Kembali lagi mommy berkarya, Semoga kalian suka ya.
Mahreen Shafana Almahyra adalah seorang ibu dari 3 anak. Setiap hari, Mahreeen harus bekerja membanting tulang, karena suaminya sangat pemalas.
Suatu hari, musibah datang ketika anak bungsu Mahreen mengalami kecelakaan hingga mengharuskannya menjalani operasi.
"Berapa biayanya, Dok?" tanya Mahreen, sebelum dia menandatangani surat persetujuan operasi.
"500 juta, Bu. Dan itu harus dibayar dengan uang muka terlebih dahulu, baru kami bisa tindak lanjuti," terang Dokter.
Mahreen kebingungan, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?
Hingga akhirnya, pertolongan datang tepat waktu, di mana CEO tempat Mahreen bekerja tiba-tiba menawarkan sesuatu yang tak pernah Mahreen duga sebelumnya.
"Bercerailah dengan suamimu, lalu menikahlah denganku. Aku akan membantumu melunasi biaya operasi, Hanin," ucap Manaf, sang CEO.
Haruskah Mahreen menerima tawaran itu demi Hanin?
Atau, merelakan Hanin meninggal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Manaf Sakit
"Iya, aku menerima lamaran ini," jawab mahreeen.
"Alhamdulillah." semua anaknya berucap kompak.
Akhirnya aku bisa menemukan sumber kebahagiaanku, batin Manaf.
Setelah malam lamaran yang penuh kebahagiaan, Mahreeen merasa lega. Anak anaknya menyambut Manaf dengan baik, dan hubungan mereka kini terbuka, tanpa ada lagi yang disembunyikan. Keceriaan memenuhi ruangan malam itu, dan Mahreeen merasakan kebahagiaan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Mereka saling bercerita, tertawa, dan merayakan keputusan yang baru saja diambil.
"Akhirnya, kita bisa menjadi keluarga yang sesungguhnya," ucap Manaf sambil tersenyum lembut pada Mahreeen, membuat Mahreeen merona malu.
"Aku nggak sabar lihat ibu sama Om Manaf jadi menikah beneran. Rasanya seperti mimpi!" ucap Chana yang antusias.
"Aku setuju, asal Om Manaf bisa jaga ibu. Itu yang paling penting." ucap Rasya tersenyum tipis, tapi menatap serius.
"Kalian tidak perlu khawatir. Aku akan jaga ibu kalian sebaik mungkin. Kita akan membangun keluarga yang bahagia, bersama sama." jawab Manaf mengangguk mantap.
Mahreeen tidak bisa menahan air mata haru, merasa semuanya berjalan begitu indah. Malam itu berakhir dengan hati yang penuh cinta.
***
Seminggu kemudian, Manaf kembali ke negaranya bersama Rasya dan Chana. Kegiatan Manaf di perusahaan semakin padat, terutama karena proyek besar yang sedang dia awasi. Setiap hari, jadwalnya penuh dengan rapat, tinjauan proyek, dan berbagai pertemuan penting. Di tengah kesibukannya, Manaf masih selalu menyempatkan diri untuk video call dengan Mahreeen. Namun, suatu hari, jadwalnya begitu padat hingga dia tidak bisa menghubungi Mahreeen.
"Nanti malam, aku akan telepon Mahreeen... pasti dia nunggu kabar." lirih Manaf membuka ponsel dengan lelah.
Namun, seiring berjalannya hari, tubuh Manaf mulai terasa lemah. Tekanan pekerjaan yang terus menerus membuatnya kelelahan, dan dia bahkan tidak sempat istirahat dengan baik. Hingga akhirnya, setelah rapat terakhir di sore hari, tubuhnya tumbang. Olaf, asisten setianya, segera membawa Manaf ke rumah sakit.
Pada malam itu juga, Mahreeen memutuskan untuk menelepon anak anaknya yang sedang tinggal bersama Manaf di apartemennya.
"Chana, sayang, bagaimana kabarmu? Ibu kangen sekali sama kamu dan Rasya. Kalian senang tinggal di apartemen Om Manaf?" tanya Mahreeen.
"Iya, Bu. Kami senang banget. Om Manaf baik sekali, setiap hari ngajak kami jalan jalan dan beli makanan enak. Rasya juga suka, tapi dia masih pendiam seperti biasa." jawab Chana.
"Bagus kalau begitu. Ibu tenang kalau kalian nyaman di sana." jawab Mahreeen tersenyum lembut.
"Oh iya, Bu, aku tadi ngobrol sama Om Olaf. Dia bilang Om Manaf lagi sakit." ucap Chana dengan suara sedikit ragu.
"Apa? Om Manaf sakit? Kenapa kamu nggak bilang dari awal, Chana?" Mahreeen terkejut.
"Aku nggak tahu, Bu. Om Olaf bilang Om Manaf cuma kecapekan karena banyak kerjaan. Aku kira nggak serius." jawab Chana yang takut Ibunya marah.
"Kenapa Ibu nggak dikasih tahu? Ibu harus tahu kalau Om Manaf sakit." ucap Mahreeen menyesal.
"Maaf, Bu. Mungkin Om Manaf nggak mau bikin Ibu khawatir." jawab Chana yang merasa bersalah membuat ibunya khawatir.
"Iya, sayang. Nanti Ibu telepon Om Olaf. Kamu sama Rasya jaga diri baik baik, ya." ucap Mahreeen menyembunyikan rasa cemasnya. Ada sedikit rasa bersalah Mahreeen yang membuat Chana langsung tidak bersemangat lagi.
Setelah panggilan itu, Mahreeen langsung merasa hatinya tidak tenang. Dia ingin segera mengetahui kondisi Manaf, tapi tidak tahu harus berbuat apa dari jarak jauh. Dalam kegelapan malam, dia terbaring di ranjang rumah sakit sambil menatap langit langit, pikirannya dipenuhi kekhawatiran.
Kenapa Manaf nggak bilang kalau dia sakit? Apa yang terjadi padanya? Aku nggak bisa tenang kalau begini. Batin Mahreeen.
Sementara itu, di rumah sakit tempat Manaf dirawat, Farisa dengan sengaja tetap tinggal di sampingnya meskipun Manaf sudah memintanya pergi. Farisa punya niat lain memanfaatkan situasi untuk mendekati Manaf demi uang.
"Manaf, aku cuma ingin bantu. Kamu tahu aku masih istrimu, dan aku hanya ingin memastikan kamu baik baik saja." bisik Farisa yang sengaja dibuat agar di kira perhatian.
"Aku nggak butuh bantuanmu, Farisa. Apa yang kamu lakukan di sini? Ini bukan tentang peduli, ini tentang uang, bukan?" ucap Manaf berusaha menjauhkan diri.
"Kamu selalu berpikiran buruk tentang aku. Tapi kamu tahu sendiri, Manaf, hidup tidak mudah tanpa dukungan darimu. Aku... aku butuh bantuanmu." jawab Farisa yang tertawa kecil, berpura pura tersinggung.
"Jadi ini semua tentang uang, ya? Kamu nggak pernah benar benar peduli, Farisa. Semua ini cuma alasan buat mendekat demi kepentinganmu." jawab Manaf dengan nada dingin.
"Kamu harus mengerti, Manaf. Setelah semua yang terjadi, aku juga punya hak. Uang kita sudah habis, dan aku butuh dukunganmu." ucap Farisa mendekat lebih jauh.
"Hak? Kamu benar, ya hak kamu akan di berikan oleh Olaf sebentar lagi. Jadi jangan melebihi batasanmu disini," jawab Manaf menahan sakit dan rasa tidak nyaman.
Pada saat itu, ruam ruam alergi mulai timbul di kulit Manaf karena sentuhan Farisa. Manaf mulai merasa tidak nyaman, dan kondisi tubuhnya semakin memburuk.
"Jangan sentuh aku, Farisa. Kamu tahu itu larangan yang sangat jelas untukmu,." perintah Manaf mencoba menjauh, dengan suara lemah.
Viktor, dokter sekaligus sahabat Manaf, masuk ke dalam ruangan tepat pada saat itu.
"Apa yang terjadi di sini? Farisa, kamu harus pergi sekarang. Manaf butuh istirahat tanpa tekanan." pinta Viktor melihat situasi yang sudah tidak terkendali.
"Tapi aku istrinya! Aku punya hak untuk berada di sini." tolak Farisa.
"Mungkin kamu istrinya secara hukum, tapi kehadiranmu membuat pasien semakin stres. Silakan pergi, atau aku akan memanggil keamanan." tegas Viktor
Dengan terpaksa, Farisa dan Jasmin akhirnya meninggalkan ruangan, meskipun jelas terlihat ketidakpuasan di wajah mereka.
"Jangan lupakan hak aku, Manaf, aku butuh saat ini juga." ucap Farisa sebelum keluar dari ruangannya.
Sementara itu, Mahreeen tidak bisa menahan kekhawatirannya lagi. Dia akhirnya menghubungi Olaf untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kondisi Manaf.
"Pak Olaf, Chana bilang kalau Manaf sakit. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Mahreeen.
"Iya, Bu Mahreeen. Tuan Manaf sedang dirawat karena kelelahan. Beliau terlalu banyak bekerja akhir akhir ini." jawab Olaf yang terpaksa mengangkatnya karena Manaf sedang di periksa Viktor.
"Kenapa aku nggak diberitahu dari awal? Bagaimana kondisinya sekarang?" tanya Mahreeen yang sedikit kecewa.
"Tuan Manaf sudah mulai membaik, Bu. Tapi dokter menyarankan untuk istirahat total selama beberapa hari. Saya tidak memberitahu karena Tuan Manaf bilang tidak ingin membuat Ibu khawatir." jelas Olaf
"Aku bisa mengerti, tapi tetap saja aku ingin tahu kalau dia sakit. Terima kasih sudah menjaga anak anak, Pak." ucap Mahreeen tersenyum tipis, merasa lega sedikit
"Sama-sama, Bu. Saya akan terus memastikan Tuan Manaf mendapat perawatan yang baik." jawab Olaf.
Setelah percakapan itu, Mahreeen sedikit lebih tenang, meskipun masih ada rasa khawatir yang mengganjal di hatinya. Dia berjanji dalam hati akan segera menemui Manaf begitu Hanin lebih stabil.
Setelah Farisa dan Jasmin keluar, Viktor kembali memeriksa kondisi Manaf.
"Aku tahu ini tidak mudah untukmu, Manaf. Tapi kamu harus menjaga kesehatanmu sebelum segalanya makin memburuk," pinta Viktor sambil mengecek alat monitor.
"Aku tahu. Aku nggak akan membiarkan Farisa ada di dekatku lagi. Dia cuma mencari kesempatan dan semuanya demi uang semata." jawab Manaf.
"Aku akan memastikan tidak ada yang bisa masuk tanpa izinku. Kamu harus fokus untuk pulih. Segera selesaikan dengan Farisa jika itu memungkinkan, aku tahu kamu mampu Manaf," ucap Viktor.
Manaf tersenyum lemah, merasa tenang dengan kehadiran sahabatnya di sampingnya. Namun, pikirannya tetap melayang ke Mahreeen, merindukan suaranya dan berharap bisa segera pulih untuk bisa kembali bersamanya.
Sementara itu, Farisa yang masih diluar ruangan mulai merencanakan langkah berikutnya dengan ibunya, Jasmin.
Aku nggak akan biarkan Manaf lepas begitu saja. Aku butuh uang itu, dan aku akan dapatkannya, batinnya dengan penuh tekad.
...****************...
Hi semuanya, dukung karya mommy ini ya dengam subscribe dan like, komentarnya juga. Buat bisa lulus kontrak dan masuk 20 bab terbaik. Terima kasih, love you all.
bentar lagi up ya di tunggu
Yang suka boleh lanjut dan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Dan yang ga suka boleh skip aja ya.
Terima kasih para raiders ku.