Raisa memiliki prinsip untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Awalnya Edgar, suaminya menerima prinsip Raisa itu. Tapi setelah 6 tahun pernikahan, Edgar mendapatkan tekanan dari keluarganya mengenai keturunan. Edgar pun goyah dan hubungan mereka berakhir dengan perceraian.
Tanpa disadari Raisa, ternyata dia mengandung setelah diceraikan. Segalanya tak lagi sama dengan prinsipnya. Dia menjadi single mother dari dua gadis kembarnya. Dia selalu bersembunyi dari keluarga Gautama karena merasa keluarga itu telah membenci dirinya.
Sampai suatu ketika, mereka dipertemukan lagi tanpa sengaja. Di saat itu, Edgar sadar kalau dirinya telah menjadi seorang ayah ketika ia sedang merencanakan pernikahan dengan kekasihnya yang baru.
Akankah kehadiran dua gadis kecil itu mampu mempersatukan mereka kembali?
Follow Ig : @yoyotaa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoyota, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 28
Senyum Edgar terus mengembang sejak mendapatkan pesan dari Raisa. Apalagi sebentar lagi dirinya akan segera dipertemukan dengan si kembar, anak-anaknya yang sebelumnya tak pernah ia tahu kehadiran mereka.
Edgar tak sabar dengan hari esok. Ia benar-benar ingin segera melihat manusia kecil buah cinta dirinya dan Raisa dulu, sampai-sampai ia terus memandangi foto wajah si kembar yang ada di ponselnya.
"Besok kita akan bertemu."
*
*
Setelah pulang sekolah, si kembar langsung memasuki kamarnya dan terus menggeledah isi kamar mereka. Lebih tepatnya Mia sih yang terlalu antusias. Kia mah terlihat biasa saja.
"Ya ampun Mia! Kamu menghancurkan pemandangan yang aku lihat! Cepat bereskan baju-baju yang ada di kasurmu!"
"Apa sih! Tidak mau! Aku masih harus milih baju untuk bertemu Papi sore nanti. Aku ingin tampil cantik di depan Papi," ucap Mia sambil terus memilih baju-bajunya.
"Astaga Mia! Cukup pilih baju yang bagus, jangan ribet deh!"
"Berisik Kia!"
Kia yang sudah tak mau berdebat dengan kembarannya pun langsung keluar dari kamar dan menemui Raisa yang sedang duduk di ruang tamu sambil menonton televisi.
"Kenapa wajah kamu kaya kelihatan kesal gitu?" tanya Raisa karena melihat wajah Kia yang kesal.
"Mia berulah lagi Mi. Dia mengeluarkan semua isi lemarinya cuma untuk memilih baju. Aku yang liatnya kan jadi kesel. Apalagi, meski sudah sampai begitu, tetap saja ujung-ujungnya minta bantuan Mami."
Baru juga Kia mengungkapkan ucapannya, sudah terdengar suara teriakan dari dalam kamar si kembar.
"Mami, Mi!"
"Tuh kan Mi."
Raisa berdiri dan berjalan menuju ke kamar untuk menuruti panggilan Mia diikuti Kia yang berjalan di belakangnya.
"Mi, aku tidak punya baju bagus untuk bertemu Papi, gimana ini?" Mia terlihat begitu sedih.
Raisa langsung mendekat dan duduk di ranjang Mia sambil melihat baju-baju yang sudah menumpuk disana.
"Pakailah baju yang nyaman kamu pakai, tidak usah yang bagus-bagus."
"Tapi, Mi, aku ingin kelihatan cantik," ucap Mia.
"Anak-anak Mami kan sudah cantik," jawab Raisa.
Mendengar pujian seperti itu, Mia jadi tersenyum lalu meminta Raisa saja yang memilihkan bajunya.
"Kamu tuh kebiasaan, bisanya cuma berantakin kamar doang. Kasian kan jadi Mami yang harus beresin. Huh!"
Kia masih terus kesal dan marah-marah ke Mia. Tapi dia sendiri yang malah membantu membereskan baju-baju Mia yang berserakan.
"Jangan minta Mami yang bereskan pokoknya! Awas ya!" larang Kia sambil melipat satu per satu baju Mia.
"Iya, iya, maaf ya Mi. Aku jadi berantakin kamar kaya gini," ucapnya sambil menunduk.
"Nggak apa kok sayang, tapi kamu harus belajar untuk bertanggungjawab atas apa yang sudah kamu lakukan. Bantuin kakak kamu beresin gih! Nanti Mami yang bantu pilihkan baju untuk kamu."
"Oke, Mi, thank you Mami."
*
*
Di sebuah restoran yang tak begitu banyak pengunjungnya, Edgar sudah menunggu si kembar dan Raisa datang. Ia sudah tak sabar untuk bertemu mereka. Ingin memeluk kedua gadis kecilnya dan mendengarkan cerita mereka.
Sesekali ia melirik waktu ke jam tangannya, masih ada waktu 10 menit tersisa sebelum pertemuan. Selain tak sabar untuk bertemu, Edgar juga sangat gugup bahkan rasa gugupnya melebihi ketika dia melakukan presentasi di depan banyak klien pentingnya. Apalagi, sejak tadi jantungnya berdetak begitu cepat.
"Aku sudah tidak sabar, oh, gimana cara menghilangkan rasa gugup ini?"
Raisa sudah sampai di restoran tempat dia dan Edgar janjian. Padahal ketika di rumah, Mia begitu antusias untuk bertemu papinya, tapi ketika sudah sampai di tempat janjian, anak itu jadi malah terlihat takut.
"Kamu kenapa sayang?" tanya Raisa.
Mia cuma menggeleng untuk menjawabnya.
"Sebentar lagi kalian akan bertemu Papi."
Si kembar mengangguk bersamaan.
Mereka berjalan menaiki tangga untuk ke lantai duanya karena tempat pertemuan mereka memang berada di lantai dua. Raisa sudah melihat wajah Edgar meski dari jauh.
"Itu Papi kalian," ucap Raisa ke si kembar.
Bukannya antusias atau berlari karena ingin menemui Papi mereka, si kembar malah bersembunyi di belakang tubuh Raisa yang tadinya berjalan di samping Raisa.
"Eh, kenapa jadi berjalan di belakang Mami?" tanya Raisa ke si kembar.
"Takut Mi," lirih Mia.
"Tidak ada yang perlu ditakutkan. Papi sayang kalian."
"Tetap saja Mi."
"Ya sudah terserah kalian deh."
Jarak antara Raisa dan Edgar sudah semakin dekat. Raisa berdiri tepat di meja yang sudah dipilih oleh Edgar.
Sangat jelas sekali di mata Raisa kalau Edgar pun gugup untuk bertemu si kembar, tapi wajahnya terlihat begitu senang.
"Duduklah," pinta Edgar.
Ketika akan duduk, baju Raisa ditarik-tarik oleh si kembar, karena keduanya masih belum ingin menunjukkan wajah mereka.
"Papi minta kita untuk duduk. Jadi, keluarlah, jangan bersembunyi lagi."
Dengan mata yang melihat kebawah dan tangan yang ditaruh di depan, si kembar keluar dari persembunyiannya dari belakang Raisa.
"Ingat Mami pernah bilang apa sama kalian kalau bertemu orang?"
Keduanya pun langsung mendongak dan melihat ke arah Edgar. Edgar yang melihat mata indah dan jernih milik si kembar langsung terpesona, mengingatkannya dengan mata indah yang dimiliki oleh Raisa.
Edgar sudah tak bisa lagi menunggu, dia bangkit dari duduknya dan berjongkok di hadapan si kembar untuk menyamakan tinggi mereka.
"Hai," sapa Edgar ke keduanya.
"Hai juga Pi," jawab keduanya dengan perasaan yang masih malu-malu.
"Perkenalkan diri kalian ke Papi," pinta Raisa.
"Aku Mialisa Anggika, Pi."
"Kiana Larisa."
Ya, cara keduanya memperkenalkan diri memang selalu berbeda.
"Oke, Kia dan Mia. Bagaimana cara Papi membedakan kalian? Kalian sangat mirip sekali."
"Sifat kita beda kok, Pi. Papi bisa membedakan kita dari situ."
"Oh, oke."
Sejujurnya Edgar tak begitu pandai untuk berbicara dengan anak kecil. Dengan Jesper saja dia hanya tahu memberi hadiah dan mengajaknya jalan-jalan. Tapi, dengan si kembar ia tak tahu apapun. Rasanya, dirinya seperti ayah yang buruk.
"Pi," panggil Mia tiba-tiba.
"Em, ya?" jawab Edgar.
"Can i hug you?" ucapnya lirih.
"Yes," jawab Edgar sambil merentangkan kedua tangannya.
Mia langsung berhamburan ke pelukan Edgar, memeluknya dengan erat seolah ini adalah hari akhir pertemuan mereka sementara Kia masih berdiri diam disana.
"Kamu nggak mau peluk Papi juga?" tanya Edgar ke Kia.
"Can i hug you too?"
Edgar mengangguk. Kia pun jadi ikut memeluk Edgar. Mereka saling berpelukan dengan Edgar yang terus bergantian mencium rambut si kembar. Terlihat jelas sekali, mata Edgar yang berbinar dan akan meneteskan air matanya.
Raisa yang melihat pemandangan seperti itu di depannya jadi merasa terharu dan bahagia juga karena pada akhirnya, dia tak perlu menceritakan tentang Edgar lagi ke si kembar. Karena nantinya mereka sendirilah yang bisa bertanya langsung.
Namun, masih ada setitik rasa takut akan kehilangan si kembar dalam dirinya. Meski begitu, Raisa berusaha untuk tidak memperlihatkannya, karena mereka terlihat sangat bahagia.
Maafkan Mami, karena terlalu lama untuk mempertemukan kalian dengan papi kalian.
*
*
TBC
Yuk bisa yuk! 85 like dan 20 komentar, nanti aku update lagi, hihi.