Karya ini murni karangan author sendiri ya guys 😘 maaf bila ada kesamaan nama tokoh, atau banyak typo 🙏
Karya ini lanjutan dari novel "Ku Penuhi Janjiku"
Kisah percintaan Bara dan Gala yang cukup rumit, rasa enggan mengenal yang namanya 'CINTA' membuat Bara memutuskan untuk menyendiri dan fokus bekerja.
akankah Bara menemukan cinta yang bisa menggetarkan hatinya?
Apakah Gala dapat menemukan kembali belahan jiwanya yang mampu menyembuhkan lukanya?
Yuk, simak terus ceritanya sampai habis ya😘
HAPPY READING 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Bayangan dan Kenangan
Bara dan Hamzah langsung masuk ke dalam mobil, saat itu juga mereka langsung pergi menuju kota Bandung. Di tengah perjalanan, banyak kendaraan yang berdesakan dan terjadi macet parah karena ada kecelakaan.
"Arggghh, s***." Umpat Bara sambil memukul setir mobilnya.
Dari arah samping, Hamzah berusaha menenangkan Bara yang pastinya tengah resah. Bukan hanya Bara saja yang khawatir, ia juga sama khawatirnya melihat kondisi Alea yang terlihat jelas dalam video itu bergetar ketakutan. Di bandingkan dengan dirinya, Alea jauh lebih banyak menerima luka dari ayahnya serta ibu tirinya.
"Gue tahu loe sayang sama adek gue, tapi kita harus sabar. Gue yakin temen-temennya pasti bawa Alea ke klinik atau gak ke rumah sakit, ini kali kedua Alea gini." Ucap Hamzah.
"Kenapa loe gak laporin aja bokap loe ke polisi , hah?! Gue gak mau cewek gue sakit." Kesal Bara seraya mengatur deru nafasnya, marah, cemas, bercampur aduk.
"Gak ada bukti kuat yang bisa gue kasih ke polisi, hanya ada sepucuk surat dari nyokap. Itu pun udah gak ada, semua bukti administrasi dan juga dokumen yang di butuhin buat operasi di sembunyiin sama bokap, mereka bisa melakukan apapun dengan uang. Sedangkan gue? Buat makan aja gue harus banting tulang sampe nahan gak makan." Ucap Hamzah dengan pandangan lurus ke depan, mengingat bagaimana ia memperjuangkan hak ibunya sungguh sangat menyakitkan, terlebih tidak ada satupun yang membantunya.
"Gue bakal urus semuanya, loe tinggal bilang dimana rumah sakitnya serta tulis semua data bokap sama nenek lampir itu." Ucap Bara dengan tegas.
"Loe yakin? Kejadiannya udah bertahun-tahun Bar?bakalan susah buat dapetin semuanya." Tanya Hamzah ragu.
"Susah belum tentu gak bisa." Ucap Bara dengan tegas.
Satu persatu mobil mulai memajukan kendaraannya, Bara juga ikut melajukan mobilnya meskipun dengan pelan. Setelah jalanan mulai merenggang, Bara langsung melajukan kecepatannya di atas rata-rata.
*
*
Sampai di klinik.
Mutiara meminta bantuan petugas kesehatan disana, Alea langsung di tangani oleh dokter. Mutiara menjaga Alea di luar, ia juga menunggu kedatangan dua sahabatnya yang lain.
"Duhh, mana nih dua curut? Pada lama banget sih?" Gumam Mutiara sambil mondar-mandir di depan ruangan Alea.
Tring.
Mutiara mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, ia melihat sebuah pesan dari Hamzah yang pastinya bertanya keadaan Alea.
('Mumu, Bagaimana keadaan Alea sekarang? Dia baik-baik aja kan?')- Hamzah.
[Alea lagi di tangani sama dokter a, Mumu juga lagi nungguin di klinik] -Mutiara
(Cepat kirimkan lokasinya)-Hamzah
[📍Jl.Kamu Nanyea] - Mutiara.
Selesai membalas pesan Hamzah, Ajat dan Leona pun datang sambil mmebawa makanan. Mereka yakin kalau Alea maupun Mutiara pastinya lapar, jadi keduanya berinisiatif membawa makanan di tengah perjalanan.
Ceklek.
Dokter keluar dari dalam ruangannya, ketiga sahabat Alea langsung menghampiri dokter tersebut dengan wajah khawatirnya.
"Bagaimana keadaan temen saya dok?" Tanya Leona.
"Tidak perlu khawatir, pasien sudah kami tangani dengan mengobati memar di pipinya serta bekas luka cakarannya. Saat mengukur suhu tubuh pasien juga, ia demam tinggi dan mengigau yang bisa kami perkirakan dia memiliki masalah dengan mentalnya, dia juga memiliki penyakit asam lambung, saya sudah memasangkan cairan infus agar demamnya turun dan juga meredakan sakit di bagian perutnya. Nanti saya akan kembali lagi, kalau pasien sudah sadar lebih baik jangan di ajak banyak bicara dulu ya." Ucap Dokter wanita tersebut.
"Baik dok, terimakasih." Ucap Ajat tersenyum.
Ketiga teman Alea segera masuk ke dalam ruangan Alea, disana tengah terbaring lemah serta wajah pucat Alea, ketiganya sebagai saksi betapa sakitnya kehidupan yang di Jalani Alea. Mereka sedih melihat Alea kembali terbaring lemah lengkap dengan sebuah jarum yang menancap di tangannya, bisa di bilang sekarang kondisi Alea jauh lebih mending daripada sebelumnya.
"Kayaknya a Hamzah pulang deh, kenapa dia bisa tahu kalau Alea lagi dalam masalah?" Ucap Mutiara bertanya-tanya.
"Loe cek hp deh, pas tadi di kedai ada yang videoin aksi kita. Duhh, gue takut nyokap marah lagi kalo sampai liat. Apalagi kita masih pake almamater, siap-siap jadi trending topik di sekolah guys." Ucap Leona ketakutan. Ia menggigit kuku tangannya, sungguh dia cemas kalau sampai orangtuanya tahu dia ikut menyerang Mala.
"Kalo gue mah santai aja, selama kita gak melakukan hal yang salah kenapa harus takut? Kalo orangtua loe marah, gue yang bakalan pasang badan buat loe, tenang aja." Ucap Ajat santai, padahal di dalam hatinya ia juga sama takutnya.
"Kalo gue mah biasa aja, orang emak juga gak bakal permasalahin. Terlebih lagi, emak udah tau kehidupan Alea gimana, malah dia sendiri bilang mau jadiin si Malapetaka karedok." Ucap Mutiara.
Saat tengah asyik berbincang, tanpa mereka sadari Alea mulai membuka matanya. Leona mendengar lenguhan Alea, dia segera membantu Alea merubah posisinya menjadi duduk.
"Gue dimana?" Tanya Alea.
"Di klinik." Jawab Mutiara.
"Jangan banyak ngomong dulu kata dokternya, loe istirahat aja dulu." Ucap Ajat.
Alea pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, dia juga tidak bisa melakukan apapun karena rasa pusing yang menyerang kepalanya. Alea memegangi kepalanya seraya menatap kearah langit-langit ruangannya, sebuah kenangan bersama ibunya muncul begitu saja. Senyuman tulus nan penuh kehangatan itu tak bisa ia temukan lagi, selain membayangkan dan juga melihatnya di dalam mimpi. Air mata kembali lolos dari pelupuk mata Alea, sedetik kemudian ia menangis tergugu, entah mengapa takdirnya begitu menyakitkan.
Leona dan Mutiara mengusap lengan Alea berharap bisa membuat sahabatnya itu tenang, namun ternyata Alea malah semakin tergugu.