Alina, seorang gadis lugu yang dijebak kemudian dijual kepada seorang laki-laki yang tidak ia kenali, oleh sahabatnya sendiri.
Hanya karena kesalahan pahaman yang begitu sepele, Imelda, sahabat yang sudah seperti saudaranya itu, menawarkan keperawanan Alina ke sebuah situs online dan akhirnya dibeli oleh seorang laki-laki misterius.
Hingga akhirnya kemalangan bertubi-tubi menghampiri Alina. Ia dinyatakan positif hamil dan seluruh orang mulai mempertanyakan siapa ayah dari bayi yang sedang ia kandung.
Sedangkan Alina sendiri tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Karena di malam naas itu ia dalam keadaan tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat bius yang diberikan oleh Imelda.
Bagaimana perjuangan seorang Alina mempertahankan kehamilannya ditengah cemoohan seluruh warga. Dan apakah dia berhasil menemukan lelaki misterius yang merupakan ayah kandung dari bayinya?
Yukk ... ikutin ceritanya hanya di My Baby's Daddy
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertolongan Sean
"Nona, aku mohon jangan lakukan itu!"
Lelaki itu menghampiri Alina kemudian mengulurkan tangannya kepada Alina yang sudah siap meluncur menuju derasnya air sungai yang mengalir di bawah jembatan tersebut.
Alina sempat menoleh ke arah lelaki itu sejenak kemudian tersenyum kecut.
"Aku sudah tidak punya alasan untuk hidup. Kedua orang tuaku sudah meninggal, begitupula laki-laki yang seharusnya bertanggung jawab dan menikahiku, ia pun sudah meninggalkan aku untuk selama-lamanya," lirih Alina sambil menatap kosong ke arah air yang mengalir dengan sangat deras di bawah tubuhnya.
"Jangan berkata seperti itu, Nona! Agama manapun di dunia ini tidak pernah membenarkan perbuatan bunuh diri. Sekarang, urungkan niatmu dan sambutlah tanganku," bujuk lelaki itu sambil terus mendekat.
Alina tak menjawab, ia masih bergelantungan di pinggir jembatan dengan hanya berpegangan pada pembatasnya. Tanpa Alina sadari, lelaki itu akhirnya berada tepat di belakang Alina dan berhasil meraih kedua tangan gadis itu.
Alina yang terperanjat, semakin berontak. Ia mencoba melepaskan cengkeraman tangan lelaki itu dari tangannya.
"Lepaskan tanganku!" ucap Alina sambil menitikkan air matanya.
"Tidak akan pernah! Kembalilah, Nona. Kamu masih terlalu muda untuk mati!" bentak lelaki itu seraya menahan tubuh Alina yang mulai bergerak liar di pinggir jembatan.
Lelaki itu sudah mulai kewalahan menghadapi Alina yang terus berontak dan mencoba melepaskan pegangan tangannya.
"Berhentilah bergerak, Nona! Atau kita akan jatuh dan mati bersama-sama!" ucap lelaki itu yang mulai kewalahan menghadapi Alina.
"Aku tidak peduli!" sahut Alina.
"Tapi aku peduli. Dari pada mati bersama, aku lebih memilih untuk hidup bersama. Aku bersedia menikahimu dan menjadi suamimu, Nona!" Tiba-tiba saja ucapan itu keluar dari mulutnya tanpa ia sadari.
Alina yang tadinya berontak tiba-tiba saja terdiam. Ia memperhatikan raut wajah lelaki itu dengan saksama. Di saat Alina terdiam, lelaki tersebut tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Lelaki itu berhasil meraih tubuh mungil Alina kemudian membawanya dengan cepat kembali ke tempat yang aman.
Tepuk tangan dan sorak sorai menggema di tempat itu. Para pengguna jalan yang sengaja berhenti untuk melihat kejadian tersebut, begitu senang karena lelaki itu berhasil menggagalkan rencana Alina untuk bunuh diri.
"Kamu baik-baik saja, Nona?" tanya lelaki itu.
Alina tidak menjawab. Ia merapikan pakaiannya yang berantakan kemudian melanjutkan langkahnya. Namun, lelaki itu masih belum percaya kepada Alina. Ia takut Alina kembali melakukan hal itu.
Ia kembali menghampiri Alina kemudian meraih tangan gadis itu dan membawanya ke arah mobilnya.
"Ikutlah denganku, Nona. Aku akan mengantarkanmu pulang," ucapnya seraya menuntun Alina menuju mobil.
"Aku tidak mau," tolak Alina.
Namun, lelaki itu tidak peduli. Ia terus menuntun Alina masuk ke dalam mobil dan setelah gadis itu masuk, ia pun segera menyusulnya.
"Sekarang kita lewat mana? sini atau sana?" tanya lelaki itu seraya menunjuk arah, kanan atau kiri.
Alina memperhatikan jalan dan ia menunjukan ke arah kanan. "Lewat sini. Terima kasih karena sudah bersedia mengantarkan aku pulang, Tuan." Alina membuang tatapan kosongnya ke arah jalan.
"Namaku Sean Abraham. Panggil saja aku, Sean," ucap lelaki itu seraya tersenyum menatap Alina.
Alina melirik lelaki itu sambil tersenyum tipis. "Sean?"
"Ya. Kamu tidak perlu memanggilku Tuan lagi, cukup Sean saja. Kalau kamu?"
Alina terdiam untuk sesaat sebelum ia menjawab pertanyaan lelaki itu. "Alina." Jawaban yang sangat singkat dan padat.
Di perjalanan, Alina hanya diam dalam pikirannya sendiri. Hanya kadang-kadang ia membuka bibirnya di saat Sean menanyakan arah jalan menuju kediamannya.
"Alina, maafkan aku soal tadi. Aku tidak tahu kenapa kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirku. Mungkin karena aku panik dan yang ada di dalam kepalaku hanya ingin kamu selamat, itu saja," tutur Sean tiba-tiba dengan raut wajah bersalah.
Alina tersenyum tipis dan tatapan kosongnya tetap tertuju ke arah depan. "Tidak apa. Aku tahu kamu tidak serius saat mengucapkannya. Tidak akan ada orang yang sudi menikahi gadis seperti aku, Tuan Sean. Jangankan menikahiku, menatapku saja, mereka merasa jijik."
Sean mengerutkan alisnya, heran. "Memangnya kenapa, Alina? Kenapa kamu bicara seperti itu? Tidak baik," ucap Sean.
Alina menghembuskan napas berat dan kini ia perhatiannya tertuju pada Sean yang masih menatapnya dengan heran.
"Saat ini aku sedang hamil dan lelaki yang menghamiliku baru saja meninggal dunia. Sekarang aku benar-benar putus asa, Tuan Sean. Warga kampung sudah tidak mempedulikan aku, setiap hari aku menjadi bahan gunjingan mereka. Dari pada hidup seperti ini, lebih baik aku mati saja," lirih Alina sambil menitikkan air matanya.
Sekarang Sean tahu apa alasan Alina ingin melakukan percobaan bunuh diri. Ia benar-benar merasa iba dan ingin melakukan sesuatu yang bisa membantu meringankan beban gadis mungil itu.
"Apa yang bisa aku lakukan untukmu, Alina? Aku ingin sekali membantu dan meringankan bebanmu," ucap Sean.
Alina kembali tersenyum dan kali ini senyuman gadis itu terlihat lebih tulus dari sebelumnya. "Tidak usah, Tuan Sean. Sekarang saja aku sudah berhutang budi padamu karena kamu sudah menyelamatkan nyawaku," sahut Alina.
Akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Sean tiba di depan rumah sederhana, peninggalan Ayah dan Ibunya. Setelah Alina keluar dari mobil tersebut, Sean pun menyusulnya.
"Tuan Sean, masuklah. Biar aku buatkan minuman," ajak Alina sambil tersenyum hangat menatap lelaki dewasa yang sedang berdiri di hadapannya.
"Mungkin lain kali, Alina. Hari ini aku tidak bisa karena aku punya tugas penting dari Bossku. Tapi, aku berjanji akan mengunjungimu saat aku punya waktu luang."
Sean meraih dompetnya kemudian memberikan kartu namanya kepada Alina. "Kalau kamu butuh apa saja, hubungi aku di nomor itu. Aku siap membantumu kapan saja Alina."
Alina menyambut kartu nama milik Sean dari tangan lelaki itu. "Terima kasih banyak, Tuan Sean."
Sean kembali masuk ke dalam mobilnya dan segera pergi dari tempat itu. Sedangkan Alina masih terdiam di depan rumahnya sambil memperhatikan kartu nama milik Sean.
Ternyata saat itu tetangga-tetangga julidnya mengintip kebersamaan Alina dan Sean dari dalam rumah mereka. Setelah Sean menghilang, mereka pun berbondong-bondong keluar dari rumah.
"Astaga! Bukannya sadar, kelakuannya malah semakin menjadi. Tanah di kuburan Ibunya saja belum mengering, sekarang anak gadisnya sudah mulai berani mengajak laki-laki main ke rumah. Hmm, mungkin lain kali akan lebih parah lagi, bisa-bisa makin sial saja kampung ini dibuatnya!" ketus seorang Ibu-Ibu samping rumah Alina sambil bertolak pinggang.
Alina menoleh kepada wanita itu sejenak. "Ibu juga punya anak gadis 'kan? Sebaiknya jaga anak gadis Ibu saja. Tidak usah mengkhawatirkan aku karena karma itu pasti, Bu."
Setelah mengucapkan itu, Alina kembali melangkah masuk ke dalam rumah kemudian mengunci pintunya. Ibu-Ibu itu sangat kesal karena Alina sudah berani melawan ucapannya.
"Dasar gadis nakal, semoga nanti kamu digerebek oleh warga, biar tahu rasa!" kesalnya.
...***...