Rio turun dari mobil untuk membukakan pintu untuk Nizar. Sedangkan Tisha keluar sendiri dari pintu sebelah kiri.
Saat keluar dari mobil, Nizar menggunakan kaca mata hitam. Kemeja lengan panjang berwarna navy ia lipat sampai di bawah siku.
Sejenak Tisha melongo melihat pesona bosnya itu.
'Selalu terlihat seperti habis mandi,' ucap Tisha dalam hati.
Nizar selalu berpenampilan rapi. Dia menggunakan kemeja yang dimasukkan ke dalam celana berwarna abu-abu gelap. Tidak lupa dengan sepatu pantofel hitam yang selalu berkilau.
Rambutnya selalu rapi dan terlihat basah. Percayalah, rambut Nizar yang selalu terlihat segar itu sangat wangi. Tisha beruntung menjadi salah satu orang yang bisa mencium aroma wangi itu dari dekat.
Tidak lupa juga jam tangan hitam yang berukuran sedang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Tisha yang masih terpaku di tempat dikejutkan dengan Nizar yang tiba-tiba berdiri di sampingnya.
"Kau mau ikut ke dalam atau diam di sini saja?" tanya Nizar.
"Masuk Pak. Ikut masuk," jawab Tisha dengan cepat.
Nizar langsung berjalan masuk ke dalam sekolah, sedangkan Tisha mengikutinya dari belakang.
Nizar sengaja tidak membawa banyak bodyguard karena takut menimbulkan kehebohan di acara sekolah putranya. Dia ingin seperti orang biasa.
Nizar membawa beberapa bodyguard, tapi mereka dilarang menonjolkan diri. Ada juga yang diminta untuk menunggu di mobil. Mobil khusus untuk bodyguard Nizar.
Tisha menunggu di belakang Nizar saat Nizar mengisi buku tamu.
"Isi namamu!" perintah Nizar.
Tisha bingung, tapi menurut saja kepada Nizar. Lalu Tisha membaca buku tamu. Kolom wali murid untuk setiap siswa hanya disediakan dua kolom. Berarti memang benar, jika wali murid yang datang tidak boleh melebihi dua orang.
Nizar sudah mengisi satu kolom. Ternyata dia meminta agar Tisha mengisi satu kolom wali murid yang tersisa dari siswa yang bernama Ocean Rizar Wibowo, yang tak lain adalah Cean.
Setelah mereka mengisi buku tamu, Tisha kembali mengikuti Nizar untuk masuk ke dalam tempat acara.
Tisha tersenyum lebar saat sampai di lokasi. Acaranya dilaksanakan secara outdoor. Di depan sana ada panggung yang berukuran tidak terlalu besar.
Sedangkan kini, ia Nizar bersiap untuk duduk di kursi yang sudah disediakan untuk wali murid yang posisinya di depan panggung.
"Tuan Nizar, silahkan kursi Anda di situ!"
Ada seorang kru event organizer yang mengarahkan Nizar agar duduk di kursi yang paling depan.
"Apa saya harus di depan?" tanya Nizar.
"Ini pesan dari klien kami, Pak!" jawab kru tersebut.
Nizar menyetujui permintaan kru tersebut. Nizar tidak ingin mempersulit pekerjaan kru tersebut.
Pada akhirnya, Nizar dan Tisha duduk di deretan kursi yang paling depan.Tisha jadi penasaran siapa lagi nanti yang akan duduk di deretan kursi paling depan lainnya.
"Apa saya duduk di belakang saja, Pak?" tanya Tisha dengan lirih.
Nizar pantas duduk di depan. Sedangkan Tisha merasa tidak pantas jika harus duduk di deretan paling depan. Pastinya yang duduk di deretan paling depan adalah orang-orang hebat.
Tisha tidak menyangka jika kehebatan Nizar juga berpengaruh ke sekolah putranya.
Tisha pernah mendengar jika Nizar merupakan salah satu orang yang berpengaruh di sekolah Cean. Tidak disangka, hal itu terkonfirmasi hari ini.
"Apa kamu mau mengecewakan Cean?" Nizar balik bertanya sembari wajahnya mendekat ke telinga Tisha.
Badan Tisha membeku saat merasakan hembusan napas Nizar yang terasa jelas.
Tisha menggeleng. "Tidak, Pak."
"Ya sudah, kalau begitu duduklah dengan tenang di sini. Nikmati saja apa yang ada di depanmu!" perintah Nizar.
Tisha dapat bernapas lega saat Nizar sudah menjauhkan wajahnya dari telinga Tisha. Tisha berusaha menormalkan perasaannya dengan mengedarkan pandangan melihat sekitar.