Meidina ayana putri, gadis kelas 2 SMA yang selalu membuat kedua orang tuanya pusing karena kenakalannya.
Namun sebuah insiden membuat hidup gadis badung itu berubah total
Bagaimana perjuangan gadis badung itu dalam menjalani takdir hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon requeen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saingan
Nana sedang menjemur baju di halaman belakang ketika Adit tiba-tiba datang dan berdiri dibelakang Nana.
Dengan tergesa Nana menyelesaikan pekerjaannya dan berlalu dari Sana. Namun langkah Nana terhenti ketika Adit menahan tangannya.
"Apaan sih pegang-pegang.. lepas! " Hardik Nana.
"Kita harus bicara! " Adit menarik tangan Nana menuju sebuah kursi yang ada disana.
"bicara saja tapi tidak usah narik-narik segala " Nana menepiskan tangan Adit yang mencengkram erat tangannya.
"Na.. kita harus nikah. Mas Adit akan bilang sama ayah dan abah mengenai masalah kita. Mas Adit tidak mau menjadi orang yang lepas tanggung jawab. Terlebih sudah ada Aaran diantara kita " ucap Adit
"Kenapa mas Adit yakin sekali kalau Aaran anak mas Adit? " tanya Nana dengan nada mengejek
"Dari pertama liat Aaran mas Adit sudah yakin. Kamu mengatakan kalau Aaran bukan anak mas Adit agar kamu bisa menghindar dari mas Adit kan! " tuduh Adit
"Sampai kapanpun mas Adit tidak akan bisa memaksa Nana untuk menikah dengan mas Adit " ucap Nana sinis "terlepas dari Aaran anak mas Adit atau bukan "
"Kita lihat saja Nanti. mas Adit pastikan kamu tidak akan bisa menolak.Dan perlu kamu tau.. ini mas Adit lakukan hanya untuk Aaran. Mas Adit juga sama seperti kamu.. tidak pernah ada niat mas Adit untuk menikah dengan gadis bandel dan keras kepala seperti kamu.. ini mas Adit lakukan demi Aaran !" Adit menekankan kata demi Aaran
Setelah mengatakan itu Adit langsung pergi meninggalkan Nana yang tampak geram mendengar ucapan Adit barusan.
Air mata Nana mengambang dipelupuk matanya, ucapan Adit barusan telah membuat sayatan yang menghasilkan luka yang menganga dihati Nana,ditambah hinaan yang dulu pernah mama Adit ucapkan membuat Nana bertekad akan membesarkan Aaran sendirian tanpa harus Adit bertanggung jawab.
Setelah mengatakan itu, Adit mengajak Raka pulang ke Jakarta. Raka sempat menolak karena masih betah tinggal di rumah abah. Setelah dibujuk akhirnya Raka mau diajak pulang.
"Bagaimana pak, apa sudah ada solusi? " tanya Leo siang itu. Leo tau kalau bosnya itu sudah menemui Nana untuk yang kedua kalinya.
"Gadis itu tetap menolak. Bahkan dia bilang kalau Aaran bukan anak gue " jawab Adit
"Rumit juga ya " Leo menggaruk kepalanya
"Apa mungkin orang lain yang menghamili Nana pak, makanya gadis itu menolak bapak untuk bertanggung jawab " ucap Leo
Adit termenung, ucapan Leo bisa saja benar. Jika Nana tidak meminta dirinya bertanggung jawab, untuk apa Ia ngotot ingin menikahi gadis itu ? seharusnya Ia tidak usah mengusik kehidupannya. Tapi lagi-lagi bayangan Aaran datang menepiskan semua keraguannya.
"gue harus buktiin.. kalau Aaran terbukti anak gue, dia harus mau gue nikahin " ucap Adit yakin
"caranya gimana pak? " tanya Leo
"tes DNA ! " jawab Adit yakin
"caranya? " tanya Leo lagi
"Lu malah nanya terus bukan bantuin mikir " hardik Adit. Leo hanya nyengir. Ia tidak terbiasa menghadapi masalah seperti ini, jika menghadapi presentasi dan perhitungan keuntungan perusahaan ia jagonya.
"kalau bapak mau melakukan tes DNA, berarti bapak harus mendapat sampel darah atau rambut Aaran " ucap Leo
"itu yang lagi gue pikirin " sahut Adit
********
Hari jumat Nana pulang sekolah lebih awal dari biasanya. Wajah lucu Aaran dalam gendongan umi menyambut Nana sepulang sekolah.
"Aaran ibu kangen " Nana menciumi pipi Aaran gemas.
"Auw.. sakit Aaran " Nana meringis ketika tangan mungil Aaran mencengkram rambut Nana.
Umi membantu melepaskan rambut Nana dari genggaman tangan Aaran. Bayi seusia Aaran memang sedang dalam masa pertumbuhan motorik, tangan mungilnya aktif menggenggam apa saja yang ia raih, termasuk rambut ibunya.
"nanti sore jangan lupa jadwal imunisasi Aaran" umi mengingatkan Nana
"iya umi, Nana ga akan lupa " jawab Nana.
Sorenya Nana dan Aaran sudah siap untuk pergi ke tempat praktek Dr Teguh untuk imunisasi Aaran.
Aaran terlihat menggemaskan dalam balutan sweater dan topi rajut berwarna merah muda.Mang Udin suami bi Ijah sudah siap mengantar Nana dan Aaran dengan motornya.
Mang Udin menjalankan motornya dengan sangat hati-hati, sesuai perintah abah. Diujung jalan desa mang Udin berhenti ketika motornya berpapasan dengan mobil Adit.
"mau kemana? " tanya Adit setelah turun dari mobilnya.
"mau mengantar neng Nana ke dokter..neng Aaran mau imunisasi " jawab Mang Udin ketika Nana tak mau menjawab pertanyaan Adit.
"Ya sudah biar saya yang antar " Adit menyuruh Nana turun dari motor.
Karena Nana tidak mau turun, akhirnya Adit mengambil paksa Aaran dari gendongan Nana.
Dengan terpaksa akhirnya Nana turun dari motor dan masuk ke mobil Adit.
"Hai Nana apa kabar? " sapa Leo yang sedang duduk dibalik kemudi. Bukan menjawab Nana malah membuang muka. Leo nyengir. Masih saja judes ni anak
"kemana kita pak? " tanya Leo
"Dokter " jawab Adit sambil menciumi pipi Aaran yang anteng dalam pangkuannya.
Leo melajukan mobilnya tanpa tau dimana tempat praktek dokter yang dimaksud sambil sesekali melirik ke arah Adit yang sibuk menciumi pipi Aaran.
Seulas senyum tersungging dibibir Leo, pantas bos nya begitu tergila-gila pada bocah enam bulan itu ternyata Aaran sangatlah lucu dan menggemaskan.
"Belok kiri apa kanan? " tanya Leo ketika menemui sebuah pertigaan.
"kanan " jawab Nana
Leo melajukan mobilnya sesuai arahan dari Nana. Tak jauh dari pertigaan mobil pun berhenti didepan sebuah rumah yang bertuliskan praktek Dr Teguh.
Nana turun dari mobil kemudian mengambil Aaran dari gendongan Adit.
Kedatangan Aaran sepertinya sudah ditunggu oleh Dr Teguh. Terbukti dokter ganteng itu langsung menyambut kedatangan Aaran.
"Ditimbang dulu ya cantik " Dr Teguh membaringkan Aaran diatas timbangan bayi
"Bagus,berat badannya naik 1 kg " ucap Dr Teguh. Nana tersenyum senang, tak sia-sia ia selalu memberikan makanan yang bergizi untuk buah hatinya.
Dr Teguh membaringkan Aaran diatas ranjang periksa. Tanpa Nana bilang, Dr Teguh sudah hapal jika sekarang adalah jadwal Aaran untuk imunisasi.
"om dokter pinjam kakinya sebentar ya " Dr Teguh mengusap paha Aaran dengan kapas,sebelum jarum itu menusuk kulit paha Aaran.
Aaran menangis sebentar ketika Teguh memberi suntikan dipahanya.
"cup.. cup.. jagoan ibu, kakinya digigit semut ya? " Nana berusaha menenangkan Aaran.
"ini saya kasih obat demamnya, buat jaga-jaga takutnya Aaran demam " Dr Teguh memberikan obat demam berbentuk syrup.
Setelah selesai Nana pun pamit. Sebelum Nana keluar dari ruang periksa, Dr Teguh memanggil Nana.
"ini buat Aaran " seraya memberikan satu kantung plastik besar berisi diapers dan makanan bayi
"tapi mas saya ... "
"Jangan buat saya kecewa dengan menolak pemberian saya! " ujar Dr Teguh tidak ingin ditolak.
Akhirnya Nana pun menerimanya "terimakasih mas "
"sehat ya Aaran " ucap Dr Teguh sebelum Nana menghilang dibalik pintu.
Adit yang menunggu diluar langsung mengambil kantung plastik ditangan Nana karena Adit melihat Nana kerepotan membawa kantung plastik itu sambil menggendong Aaran.
"Apa ini? " tanya Adit.
"Dari Dr Teguh buat Aaran " jawab Nana
"Dikasih Dr Teguh?! "' Mata Adit langsung melotot.
**Nah loh Adit punya saingan...
Terimakasih sudah baca karyaku, jika suka tolong kasih vote, like dan komennya pliiiss
happy reading**