NovelToon NovelToon
Bidadari Penghapus Luka

Bidadari Penghapus Luka

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / nikahmuda
Popularitas:7.2M
Nilai: 4.5
Nama Author: ujungpena90

Hasna berusaha menerima pernikahan dengan seorang laki-laki yang tidak pernah ia kenal. Bahkan pertemuan pertama, saat keduanya melangsungkan akad nikah. Tak ada perlakuan manis dan kata romantis.

"Ingat, kita menikah hanyalah karena permintaan konyol demi membalas budi. jadi jangan pernah campuri urusan saya."
_Rama Suryanata_


"Terlepas bagaimanapun perlakuanmu kepadaku. Pernikahan ini bukanlah pernikahan untuk dipermainkan. Kamu telah mengambil tanggung jawab atas hidupku dihadapan Allah."
_Hasna Ayudia_

Mampukah Hasna mempertahankan keutuhan rumah tangganya? Atau justru menyerah dengan keadaan?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ujungpena90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Menjawab sebuah pertanyaan yang jelas kita ketahui jawaban serta kebenarannya sangatlah mudah. Akan berbeda dengan menjawab pertanyaan yang tidak pernah kita ketahui kebenarannya. Hanya untuk mengucap sebuah jawaban pun lidah terasa kelu.

Nayla mengurai pelukannya, karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari Hasna.

"Mbak, kok malah bengong?"

Hasna makin gelagapan mencari jawaban yang pas untuk pertanyaan Nayla.

"Ah...ini pasti gara-gara Kak Rama." Tiba-tiba gadis itu berasumsi sendiri. Hasna pun menoleh ke arah Nayla.

"Iya, Nay yakin kalau ini gara-gara Kak Rama, yang nggak ngebolehin Mbak Hasna Nay ajak foto. Hmmm...dasar sok jaim, bilang aja kalau nggak rela istrinya dilihat cowok lain."

Hasna diam menyimak apa yang dikatakan adik iparnya itu.

"Mulai posesif nih, Kak Rama." Makin melantur saja ucapan gadis satu ini. Hasna hanya menanggapi dengan senyuman yang sedikit dipaksakan.

"Mbak Hasna tau nggak kalau semalam, Kak Rama bilang, diantara kita bertiga, aku, Mama dan Mbak Hasna, yang paling cantik tuh mbak Hasna. Mana dibilang kalau aku cantiknya cuma sedikit lagi. Kan kesel akunya."

Hasna sedikit melebarkan matanya. Merasa tak percaya jika suaminya itu menyebut dirinya paling cantik. Nayla menceritakan saat sang kakak telepon hingga akhirnya berujung kena ledekannya.

"Mbak Hasna nggak tau aja gimana ekspresi Kak Rama menahan malu gara-gara aku ledekin." Gadis itu pun terkikik geli mengingat wajah kakaknya yang bersemu merah.

Ya, untuk kali ini dia percaya karena pernah berada di posisi Rama, saat menjadi korban bullying adik ipar tengilnya itu.

***

Usai sarapan, Hasna langsung berangkat ke restoran. Mengingat ini weekend, pastinya restoran sangatlah ramai.

Sedangkan Nayla, lebih memilih mengerjakan skripsinya yang tinggal tiga puluh persen lagi di kampus. Perpustakaan adalah tempat yang dipilihnya.

Setelah meletakkan tas dan juga laptopnya di meja paling ujung, Nayla segera mencari beberapa buku untuk dijadikan bahan referensi.

Nayla fokus dengan pekerjaannya. Jemari lentiknya terus bergerak diatas keyboard, sesekali terlihat membolak balikkan halaman buku yang ada di samping kanannya.

Tak terasa waktu pun telah menunjukkan jam makan siang. Setelah merapikan semua buku dan laptopnya, Nayla segera ke kantin untuk mengisi perutnya yang sudah meronta ingin diisi.

Belum juga sampai kantin, langkahnya dihentikan oleh Bian.

"Ckk...minggir nggak lo. Gue laper banget, nggak ada tenaga buat ladenin lo." Ketus Nayla.

"Kebiasaan, suudzon mulu lo sama gue." Nayla memutar bola matanya jengah. Dan lebih memilih melanjutkan langkahnya menuju kantin.

Nayla memesan makanan juga minumannya, pun dengan Bian yang duduk tepat dihadapannya. Gadis itu benar-benar acuh dengan laki-laki yang sedari tadi mengikutinya sejak dari koridor.

"Hari ini lo gue traktir." Ucap Bian seraya mengulumkan senyuman manisnya.

Nayla yang sedari tadi tak memperhatikannya, seketika menoleh ke arah laki-laki itu.

"Napa lo, kesambet? Tumben tiba-tiba baik?" Nayla sedikit heran dengan ucapan Bian. Karena secara mereka bukanlah teman yang dekat.

Bian menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Sambil memikirkan alasan yang tepat agar tidak ketahuan jika ada maunya.

"Gue...mau minta tolong sama lo, Nay."

Nayla menautkan kedua alisnya mendengar ucapan Bian barusan. Tumben sekali cowok itu meminta bantuannya. Bukannya dia juga punya bestie sendiri ya, kenapa minta bantuannya malah pada dirinya.

"Nggak usah segitunya lihat gue. Gue tau kalau gue cakep. Tapi sorry, gue nggak tertarik sama lo." Seketika Nayla mencebikkan bibirnya. Ngeselin banget. Cowok itu malah tergelak.

Pesanan pun datang, mengurungkan niatan Nayla yang sudah mengambil kuda-kuda untuk menyemprot cowok resek dihadapannya dengan jurus seribu kata.

Untuk sesaat keduanya menikmati makan siang mereka. Nayla benar-benar lapar, tak lagi menggubris lelaki dihadapannya kini.

Menikmati semangkuk mie ayam, ditambah bumbu pelengkap lainnya, juga siraman cabe diatasnya. Beuh...makin nyaring aja suara perut.

Nayla sungguh menikmati makan siangnya kali ini, benar-benar nikmat. Terlihat beberapa kali gadis itu memejamkan mata, menikmati rasa juga aroma yang bergulat kuat dalam lidah dan penciumannya.

"Laper banget lo?" Tanya Bian, pasalnya lelaki itu memperhatikan gerak gerik Nayla sedari tadi.

"Nggak usah berisik lo, udah makan sono." Ucap Nayla setelah menelan makanannya.

Akhirnya Bian melakukan hal yang sama, kemudian mulai menikmati mie ayam yang masih mengepul dihadapannya.

Sejenak keduanya larut dalam kenikmatan mie ayam kantin kampus. Hingga pada akhirnya Bian membuka suara.

"Bantuin gue deketin kakak lo dong, Nay."

Suaranya nggak keras sih, masih dalam volume normal ditelinga. Tapi sukses membuat Nayla sedikit kaget, hingga tersedak makanannya.

Uhuk uhuk uhuk

Nayla mengambil segelas minuman dingin miliknya. Lalu meneguknya perlahan.

"Nay lo nggak papa?"

Bian jadi ikut khawatir, karena batuk gadis dihadapannya itu tak kunjung berhenti. Apalagi melihat wajah putihnya sudah memerah, membuat Bian semakin panik.

Bian langsung berdiri disamping Nayla, menepuk pelan punggungnya. Berusaha membuat batuk gadis itu mereda. Tapi yang ada justru membuat Nayla menangis.

"Nay, lo kenapa, kok malah nangis sih?" Raut wajah Bian semakin panik, apalagi kini mereka jadi pusat perhatian pengunjung kantin.

"Neng Nayla kenapa?" Terdengar suara ibu kantin yang mulai panik juga.

"Minum dulu atuh neng." Ucap ibu kantin lagi seraya memberikan segelas air putih pada Nayla.

Beberapa saat kemudian, keadaan Nayla mulai membaik. Rasa terbakar yang menjalar di tenggorokan, hidung juga telinganya perlahan berkurang.

Gadis itu menyambar tisu dihadapannya, membersihkan sisa-sisa air yang ada di hidung juga sudut matanya.

"Makasih ya, Bu." Ucap Nayla ramah pada ibu penjaga kantin.

"Sama-sama atuh neng, hati-hati makannya." Nayla hanya mengangguk, kemudian ibu kantin pamit kembali ke belakang.

"Nay, are you okay?" Tanya Bian sekali lagi. Pemuda itu benar-benar cemas kali ini.

Tak menjawab, justru pukulan maut mendarat di lengan pemuda itu bertubi-tubi. Bian hanya bisa menghalau menggunakan kedua tangannya, karena pukulan Nayla benar-benar menggunakan tenaga dalam. Rasanya sakit hingga ke tulang.

"Sialan Biaaaannn.... Lo udah buat gue keselek, rasanya hampir koit gue. Jahat lo ya." Omel Nayla sambil melotot tajam, tapi tangannya tak berhenti memukul Bian.

"Ampun Nay, ampun."

"Nggak ada kata ampun." Lagi, Nayla semakin gencar memukul lengan Bian, saking keselnya.

"Nay, ini sudah termasuk ranah KDRT loh." Kini ucapan Bian sukses membuat Nayla menghentikan gerakan tangannya.

"KDRT pala lo? Emang lo siapa gue?" Sewot gadis itu.

"Lo calon adik ipar gue." Jawab pemuda itu cepat. "Sakit tau nggak?" Bian mengusap-usap lengannya yang terasa panas. Ampun deh, gadis di sampingnya ini bertubuh ramping, tapi tenaganya mirip kuli.

"Maksud lo apa?"

Bian menggaruk kepala yang tak terasa gatal, berusaha menyembunyikan perasaannya.

"Maksud lo apa, bilang kalo gue calon adik ipar lo?" Tanya Nayla penuh penekanan.

"Gue....gue suka sama kakak lo."

Kedua mata Nayla membola sempurna, pun dengan mulut yang membuka tak terkontrol saking terkejutnya mendengar pengakuan Bian.

"Biasa aja kali Nay, nggak usah segitunya."

Seketika Nayla tersadar dan menormalkan ekspresi wajahnya.

"Jangan bilang kalau lo_"

"Iya bener. Gue suka sama kakak lo. Gue jatuh cinta pada pandangan pertama sama dia." Belum juga kalimatnya selesai, Bian sudah menyambar.

"Heeehhh...yang namanya playboy, dari zaman batu sampai zaman digital kayak sekarang, pasti ngomongnya, Gue jatuh cinta pada pandangan pertama." Ucap Nayla dengan mimik wajah serta intonasi yang dibuat menye-menye.

"Aaahhh... Basi lo." Ledeknya lagi.

"Sumpah Nay, semenjak pertemuan di kantin waktu itu, wajah cantik kakak lo terbayang terus diotak gue."

"Hmmm...bilang aja kalau cewek-cewek yang lo deketin udah mulai nggak respek lagi sama lo. Mereka sudah menemukan hidayah, supaya terhindar dari jerat buaya kampret macam lo."

Hufftt

Bian menghembuskan nafas kasar mendengar ocehan Nayla yang begitu panjang, sepanjang khutbah Jum'at.

"Lo nggak percaya banget sih, Nay sama gue."

"Emang enggak." Ketusnya.

"Gue bener-bener terjerat pesona kakak lo. Kecantikannya, keanggunannya, senyumannya, matanya, sikapnya, ahhh....semua deh. Dan itu nggak ada pada diri cewek-cewek yang pernah gue deketin." Ucap Bian menyakinkan.

Gadis itu membuang nafas kasar, berusaha memberikan jawaban yang tepat pada Bian. Agar pemuda itu yakin jika kakak yang dimaksud adalah Kakak iparnya.

"Bi, gue kan udah pernah bilang sama lo, kalau kakak gue udah nikah. Perempuan yang kemarin itu istri kakak gue. Dia kakak ipar gue. Kakak gue tuh cowok." Ucap Nayla setenang mungkin.

"Udah lah Nay, lo nggak usah bohong segala. Gue tau kalau lo nggak suka gue deketin kakak lo, gue emang bukan cowok baik. Tapi setidaknya gue punya sisi baik. Semua punya masa lalu, tapi tak selalu hidupnya buruk seperti masa lalunya, bukan?"

Nayla jadi bingung menjelaskannya. Bian sepertinya sungguh-sungguh dengan perkataannya.

"Masalahnya, Mbak Hasna itu memang kakak ipar gue, Bian." Nayla masih berusaha meyakinkan pemuda disampingnya itu.

"Apa buktinya jika dia kakak ipar lo? Berikan satu bukti biar gue yakin jika dia memang kakak ipar lo."

Nayla terdiam tak menjawab. Gadis itu bingung, dengan bukti apa ia meyakinkan Bian. Sedangkan lelaki itu nampak menuntut jawaban.

"Lo nggak punya kan? Kalau seandainya dia memang udah nikah, pasti lo masih punya jejak digital pernikahannya kan? Coba tunjukin sama gue." Bian menengadahkan tangan kanannya pada nayla menunggu Nayla menunjukkan foto atau video dari ponselnya.

Nayla susah payah menelan salivanya. Bukti yang diminta Bian memang ia tak punya. Terlebih pernikahan kakaknya waktu itu di rumah sakit. Cincin kawin pun tak ada, apalagi buku nikah. Duh, makin pusing jadinya.

***

1
Hoiriyah
Luar biasa
MR
22rd wa 2d32d 55 4B7A2222224w2c
Ida Erwanti
Luar biasa
Amilia Indriyanti
wanita karir punya uang tanpa art. cari masalah. sok kuat
Atma Inatun Nikhma
Luar biasa
Sri Wahyuni
lumayan
Lusi Kurniawati
jijik bingit liat marissa
Lusi Kurniawati
semoga gak berhasil
Tati Suwarsih
intinya harus tabayyun
Tati Suwarsih
itulah akibat dari ketidak terbukaan antara suami istri
Tati Suwarsih
wooow...marisa ngarep
Lusi Kurniawati
banyak yg mengagumi istrimu Rama
babygirl♡
mampir kak..
babygirl♡
punten..
Dewi Dama
baca nya di lengkap2pin...ber tele2 hangat...
Vitriani
Lumayan
Fenny Agustyawaty
😭huuuuhhh...jadi terharu...sedih deehhh...
Asma Rani
Luar biasa
susi setiawati
bagusss
Fenny Agustyawaty
thor...foto visual doonnkk..biar tau nih seganteng apa si rama..kevin dan sang asisten si bos...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!