Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Dekapan Rasa
Angin sore berembus lembut, membawa aroma khas pepohonan yang mengelilingi danau kecil itu. Dina dan Arga berjalan beriringan, tangan mereka sesekali bersentuhan, tapi tak ada yang berinisiatif menggenggam. Diam-diam, Arga mencuri pandang ke arah Dina. Bibirnya yang melengkung membentuk senyum tipis terlihat begitu memikat, seakan mengajaknya untuk lebih dekat. Dalam hatinya, ia berbisik, "Bibir Dina manis... lebih dari apa pun yang pernah kubayangkan."
Mereka berhenti di sebuah bangku kayu, tepat di bawah pohon besar yang menjulang melindungi mereka dari sinar matahari yang mulai redup. Danau di depan mereka memantulkan cahaya keemasan senja, menciptakan suasana yang nyaris magis. Dina duduk terlebih dahulu, dan tanpa berkata-kata, Arga menyusul, duduk di sebelahnya.
“Arga,” Dina memulai, suaranya hampir seperti bisikan, “terima kasih sudah ada di sini.”
Arga menoleh, tatapannya lembut. Ia memperhatikan wajah Dina yang tampak berseri-seri, matanya berbinar seperti memantulkan cahaya senja. Ia merasa hatinya penuh dengan perasaan yang sulit ia jelaskan.
“Dina,” Arga menjawab, suaranya sedikit serak, “aku selalu ingin ada untukmu. Karena, entah kenapa, bersamamu membuat segalanya terasa lebih berarti.”
Dina menundukkan wajahnya, menyembunyikan rona merah yang muncul di pipinya. Tapi Arga tidak ingin kehilangan momen itu. Ia mendekat, mengangkat tangan Dina dengan hati-hati, lalu menggenggamnya. Sentuhan itu sederhana, tapi mengirimkan sensasi hangat yang menjalar ke seluruh tubuh Dina.
“Dina, lihat aku,” kata Arga dengan lembut.
Dina mengangkat wajahnya perlahan, matanya bertemu dengan tatapan dalam Arga. Di bawah sinar senja, mata pria itu terlihat begitu tulus, seolah menyampaikan kata-kata yang tak mampu diucapkan. Arga mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Dina dengan lembut.
“Kau tahu?” katanya pelan, hampir seperti gumaman. “Kau cantik sekali. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.”
Dina tidak menjawab. Ia hanya membiarkan dirinya terhanyut dalam momen itu. Sentuhan Arga begitu menenangkan, menghapus semua keraguan yang selama ini menghantui pikirannya.
Pelan-pelan, Arga mendekat. Ia memiringkan kepalanya sedikit, memberikan Dina waktu untuk menolak jika ia merasa tidak nyaman. Tapi Dina tidak bergerak. Ia memejamkan matanya, membiarkan bibir mereka bertemu untuk pertama kalinya.
Ciuman itu lembut, penuh dengan perasaan yang terpendam selama ini. Arga merasakan bibir Dina yang hangat, sementara Dina merasakan debaran jantungnya yang semakin kencang. Waktu seolah berhenti, dan hanya ada mereka berdua di dunia ini.
Saat mereka melepaskan diri, Arga menatap Dina dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kehangatan, kekaguman, dan sesuatu yang lebih dalam. “Dina,” katanya, suaranya sedikit bergetar, “aku mencintaimu.”
Dina terdiam sejenak, membiarkan kata-kata itu meresap ke dalam dirinya. Ia tahu bahwa hatinya telah lama terbuka untuk Arga, meskipun ia takut untuk mengakuinya. Tapi saat ini, di bawah langit senja yang indah, ia merasa bahwa tidak ada lagi alasan untuk menahan diri.
“Aku juga mencintaimu, Arga,” jawab Dina akhirnya, suaranya penuh dengan ketulusan.
Arga tersenyum, lalu menarik Dina ke dalam pelukannya. Ia memeluknya erat, seolah tidak ingin melepaskannya. Dina merasakan kehangatan tubuh Arga, dan untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar aman.
---
Malam mulai turun, menggantikan senja dengan cahaya bulan yang lembut. Mereka masih duduk di bangku itu, berbicara tentang mimpi, harapan, dan masa depan yang ingin mereka bangun bersama. Namun, percakapan mereka terhenti ketika Arga melihat Dina menggigil kecil karena angin malam yang mulai terasa dingin.
“Dingin?” tanya Arga, nada khawatir terdengar jelas di suaranya.
Dina mengangguk pelan. Tanpa berpikir dua kali, Arga melepas jaketnya dan menyelimutkan ke bahu Dina. Tapi saat ia melakukannya, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh leher Dina yang terlihat begitu lembut di bawah cahaya bulan.
Dengan hati-hati, ia mendekatkan wajahnya, lalu memberikan ciuman lembut di bagian leher Dina. Dina terkejut, tapi ia tidak menolak. Sebaliknya, ia memiringkan kepalanya sedikit, membiarkan Arga melanjutkan. Sentuhan bibir Arga di kulitnya memberikan sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
“Arga...” Dina memanggilnya dengan suara pelan, hampir seperti desahan.
Arga berhenti sejenak, menatap Dina dengan mata yang penuh dengan cinta. “Aku terlalu mencintaimu, Dina. Aku tidak bisa menahan diri.”
Dina tersenyum kecil, lalu mengangguk. “Aku tahu, Arga. Dan aku juga merasakannya.”
Mereka kembali saling mendekat, menciptakan momen yang lebih intim daripada sebelumnya. Tangan Arga menggenggam tangan Dina, sementara mata mereka saling berbicara tanpa kata-kata.
---
Malam itu berakhir dengan janji yang mereka buat di bawah cahaya bintang: janji untuk saling mencintai dan mendukung, apa pun yang terjadi di masa depan. Meskipun masa lalu Dina masih meninggalkan bekas, ia tahu bahwa dengan Arga di sisinya, ia memiliki kekuatan untuk menghadapi apa pun.
Dalam pelukan Arga, Dina merasa bahwa ia akhirnya menemukan tempat di mana ia benar-benar merasa dicintai dan diterima apa adanya. Dan itu, bagi Dina, adalah hadiah terbesar yang pernah ia terima.