Akibat memiliki masalah ekonomi, Gusti memutuskan bekerja sebagai gigolo. Mengingat kelebihan yang dimilikinya adalah berparas rupawan. Gusti yang tadinya pemuda kampung yang kolot, berubah menjadi cowok kota super keren.
Selama menjadi gigolo, Gusti mengenal banyak wanita silih berganti. Dia bahkan membuat beberapa wanita jatuh cinta padanya. Hingga semakin lama, Gusti jatuh ke dalam sisi gelap kehidupan ibukota. Ketakutan mulai muncul ketika teman masa kecil dari kampungnya datang.
"Hiruk pikuknya ibu kota, memang lebih kejam dibanding ibu tiri! Aku tak punya pilihan selain mengambil jalan ini." Gusti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1 - Pamit Dari Kampung
Seorang lelaki paruh baya mengelus pemuda yang sedang membungkuk untuk mencium tangannya. Hari itu, pemuda tersebut akan pergi ke kota untuk kuliah.
Gusti Pratama namanya. Dia merupakan anak sulung pasangan Wiryo dan Yana. Pasangan sederhana yang terbiasa bertani dan berkebun untuk mencukupi kebutuhan hidup. Sungguh keberuntungan bagi mereka saat mengetahui Gusti bisa mendapat beasiswa di universitas ternama.
Para gadis desa juga terlihat berkumpul di rumah Gusti. Tidak heran itu dilakukan mereka. Mengingat Gusti memiliki paras sangat tampan. Bisa dibilang dia adalah lelaki tertampan di desanya. Ya sebut saja kembang desa versi lelaki.
"Mas Gusti ojo tinggalin daku, Mas..."
"Iya. Jangan lupakan kami di sini ya."
Berbagai kalimat perpisahan didapatkan oleh Gusti. Lelaki tampan itu hanya menyapa dengan senyuman.
Jujur saja, dari banyaknya gadis di desa, hanya satu gadis yang selalu menarik perhatian Gusti. Namanya Siti Mawardah, dia seringkali disapa dengan panggilan Mawar.
Sebelum memasuki mobil, Gusti mengedarkan pandangan ke segala arah. Sebab sejak tadi dia tidak melihat Mawar untuk melepas kepergiannya.
"Ayo cepat, Gus! Pesawatnya berangkat satu setengah jam lagi. Takutnya kita telat nanti," tegur Aman. Teman sepantaran Gusti. Namun dia merupakan anak juragan desa yang dikenal kaya. Sayangnya dia tak memiliki wajah setampan Gusti.
Gusti mengangguk dan segera masuk ke mobil Aman. Saat itulah terdengar suara teriakan gadis yang memanggilnya dari jauh.
Buru-buru Gusti keluar dari mobil. Dia yakin gadis yang memanggilnya adalah Mawar.
"Gusti! Tungguin aku!" pekik Mawar yang berlari laju sambil membawa sesuatu dalam pelukannya. Dia segera berhenti di hadapan Gusti.
"Kau kemana saja?! Bisa-bisanya kau jadi orang yang paling telat muncul dari yang lain!" timpal Gusti. Dia dan Mawar bersahabat sejak kecil. Keduanya sama-sama menyimpan rasa suka. Tetapi sampai sekarang mereka belum berpacaran.
"Jangan marah-marah. Aku membuatkan sesuatu untuk kau bawa. Nih!" Mawar menyerahkan barang bawaannya kepada Gusti.
"Ini apa?" tanya Gusti dengan kerutan dahi.
"Yang jelas itu akan berguna buatmu nanti. Ya sudah, pergi sana!" ujar Mawar yang malah mendesak Gusti untuk cepat pergi.
"Dasar! Senang ya lihat aku pergi," tanggap Gusti memberengut.
Mawar hanya membalas dengan menjulurkan lidah. "Kan kau nanti balik lagi," ucapnya.
Gusti mendengus kasar. Dia meletakkan barang pemberian Mawar ke kursi belakang mobil. Tanpa diduga, Gusti memeluk Mawar.
Mata Mawar membulat sempurna. Wajahnya juga memerah padam karena malu. Buru-buru dia mendorong Gusti.
"Apaan sih! Kita dilihatin orang banyak!" kata Mawar gelagapan.
"Awas aja kalau kangen!" timpal Gusti. Dia segera masuk ke mobil. Tak lama kemudian, beranjaklah dia bersama Aman.
Terlihat ada beberapa gadis yang kesulitan berpisah. Mereka sampai mengejar mobil dengan berlari. Saking tampannya Gusti, bahkan ada anak SMP yang juga menyukainya. Mereka bahkan membuat klub fans bernama Tergusti-gusti di kampung bernama Pesenja itu.
Dari daratan hingga lautan diarungi Gusti. Sampai tibalah dia di ibu kota. Gusti dan Aman langsung pergi ke kost-kostan mereka yang kebetulan sudah dipesan.
Kini Gusti dan Aman baru saja sampai di kost-kostan. Keduanya terlihat mengambil barang dari bagasi taksi.
"Parah! Ternyata begini ya ibukota. Kita hampir dua jam terjebak macet. Udah capek, panas lagi!" keluh Gusti sambil geleng-geleng kepala.
"Kau beruntung punya teman kayak aku, Gus. Kalau aku nggak ada, kau pasti akan semakin kesulitan. Menemukan kost-kostan yang dekat sama kampus tuh nggak mudah loh," ujar Aman.
"Iya sih. Tapi harganya mahal. Kalau bisa nanti aku mau cari yang lebih murah," tanggap Gusti.
"Eh, kalau yang murah, kost-kostan angker banyak!" balas Aman. Dia dan Gusti segera memasuki kost-kostan. Di sana sudah ada ibu kost yang menyambut.
"Selamat datang di kost-kostan universe. Di sini tidak ada yang namanya perbedaan lelaki dan perempuan," ujar Hesti. Ibu kost-kostan yang tampak mengenakan daster selutut.
Hesti mendekat ke hadapan Gusti. "Ya ampun... tampannya Mas ini," pujinya.
Gusti tersenyum kecut sambil melangkah mundur. Ia justru lebih terpikirkan tentang perkataan Hesti tadi.
"Perbedaan?" tanya Gusti. Keningnya mengernyit dalam. Dia mengira kost-kostan yang di tempatinya adalah kost-kostan campuran. Dimana lelaki atau pun wanita diperbolehkan tinggal di sana.
"Iya. Itu konsep kost-kostan di sini," jawab Hesti yang sama sekali tak menjawab pertanyaan Gusti. Dia memperbaiki rambut karena ingin dilihat cantik. Lalu berjalan lebih dulu untuk mengantarkan Gusti dan Aman ke kamar masing-masing.
"Nggak. Maksudnya, saya bertanya apakah perempuan atau laki-laki diperbolehkan mengkost di sini?" tanya Gusti. Dia langsung mendapat senggolan siku dari Aman.
"Kau ngapain pakai tanya segala? Ini kan emang kost-kostan campuran!" ujar Aman. Membuat mata Gusti sontak terbelalak.
"Ini kan memang kost-kostan campuran. Susah loh mencari tempat senyaman ini dengan harga yang cukup terjangkau," kata Hesti yang akhirnya berhenti di salah satu kamar. "Nah, ini kamar untuk Mas Aman!" ucapnya sambil membukakan pintu.