Kisah tentang seorang agent BIN dan putri konglomerat yang suka membuat onar.
Ayah Zuin tiba-tiba ditangkap karena kasus korupsi. Namun dibalik penangkapan itu sang ayah ternyata bekerja sama dengan BIN meneliti sebuah obat yang diyakini sebagai virus berbahaya yang mengancam nyawa banyak orang.
Dastin Lemuel, pria tampan dengan sejuta pesona itu di percayakan oleh ayah Zuin untuk mengawasi gadis itu. Zuin sudah membenci Dastin karena dendam di night club malam itu. Tapi, bagaimana kalau mereka tiba-tiba tinggal serumah? Apalagi Dastin yang tidak pernah dekat dengan perempuan, malah mulai terbiasa dengan kehadiran Zuin, sih gadis pembangkang yang selalu melawannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Sekitar jam enam pagi, Dastin membangunkan Zuin yang masih asyik ketiduran dengan seluruh tubuhnya terbungkus dalam selimut tebal milik Dastin. Dastin menghela napas panjang. Ia tahu gadis itu lama sekali kalau bersiap jadi dia sudah mengantisipasinya.
Hari ini mereka akan berangkat ke pedesaan yang cukup jauh dari kota. Dastin sudah memberi perintah pada timnya untuk berkumpul di markas mereka sekitar pukul sembilan pagi, untuk membicarakan rencana mereka sebelum berangkat. Namun hal pertama yang harus dilakukan Dastin sekarang adalah membangunkan sih tuan putri pengacau yang masih terlelap dikamarnya ini.
Dastin menyibak selimut yang menutupi seluruh tubuh Zuin. Menampilkan gadis yang tersembunyi dalam blanket besar itu. Matanya masih tertutup sempurna, tidak terusik sama sekali dengan gangguan Dastin. Padahal suara Dastin cukup kuat dan udara pagi pun terbilang dingin karena AC dinyalakan. Tapi gadis itu tetap ketiduran seperti babi.
Dastin berhenti sebentar sebelum melanjutkan membangunkan gadis itu, ia menatap Zuin cukup lama. Pria itu tertawa pelan merasa lucu dengan wajah gemas Zuin ketika tidur. Sangat manis. Bulu matanya begitu lentik alami, bibir meronanya tanpa pakai lipstik sekalipun dan wajahnya yang berisi menambah kesan wajah imutnya. Gadis cerewet yang suka berdebat itu terlihat begitu manis bahkan saat dia tidur. Lalu Dastin tiba-tiba terpikir sebuah ide dan melangkah keluar kamar sebentar, kemudian kembali lagi dengan ponselnya.
Tanpa ijin laki-laki itu memotret Zuin. Mengabadikan momen yang jarang-jarang terjadi ini. Apalagi dia tahu Zuin paling tidak suka kalau wajah bantalnya di foto sembarangan. Kalau gadis itu mengacau lagi, ia tinggal mengancamnya dengan menyebarkan foto itu, pasti Zuin langsung diam. Jahat memang, tapi Dastin tetap melakukannya. Selain itu, ia juga ingin menyimpan foto itu untuk dirinya sendiri. Ia rasa foto Zuin ini bisa menjadi obatnya di saat dirinya lagi banyak pikiran karena pekerjaan. Atau masalah apapun itu yang perlu hiburan.
Baiklah. Dastin memasukan ponsel ke saku celananya kemudian duduk di tepi ranjang dan mulai membangunkan Zuin. Ia menggoyang-goyangkan tubuh gadis itu cukup kuat tapi tidak kasar.
"Zuin, ayo bangun."
"Zuin..." pria itu terus mencoba membangunkan Zuin sampai akhirnya gadis itu menggeliat dan membuka matanya perlahan, memandang ke arah Dastin yang tengah duduk di sisi ranjang sambil terus menatapnya.
Zuin mengerjap-ngerjapkan mata mengantuknya.
"Ayo bangun. Kita harus siap-siap. Sebentar lagi kita akan segera berangkat." ucap Dastin.
Zuin masih belum seratus persen sadar dari tidurnya. Dastin yang bisa melihat itu, dan berpikir kalau Zuin pasti akan lanjut tidur lagi kalau dia pergi, tanpa aba-aba menarik tubuh Zuin sampai gadis itu terbangun dengan posisi duduk.
Jelaslah Zuin kaget karena ditarik tiba-tiba begitu. Kantuknya langsung hilang seketika, membuatnya mendelik tajam ke Dastin. Sayangnya pria itu tidak terpengaruh apa-apa, malah terlihat sangat cuek.
"Cepat mandi. Jangan lupa atur semua pakaian yang akan kau bawa nanti. Ingat, jangan bersiap terlalu lama," kata Dastin dengan tegas lalu berdiri keluar dari situ.
Zuin menjulurkan lidahnya berkali-kali dari belakang lelaki itu.
Ia tidak tahu kalau pintu kamar Dastin itu disebelahnya ada cermin yang cukup besar. Tentu saja Dastin bisa melihat semua pergerakan gadis itu dari belakangnya. Pria itu tertawa melihat sikap kekanakan Zuin.
"Aku bisa melihatmu bocah." katanya sebelum menghilang dari balik pintu. Zuin berdecih.
"Aku bisa melihatmu bocah." ujar gadis itu mengulang kalimat yang dikatakan Dastin dengan gaya bicara yang dibuat-buat.
"Hah, dia pikir dia siapa bisa mengaturku!" Zuin terus mengomel sambil bersedekap dada, padahal orang yang dia omeli sudah menghilang dari hadapannya sejak tadi. Akhirnya dengan berat hati ia tetap mandi juga. Daripada ditatap garang oleh laki-laki itu nanti. Zuin tahu kalau dia tidak akan pernah menang melawan sosok kuat seperti Dastin. Kalau misalnya dia bisa menang, pastilah dari dulu dia sudah berhasil keluar dari apartemen ini.
Tapi ya sudahlah. Lagipula dia sudah tahu sekarang kalau ayahnya sedang menjalankan sebuah misi penting. Dan Dastin terlibat juga, artinya Zuin bisa dekat-dekat pria itu untuk mencari tahu lebih jelas. Jadi dia harus banyak-banyak patuh. Eh tidak. Patuh sedikit saja.
***
Sehabis mandi, Zuin memilih baju-baju yang akan dibawanya. Ia sempat bertanya ke Dastin berapa lama mereka akan ada di luar kota, tapi Dastin menjawab tidak pasti. Katanya bisa hanya beberapa hari, ataupun sampai berminggu-minggu. Tergantung berapa lama kasus yang akan tim laki-laki itu tangani selesai. Karena itu, Zuin memutuskan membawa semua bajunya yang dia punya di apartemen Dastin ini.
Saat gadis itu tengah sibuk melipat semua bajunya, Dastin masuk. Pintu kamar memang sudah terbuka sejak tadi jadi lelaki itu tidak perlu mengetuk. Pakaian Dastin yang akan dia bawa memang belum disiapkan. Jadi dia juga harus menyiapkan beberapa.
Dastin melewati Zuin melangkah ke dekat lemari. Menurunkan koper miliknya yang ada diatas lemari tersebut lalu mengambil beberapa pasang pakaian miliknya yang terlipat rapi di dalam lemari dan dimasukan ke dalam kopernya.
"Kau ada koper lebih? pertanyaan itu membuat Dastin menoleh.
"Hanya satu. Yang lain ada dirumah orangtuaku. Memangnya kenapa dengan kopermu?" jawab Dastin kemudian bertanya balik. Ia lihat koper gadis itu masih baik-baik saja.
"Tidak muat. Aku perlu koper tambahan." sahut Zuin. Kening Dastin berkerut, pandangannya berpindah ke koper kuning milik Zuin yang ukuran cukup besar itu, meski kalau dibanding dengan koper miliknya memang kopernya yang lebih besar, tapi kalau untuk ukuran mereka akan bepergian, harusnya koper sebesar itu sudah cukup.
"Aku harus mengisi tiga sepatuku, skincare aku, belum lagi semua pakaianku ini. Jelaslah koper sebesar ini nggak bisa muat."
Dastin melihat pakaian-pakaian gadis itu yang ada diatas kasur. Matanya membulat lebar.
"Kau akan membawa semua pakaian itu?" tanyanya tidak percaya dan Zuin mengangguk pasti. Astaga.
"Kita bukan pergi berbulan-bulan Zuin. Bawa saja seadanya. Kan bisa dicuci terus dipakai lagi."
"Nggak mau. Aku harus bawa semua. Biar banyak pilihan." sela Zuin berkacak pinggang didepan Dastin.
"Lalu dimana kau akan mengisinya? Pakaian-pakaian itu tidak akan muat semuanya di kopermu dan aku tidak ada koper lebih." timpal Dastin.
Pandangan Zuin lalu turun ke koper besar didekat pria itu kemudian menunjuk dengan telunjuknya.
"Tuh, kopermu besar, boleh dong aku titip baju-baju aku dikit." ujarnya tanpa berpikir panjang. Dastin menatapnya dengan wajah tercengang. Ia sungguh tidak dapat berkata-kata lagi. Gadis itu benar-benar sesuatu.
"Terserah kau saja." katanya lelah. Zuin tersenyum menang, sementara Dastin terus menggeleng-geleng tidak percaya lalu mendesah berat.
mmg agk laenn si zuzu,,lagi ad desingn pluru mlh brontak kek d rudapak..