NovelToon NovelToon
Ibu Palsu Untuk Anak-anak Ku

Ibu Palsu Untuk Anak-anak Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / BTS / Blackpink / CEO / Percintaan Konglomerat / Ibu Tiri
Popularitas:11.9k
Nilai: 5
Nama Author: zahra xxx

Victor Winslow, seorang CEO sukses, terlibat dalam kecelakaan tragis saat terburu-buru menjemput anak-anaknya, menabrak seorang wanita yang kehilangan ingatannya dan tidak memiliki identitas. Sementara itu, putrinya Kayla mengalami penurunan kesehatan yang drastis dan menginginkan seorang ibu. Victor, dengan keputusan yang ekstrem, memberikan ingatan dan informasi palsu kepada wanita itu agar bisa menjadi ibu bagi anak-anaknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zahra xxx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 23

Ruangan administrasi rumah sakit itu tampak sibuk dengan aktivitas. Seorang pria mengenakan hoodie putih dan topi berdiri di depan meja administrasi, tampak aneh. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah perawat yang sedang bertugas di balik meja.

"Permisi, apakah ada korban kecelakaan yang ditemukan di pinggir jurang?" tanyanya dengan suara serak.

Perawat itu mengangguk dan segera mengecek data di komputernya, jari-jarinya menari cepat di atas keyboard. Setelah beberapa saat, ia mengangguk dan menatap pria tersebut. "Tuan, ada satu korban kecelakaan di sekitar jurang seminggu yang lalu, tetapi identitasnya belum diketahui."

Pria itu menarik napas dalam-dalam, tampak ragu sebelum melanjutkan. "Apakah saya boleh melihat jasadnya? Saya sedang mencari anggota keluarga saya yang hilang."

Perawat administrasi mengangguk mengerti. "Mari ikut perawat ini," katanya, sambil memberi isyarat kepada seorang perawat lain yang berdiri di dekatnya.

Pria berhoodie itu mengikuti perawat melewati koridor rumah sakit yang panjang. Di tengah perjalanan, tanpa sengaja ia menabrak Daniel yang berjalan tergesa-gesa dari arah berlawanan. Topi pria berhoodie itu jatuh ke lantai.

"Maaf, Tuan," ujar Daniel, sebelum melanjutkan perjalanannya tanpa sempat menoleh.

Pria berhoodie itu mengambil topinya dan memperhatikan Daniel yang baru saja menabraknya, hingga sosoknya menghilang di balik tikungan koridor. Setelah itu, ia kembali mengikuti perawat yang menuntunnya menuju ruang jenazah.

Setibanya di ruang jenazah, suasana berubah menjadi hening dan dingin. Bau antiseptik yang kuat memenuhi udara. Perawat membuka pintu sebuah ruangan kecil di dalam ruang jenazah, kemudian mulai mencari di antara beberapa jasad yang tersimpan rapi di balik tirai putih.

"Ini dia," kata perawat itu akhirnya, membuka penutup tubuh seorang wanita yang terbaring di atas meja. Tubuh wanita itu penuh dengan luka, wajahnya hancur, dan kepalanya hampir pecah. Pemandangan itu membuat pria berhoodie menelan ludah dengan sulit.

"Inilah jasadnya, Tuan," ujar perawat.

Pria berhoodie itu melihat lebih dekat, mencoba mengenali wanita itu meskipun kondisinya sangat mengenaskan. "Kalau boleh tahu, kenapa pundaknya memiliki luka? Apakah itu dalam?" tanyanya, suaranya hampir berbisik.

Perawat mengangguk. "Wanita ini terkena luka tembak di pundaknya, Tuan. Luka itu cukup dalam dan parah, dan kemungkinan besar itulah yang membuatnya jatuh ke jurang."

Pria itu terdiam, memandang jasad wanita itu dengan tatapan kosong. "Sepertinya wanita itu benar-benar sudah tiada," pikirnya dalam hati sembari tersenyum.

Ia menghela napas panjang, mencoba mengendalikan emosinya. "Terima kasih, perawat. Saya... rasa wanita ini bukan anggota keluarga saya," katanya, sebelum berbalik dan meninggalkan ruang jenazah dengan perasaan senang.

Victor melangkah masuk ke ruangan Jennie, matanya melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Waktu sudah malam, Ia menarik napas dalam-dalam, menyadari bahwa saatnya untuk pulang sudah tiba.

"Anak-anak, ayo kita pulang. Hari sudah malam dan mommy kalian harus istirahat," ujarnya dengan lembut namun tegas.

Kayla yang mendengar ucapan ayahnya, segera mengencangkan pelukannya pada Jennie. Matanya yang besar dan penuh cinta menatap ibunya dengan penuh harap. "Tidak, Kay mau bersama mommy," serunya dengan suara memohon.

Victor tersenyum tipis, mendekat dan mengelus kepala Kayla. "Ayo lah, sayang. Biarkan mommy istirahat," ujarnya dengan nada lembut, berusaha meyakinkan putrinya.

Jennie menatap Kayla dengan penuh kasih sayang. Ia menyentuh wajah Kayla dengan lembut dan berkata, "Pulanglah, besok Kayla bisa kesini lagi, ya? Mommy akan menunggu Kay dan Key," seraya mencium pipi kedua anaknya.

Key, yang juga mendapatkan ciuman dari Jennie, tersenyum malu. Jantungnya berdebar kencang, merasakan kehangatan dari ibunya yang baru saja ia rasakan kembali setelah sekian lama. Kayla akhirnya pasrah, meski dengan berat hati. Ia menuruti keinginan Jennie dan mulai turun dari tempat tidur, diikuti oleh Key.

"Dadah, mom. Selamat istirahat," ujar Kayla dengan nada lesu, suaranya mengandung keengganan yang mendalam untuk berpisah.

Jennie tersenyum, mencoba menyemangati putrinya. "Ceria lah, Kay," ujarnya dengan lembut, berharap bisa mengusir kesedihan dari wajah putrinya.

Kayla dan Key berjalan menuju pintu, namun mereka selalu menoleh ke belakang untuk melihat Jennie, memastikan bahwa mommy mereka baik-baik saja. Mereka ingin setiap momen terakhir bersama Jennie di malam itu terpatri dalam ingatan mereka.

Victor, yang sudah berdiri di dekat pintu, menatap Jennie sekali lagi. "Aku akan pergi," ujarnya singkat, suaranya terdengar datar namun ada sedikit getaran di dalamnya.

Merasa tidak perlu menjawab perkataan Victor,Jennie berbaring di ranjangnya, menatap langit-langit ruangan yang dingin dan sunyi.

Victor meraih tangan anak-anaknya dan bersama-sama mereka meninggalkan ruangan Jennie.

Jennie menatap kosong ke depan, matanya memandang jauh tanpa fokus. Di dalam pikirannya, berputar berbagai pertanyaan yang membuatnya gelisah. Semuanya terasa aneh, seolah-olah ada sesuatu yang tidak pada tempatnya. Bagaimana bisa seperti ini? Ia tidak percaya pada semua omongan Victor tentang dirinya, terutama tentang beberapa kali mencoba bunuh diri. Itu sangat tidak masuk akal.

Meski ingatannya hilang, ada sesuatu di dalam dirinya yang menolak keras gagasan itu. Jennie merasa, meskipun tak mampu mengingat secara jelas, ia bukan tipe orang yang akan melakukan hal tersebut. Perasaan aneh ini semakin menguatkan keyakinannya bahwa ada yang tidak benar dengan cerita Victor.

Jennie memejamkan matanya, mencoba menggali jauh ke dalam pikirannya untuk mencari petunjuk atau kilasan memori yang bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, usaha itu malah membuat kepalanya menjadi pusing dan perutnya terasa mual. Rasa pening yang kuat membuatnya kesulitan untuk tetap tenang.

Dengan perlahan, ia bangkit dari posisi tidurnya, berusaha menenangkan diri. Tangannya gemetar saat ia meraih gelas air di meja samping tempat tidurnya. Ia minum beberapa teguk, berharap rasa mual itu mereda. Tapi pikirannya terus bergolak, seperti laut yang tak pernah tenang.

Jennie menatap ke sekeliling ruangan rumah sakit yang putih dan steril. Tempat ini seharusnya memberinya rasa aman, namun saat ini hanya menambah kebingungannya. Kenangan-kenangan kabur yang seharusnya ada di dalam benaknya, seakan-akan hilang disapu gelombang besar yang tak dikenalnya.

Dia mengingat percakapan dengan Victor. Bagaimana pria itu bercerita tentang kehidupannya sebelum koma, tentang betapa buruknya hubungan dia dan Victor. Tapi setiap kata yang diucapkan Victor hanya menambah rasa tak percaya di dalam dirinya. Victor menceritakan tentang usaha bunuh diri, tentang keputusasaan yang dalam, namun tidak satu pun dari cerita itu yang terasa benar bagi Jennie.

Ia kembali duduk di tepi tempat tidurnya, matanya masih terpejam. Jennie mencoba lagi untuk mengingat, kali ini dengan lebih lembut, tanpa memaksa. Ia membiarkan pikirannya mengalir bebas, berharap ada satu memori kecil yang muncul ke permukaan. Namun, yang didapatnya hanya rasa sakit di kepala yang semakin parah.

"Kenapa aku tidak bisa mengingat apa pun?" gumamnya lirih, air mata mulai menggenang di sudut matanya. Perasaan putus asa mulai merayap masuk, menyelimuti dirinya dengan ketidakpastian yang menyakitkan.

Jennie akhirnya membuka matanya, menatap kosong ke arah jendela yang memantulkan cahaya lampu malam dari luar. Pikirannya berputar-putar tanpa henti, mencoba mencari jawaban yang tak kunjung datang. Dia tahu ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang penting yang tidak bisa diingatnya.

Dengan perlahan, ia bangkit dan berjalan menuju jendela, melihat keluar ke dalam kegelapan malam. Cahaya lampu jalan yang redup terlihat berkilauan di kejauhan, memberikan sedikit rasa tenang di tengah kegelisahan yang ia rasakan. Jennie memegang bingkai jendela dengan erat, berusaha mencari kekuatan dari pemandangan luar.

Di dalam hati, ia tahu harus menemukan jawabannya sendiri. Meskipun Victor terus berusaha meyakinkannya dengan ceritanya, Jennie merasa harus ada cara lain untuk mengetahui kebenaran. Ia tidak bisa hanya mengandalkan kata-kata orang lain. Ada bagian dari dirinya yang harus ia temukan kembali.

Dengan tekad yang mulai terbentuk di dalam hatinya, Jennie berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan menemukan kebenaran, apapun yang terjadi. Meskipun jalan yang harus ditempuh mungkin panjang dan sulit, Jennie tahu ia harus melakukannya. Ia harus mengingat siapa dirinya sebenarnya, dan apa yang sebenarnya terjadi sebelum semua ini terjadi.

1
FeVey
wah... wah.... gak bahayata...??? ternyata victor punya niatan menjadikan korban kevelakaan mnjdi istrinya.... /Shy/
Dedi Aljufri
baru baca tp cerita nya buat penasaran .. . semangat Thor 😊
Dede Dedeh
okk masih nyimak!!
Anita Jenius
1 iklan buatmu
Mắm tôm
Mantap banget nih thor, jangan berhenti menulis ya!
Keyla: makasih, tenang aja gk bakalan berhenti
total 1 replies
Ryner
Ceritanya bikin nagih thor, terus lanjut ya!
Keyla: makasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!